Selain warisan leluhur, penduduk betah tinggal disana karena kekayaan sumberdaya alam sebagai alasan. Semua bahan makanan dan ramuan obat tersedia.Â
Padi pegunungan ditanam tradisional non kimiawi menghasilkan beras berkwalitas. Saya menikmatinya setiap waktu makan. Nikmat dan menyehatkan.
Keakraban warganya seperti dongeng di buku cerita. Sesamanya saling membantu. Kala padi milik seorang warga panen, ramai-ramai tetangga membantunya. Ada yang membuat kue, kopi, dan aktifitas lain. Kelapa, alpuket, rambutan, pisang, tales, ubi kayu, embung bambu, salak, ikan di sungai, madu hutan, kopi, coklat, dsb tersedia di alam bebas.
Saat hendak pulang ke Jakarta, pikiranku bergejolak. Pegunungan Sandapang dan areal sekitar belum termanfaatkan sebagai lokasi wisata. Saya belum menyaksikan aktifitas pendakian gunung.Â
Gunung Sandapang belum menjadi pendaki dan traveler di Sulawesi. Kala turun ke Kalumpang, saya baru melihat beberapa kelompok anak muda ramai-ramai naik motor ke arah Sandapang. Mereka sedang menikmati travelling menantang ini. Sepertinya wisata treveling petualangan dengan motor cross, peluang wisata ke depan.
Tantangannya, daerah ini secara geografi dekat dengan IKN (ibu kota nusantara). Pendirian IKN yang membawa jumlah manusia, pasti membutuhkan sumber pangan. Pegunungan Sandapang mungkin salah satu sumbernya. Semoga semua pemangku kepentingan sadar dengan ini...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H