Saat hujan turun deras malam itu, membasahi sebuah rumah kuno yang terletak di kota kecil yang nyaris hilang dimakan waktu. Setelah bertahun-tahun tidak berpenghuni, seorang wanita muda bernama Lila memutuskan untuk menjadikannya miliknya. Dia merasa harganya cukup terjangkau dan terpikat oleh rasa nostalgia yang aneh. Namun, dia tidak menyadari rahasia gelap yang tersembunyi di dalamnya.
Pada hari pertama kepindahannya, Lila menemukan loteng penuh dengan barang-barang nostalgia. Peti kayu, gambar pudar, dan kain berdebu menyambut penjelajahannya. Diantaranya, buku harian kulit berwarna coklat menarik perhatiannya.
Ketika Lila membuka halaman pertama, dia menemukan sebuah pesan yang tertulis dengan rapi dan kaya akan emosi:
"Rumah ini adalah asal mula segalanya... dan di sinilah segalanya pada akhirnya akan berakhir."
Lila merasakan luapan rasa ingin tahu ketika mengetahui bahwa buku harian itu milik seorang wanita bernama Mira, yang pernah tinggal di rumah itu sekitar lima puluh tahun yang lalu. Awalnya, tulisan Mira dipenuhi dengan kegembiraan seperti pernikahannya yang bahagia, taman indah yang dipeliharanya, dan kecintaannya pada musik klasik. Namun saat Lila menggali lebih dalam, isi tulisannya mulai mengungkap narasi yang lebih suram.
"Akhir-akhir ini, saya mendengar suara-suara aneh dari loteng setiap malam. Aku bisa mendengar langkah kaki, bisikan, dan tawa samar. Saya cukup yakin saya tidak sendirian di tempat ini."
Lila merasakan getaran menjalari dirinya, tetapi dia tidak bisa meletakkan bukunya. Pada bagian selanjutnya, Mira bercerita tentang penemuan boneka tua di loteng. Boneka itu mengenakan gaun putih dengan pita merah, dan Mira yakin boneka itu punya pikirannya sendiri.
"Boneka itu muncul di tempat tidurku tadi malam, dan aku sendiri tidak menaruhnya di sana. Apakah aku mulai tidak waras?"
Lila merasakan gelombang kegelisahan, apalagi saat teringat boneka bernama Mira itu masih ada di loteng. Dia melihatnya beberapa saat yang lalu, duduk dengan tenang di kursi goyang.
Malam itu, Lila memutuskan untuk menyimpan buku harian itu di mejanya. Tapi dia mendapati dirinya tidak bisa tidur nyenyak. Hujan deras menambah perasaan tidak menyenangkan itu, dan dia mulai mendengar suara-suara yang tidak biasa dari loteng seperti suara langkah kaki kecil yang berjalan di atasnya.
Begitu suaranya memudar, dia menarik napas dalam-dalam dan berjalan ke loteng, membawa senter di tangannya. Sesampainya di sana, yang dia temukan hanyalah koleksi barang-barang lama yang sama. Anehnya, boneka itu kini berada di tengah ruangan, duduk dengan kepala dimiringkan, seolah sedang menatapnya.
Dalam keadaan ketakutan, Lila segera berjalan kembali ke kamarnya, mencoba melupakan pengalamannya baru-baru ini. Keesokan harinya, dia melanjutkan perjalanannya melalui buku harian itu. Di dalam, Mira menjelaskan bagaimana boneka itu mulai berbicara dengannya.
"Dia menyatakan bahwa dia ditakdirkan untuk berada di sini selamanya. Saya mencoba mengirimnya ke sungai, tetapi dia selalu kembali ke titik awalnya."
Membaca kalimat itu membuat Lila merasa mual. Dia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang Mira dengan mengunjungi perpustakaan kota. Di arsip berdebu, ia menemukan artikel yang menceritakan keadaan tragis kematian Mira. Disebutkan bahwa dia ditemukan di kamarnya, tak bernyawa, dengan boneka yang dia sebutkan di buku hariannya tergeletak di pangkuannya. Penyebab kematiannya tidak pernah terungkap, namun para tetangga percaya bahwa Mira telah dikutuk oleh rumah tua tersebut.
Sekembalinya ke rumah, Lila merasakan ada yang tidak beres. Malam itu, suara dari loteng menjadi lebih jelas. Kali ini yang terdengar adalah sayup-sayup suara tawa anak-anak. Lila menguatkan dirinya untuk naik lagi, tetapi ketika dia membuka pintu loteng, tawanya tiba-tiba berhenti. Yang mengejutkannya, boneka itu kini berdiri tepat di depan pintu, senyumnya bahkan lebih lebar dari sebelumnya.
Lila memutuskan untuk membakar boneka itu. Dia membawanya ke halaman belakang, menumpuknya dengan beberapa batang kayu, dan menyalakan api. Namun, saat kobaran api membesar, suara tawa lembut kembali terdengar, kini lebih jelas dan menakutkan.
Keesokan harinya, boneka itu ditemukan sekali lagi di kursi goyang di loteng, tampak seperti baru tanpa ada bukti kerusakan akibat kebakaran.
Dalam keputusasaan, Lila membaca halaman penutup buku harian Mira. Dinyatakan: "Rumah ini bukan milik saya atau orang lain. Boneka itu adalah penjaganya. Jika Anda menemukan buku harian ini, tinggalkan rumah ini sebelum terlambat. Jangan ulangi kesalahan saya."
Tubuh Lila gemetar ketakutan. Dia buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam tasnya, berniat keluar rumah malam itu. Namun ketika dia mencoba membuka pintu depan, pintu itu terkunci sendiri tanpa peringatan.
Kelap-kelip lampu menari-nari di sekeliling rumah, diiringi gelak tawa yang menggema ke seluruh ruangan. Lila berlari mencari kebebasan tapi malah terjatuh di ruang tamu. Ketika dia akhirnya membuka matanya, boneka itu sudah bertengger di pangkuannya, senyumannya kini tampak hidup.
Keesokan paginya, para tetangga melihat rumah itu kembali kosong, seperti sebelumnya. Tidak ada jejak Lila, hanya buku harian tua yang tergeletak di atas meja, terbuka hingga halaman terakhirnya.
Sebuah pernyataan baru muncul di halaman itu, ditulis dengan tinta cerah:
 "Saya telah menemukan penjaga yang baru."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H