Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kampung Eks Tim-tim di Ujung Mateng

14 Mei 2024   12:27 Diperbarui: 16 Mei 2024   10:40 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski jalan sempit, namun pemandangan kiri-kanan menuju Sejati memanjakan mata pengendara motor (dok. pribadi)

Kala mereka datang pertama, lokasi Tobadak masih hutan dan pegunungan. Akses jalan menuju kampung memprihatinkan. Sempit dan berjalan tanah. Semak belukar rimbun menutupi jalan setapak.

Semangat ingin berubah mendorong warga membuat jalan dengan gotong royong. Kala itu, ada perusahaan sawit di desa bawah yang sedang membuka lahan perkebunan yang terbatas.

Melihat perusahaan menanam sawit di desa bawah, mereka berinisiatif mengembangkan lahan kosong di pegunungan dengan aneka tanaman. Awalnya, mereka menanam coklat selama empat tahun karena memliki harga bagus. Saat harganya turun, petani eks tim-tim beralih ke tanaman lain.

Pertemuannya dengan penduduk dari Makasar dan Jawa, memperkaya pengetahuan akan budidaya pertanian. Sayur-sayuran bernilai jual ekonomi dan bahan makanan, mendorongnya untuk mempraktekkanya di lahan sendiri. Begitu pula dengan tanaman lain seperti Nilam dan Sawit yang bisa dijual ke perusahaan.

Panorama sudut kampung yang masih sepi dan diselimuti rimbunan pohon (dok. pribadi)
Panorama sudut kampung yang masih sepi dan diselimuti rimbunan pohon (dok. pribadi)

Cerita lucu diungkap seorang warga. Awalnya mereka tidak mengetahui durian dapat dimakan. Kala mereka datang dan mendapatkannya, mereka biarkan dan membuangnya ke suang.

Menurutnya buah itu tidak bisa dimakan, karena kulitnya berduri. Saat melihat orang Jawa dan Sulawesi memanfaatkannya, mereka ikut membudidayakannya.

Di sini, pohon durian tumbuh di mana mana. Harganya pun murah, dibawah Rp 10.000, - per biji. Saat musim, para tengkulak buah datang ke desa dengan mobil pick up menerobos jalan pengunungan. Ia membelinya dari kebun penduduk berkarung-karung yang tersebar luas di desa.

Cerita lain tentang suka duka kala perang saudara Meletus. Seseorang mengaku salah anggota badanya terluka tersabet samurai penduduk lain yang memiliki merdeka saat pecah perang saudara. "Ngeri sekali de, saat itu. Kita sudah gelap, mana teman dan saudara. Yang penting, integrasi atau merdeka. Untung, anggota TNI menyelamatkan nyawaku", ungkapnya sedikit tinggi suara.

Ceritanya mengalir tanpa curiga dan orisinal. Mereka mengaku senang bertemu dengan tamu yang membawa cerita perubahan.

Sembari ngobrol, permainan gaple mengiringi canda dan cerita ditemani dengan pisang rebus dari kebun penduduk. Mereka tidak mau kembali lagi ke tim-tim. Semua anggota keluarga inti telah berada di kampong. Hanya saudara sepu jauh saja di tim-tim dan aktif berkomunikasi sesekali. Kini mereka nyaman di desa Setia. Tanpa sadar malam mengalir larut. Perlahan satu per satu pamit pulang karena besok hendak ke ladang dan ke kebun.

Ceritanya menginspirasi dan memperkaya batinku. Mereka menolak tumbang dan memanfaatkan setiap peluang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun