Mohon tunggu...
Rial Roja
Rial Roja Mohon Tunggu... Editor - Digital Marketer/Content Writer

Menghidupkan tulisan dengan gaya santai namun informatif. Mari berbagi cerita dan inspirasi!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Harga BBM Naik, Transportasi Publik Masik Terbatas, Apakah Ini Solusi yang Adil?

26 November 2024   10:21 Diperbarui: 26 November 2024   11:34 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Seorang Penumpang. (Sumber: Pixabay/RyanMcGuire)

Kenaikan harga BBM kerap menjadi perbincangan di kalangan masyarakat. Dampaknya sangat luas, meliputi biaya transportasi dan harga kebutuhan pokok. 

Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: apakah kebijakan ini adil, terutama ketika banyak masyarakat Indonesia yang masih kekurangan akses terhadap transportasi umum yang memadai? Mari kita bahas hal ini dengan ramah dan bijaksana, karena ini lebih dari sekedar angka pada pengukur bahan bakar.

Kenaikan Harga BBM: Antara Kebutuhan dan Dilema

Kenaikan harga bahan bakar umumnya digambarkan sebagai respons yang "tidak dapat dihindari" terhadap ketidakstabilan harga minyak dunia atau sebagai cara untuk mengurangi biaya subsidi pemerintah. 

Meskipun subsidi bahan bakar dalam jumlah besar memang dapat berdampak negatif terhadap anggaran nasional, namun yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana menerapkan kebijakan ini tanpa menimbulkan kesenjangan baru, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah dan menengah.

Mereka yang bergantung pada mobil pribadi karena kurangnya transportasi umum menghadapi situasi di mana kenaikan harga bahan bakar bukan hanya masalah finansial; mereka mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Hal ini terutama terlihat di daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang seringkali tidak ada atau bahkan tidak ada angkutan umum sehingga warga terpaksa mengandalkan kendaraan sendiri.

Transportasi Publik: Tulang Punggung yang Belum Kuat

Salah satu solusi yang sering disebutkan ketika harga bahan bakar naik adalah perbaikan dan perluasan angkutan umum. Namun, janji-janji tersebut sering kali hanya sekedar kata-kata belaka dibandingkan implementasi nyata. Di kota-kota besar seperti Jakarta, kita mulai melihat kemajuan dengan hadirnya MRT, LRT dan TransJakarta. Namun bagaimana dengan kota lain atau daerah yang lebih terpencil?

Ketersediaan hanyalah salah satu bagian dari permasalahan; kualitas dan kenyamanan sama pentingnya. Banyak masyarakat yang enggan menggunakan transportasi umum karena kondisinya yang kurang memadai, jadwal yang tidak jelas, dan kendaraan yang sering kali penuh sesak. Dalam hal ini, mengandalkan angkutan umum untuk menghadapi kenaikan harga bahan bakar sepertinya merupakan solusi yang menipu.

Apakah Solusi yang Lebih Adil Mungkin?

Merumuskan kebijakan yang benar-benar adil bisa jadi cukup sulit, namun bukan berarti tidak mungkin. Pemerintah harus mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi umum di setiap daerah, tidak hanya di kawasan ekonomi utama saja. Transportasi umum yang memadai merupakan suatu kebutuhan, bukan suatu hak istimewa, dan setiap warga negara harus memiliki akses terhadapnya.

Selanjutnya, teknologi dapat menjadi solusi yang efektif. Pemerintah dapat mendukung transisi ke kendaraan listrik dan energi terbarukan dengan menerapkan insentif nyata, seperti pengurangan pajak atau subsidi pembelian. Strategi ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan kita terhadap bahan bakar fosil tetapi juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan.

Terakhir, kita harus mempertimbangkan peningkatan subsidi agar lebih tepat sasaran. Daripada menawarkan subsidi bahan bakar secara menyeluruh, lebih baik kita berfokus pada sektor-sektor yang paling terkena dampaknya, seperti angkutan umum dan usaha kecil.

Perspektif Sosial: Beban yang Tidak Sama

Dalam mengkaji kebijakan kenaikan harga BBM, kita harus mempertimbangkan perspektif sosial. Kelompok yang paling terkena dampak adalah mereka yang pendapatannya tidak cukup untuk mengimbangi tingginya biaya hidup. Sebaliknya, masyarakat kelas menengah atas, terutama mereka yang memiliki kendaraan mewah, seringkali mampu menutupi biaya tersebut tanpa melakukan perubahan gaya hidup yang besar.

Ketimpangan yang ada dapat menimbulkan persepsi ketidakadilan dan memperburuk kesenjangan sosial. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan ini harus dipadukan dengan program jaring pengaman sosial yang efektif.

Kesimpulan: Adil Bukan Berarti Sama

Meskipun kita tidak dapat menghindari kenaikan harga bahan bakar, kita dapat mengurangi dampaknya dengan memperkuat langkah-langkah pendukung lainnya. Berinvestasi pada transportasi umum yang andal, sumber energi alternatif yang terjangkau, dan subsidi yang efektif dapat membuka jalan menuju hasil yang lebih adil.

Pada akhirnya, kebijakan yang adil tidak berarti perlakuan yang sama bagi semua orang; ini tentang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk beradaptasi terhadap perubahan. Lantas, apakah menaikkan harga BBM merupakan solusi yang adil? 

Kecuali jika hal ini dibarengi dengan perbaikan signifikan dalam infrastruktur dan kebijakan sosial. Namun, dengan pendekatan yang tepat, hal ini dapat membuka jalan menuju perubahan positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun