Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Senja di Perairan Sangkulirang, Kalimantan Timur

27 Oktober 2022   12:10 Diperbarui: 27 Oktober 2022   12:20 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal kayu pengangkut penumpang hilir mudik di tengah luasnya sungai (Dokpri)

Keberadaan sungai di kab. Kutai Timur, provinsi Kalimantan Timur sangat strategis. Sebelum jalan beraspal terbangun, sungailah yang menghubungkan warga antar desa ke desa lain. Penduduk sekitar perairan Sangkulirang, kec. Sangkulirang, kab. Kutai Timur contohnya. Air menyambungkan warga desa Sempayau, Saka, dan desa lain di kec. Sangkulirang. Otomatis, dermaga sungai sebagai pintu masuk menjadi pertemuan fisik awal pengguna moda transportasi air.

Dermaga sungai, orang local menyebutnya "tungkap", bahkan berpotensi mendatangkan devisa tambahan desa. Asal, penduduk dan aparat mengelolanya secara inovatif nan kreatif.

Tgl 20 April 2022, Saya berkesempatan menelusuri keindahan salah satu tungkap perairan Sangkulirang, terletak di desa Saka, kec. Sangkulirang. Begini ceritanya.

Siang di tanggal tersebut, pertengahan Ramadhan, jam tanganku menunjuk pukul 11.00 siang, WIT (Waktu Indonesia Tengah). Di tengah terik matahari, saya berdiri di atas kapal kayu pengangkut barang yang berlabuh di hamparan sungai. Karena luasnya sungai, gelombangnya mampu menggoyang bibir kapal kayu pengangkut barang. Mobil pengantarku dari daratan ke desa Saka terparkir di kapal, ikut bergoyang ringan. Begitu pula, motor, sepeda dan berbagai bahan lain -- terutama bahan makanan -- menumpuk di kapal ikutan goyang.

Luasnya sungai Sangkulirang berkah penduduk sekitar. Transportasi air sarana efektif perpindahan warga antar desa. Angin sepoi-sepoi mendorongku keluar mobil diatas kapal. "Kencangnya terpaan angin, dan gemercik air tak berbeda dengan hemparan ombak di tengah samudra laut", ucapku saat memandang air sungai. Terlihat dari jauh, kapal-kapal sungai hilir mudik mengangkut berbagai bawaan dan manusia ke desa tetangga.

Kapal kayu pengangkut penumpang hilir mudik di tengah luasnya sungai (Dokpri)
Kapal kayu pengangkut penumpang hilir mudik di tengah luasnya sungai (Dokpri)

Sekitar 20 menit waktu tempuh dari daratan pasar Sangkulirang ke tungkap di desa Saka. Terlihat lalu-lalang kapal pengangkut barang keluar masuk tungkap yang menyatu dengan keramaian desa. Petugas kapal sibuk membelokkan kepal untuk disandarkan ke pinggir tungkap. Saya bersiap masuk ke mobil. Starter mobil dinyalakan supir, pertanda kendaraan segera meninggalkan kapal kayu menuju daratan. Motor, sepeda, dan penumpang lain turun terlebih dahulu kala petugas tungkap memberi aba-aba "aman".

Tungkap desa Saka pintu gerbang wilayah desa. Udara panas menyengat dan sepi, itulah situasi tungkap kala saya tiba. Tak ada angkutan umum berderet di tepi, layaknya keramaian dermaga umumnya. Hanya beberapa motor dan pengemudinya -- mungkin ojek pengkolan -- berjejer jarang di ujungnya.

Beberapa meter dari tungkap, terlihat pepohonan rimbun menyebar di beberapa titik desa. Jalanan untuk dua mobil dari tanah dengan aspal minim menjadi jalur kendaraan. Sesekali tubuhku bergoyang turun-naik disebabkan mobilku melewati jalan bergelombang. Kebon sawit tertata berdiri di sudut lain. Ini bisa dipahami, karena infrastruktur jalan sebagian dibangun perusahaa sawit dan pemerintah desa.

Menurut warga, kini kondisi jalan membaik dibanding sebelumnya. Berkatnya warga dengan  mudah beraktifitas ekonomi dan menjangkau ke layanan public lain.

Dengan peran penting sungai sebagai penghubung warga desa, transportasi menjadi mahal. Untuk sekali jalan, warga harus merogoh kocek diatas Rp 25.000,-. Kondisi ini menjadikan pengepul berperan penting sebagai penampung hasil sumber daya alam (SDA) penduduk. Mereka memiliki dan menguasai alat dan jaringan produksi. Pendanaan besar dan kapal kayu serta jejaring bisnis di kecamatan dan kabupaten sebagi modalnya.

Alternatif lain, warga desa menjual hasil SDA (seperti; sayur, ikan, kue, makanan, dan hasil panen pertanian, dsb) langsung ke pembeli desa melalui tungkap. Di sinilah arti penting tungkap bagi warga desa Saka.

Kapal kayu sarana transportasi air penting bagi warga sekitar kec. Sangkulirang (Dokpri)
Kapal kayu sarana transportasi air penting bagi warga sekitar kec. Sangkulirang (Dokpri)

Peran Strategis Tungkap

Jumlah penduduk menghuni desa Saka sebesar 1.040 orang, terdiri 503 perempuan dan 537 laki-laki. Ada 1 unit ambulance desa dan puskesmas pembantu sebagai layanan kesehatan. Meski terpisah sungai, beragam suku penduduk bermukim di sana, yaitu Bugis, Sunda, Kutai, Jawa, Banjar.  

Sumberdaya alamnya meliputi pertanian dan kebun, terdiri; sawit, jagung, timun, terong, singkong, pisang, langsat durian. Sementara potensi sungai adalah aneka jenis ikan dan transportasi air. Sumber hutan berupa; pohon mangrove, gula merah dan produk olahan bedak dingin (konsumsi rumah tangga). Sarang wallet juga dibudidayakan sebagian warga. Tak heran, mesin suara pemancing wallet nyaring dari bangunan tinggi rumah wallet.

Sejatinya, desa memiliki potensi wisata mangrove yang menjatu dengan tungkap. Namun semenjak pandemic COVID-19, pengunjung menipis, dan sepi pelancong. Para pelaju yang melewat tungkap, enggan mampir dan langsung bergegas pergi.

Hutan bakau yang menyatu dengan tungkap sarana wisata warga sekitar (Dokpri)
Hutan bakau yang menyatu dengan tungkap sarana wisata warga sekitar (Dokpri)

Terik siang panas membuat tenggorakanku kering nan haus tiada tara. Guna menunggu sore, saya berjalan menuju tungkap yang menyatu dengan sentra ekonomi dan wisata desa. Ada jalan kayu yang menghubungkan tungkap dengan pinggiran hutan bakau. Terlihat dua anak muda bersenda gurau di salah satu saung. Letaknya tidak jauh dari tungkap. Terdapat berbagai saung untuk duduk dan bercengkrama sambil menanti tenggelamnya matahari di ujung sungai.

Di sudut lain, monyet bergelantungan di hutan bakau, berjejer di bibir sungai. Inilah uniknya sungai di Kalimantan. Monyet (terkadang Bekantan) bergelantungan menunggu uluran makanan pengunjung. Mereka melompat ke sana ke mari di hutan bakau pinggir sungai Sangkulirang.

Jalan dari kayu menjadi media pengunjung untuk berjalan atau berjogging ke tengah hutan bakau diatas air sungai menambah manis suasana. Dua anak muda mengabadikan suasana senja dengan HPnya. Perlahan, sinar matahari beranjak pergi sore itu. Awan menutup sinar matahari yang makin redup. Akibatnya, rona warna putih pucat menghiasi senja. Namun keindahannya tetap tak pudar.

Sayang memang, alam indah dan panorama senja belum menarik wisatawan sore itu. Sepertinya, pandemi COVID-19 menghempas keramaian tungkap yang sering dijadikan pasar rakyat oleh warga desa.

Penuturan warga kepada penulis, sebelum COVID-19, tungkap merupakan lokasi favorit warga desa dan pendatang. Sekitarnya berjejern aneka makanan, terutama di pagi dan sore sekitar tungkap. Hampir puluhan hingga raturan warga desa hendak keluar dan masuk desa melewati tungkap. Tungkap laksana pintu gerbang desa.

Binatang Kera bergelantungan di pohon bakau ikut menikmati senja (Dokpri)
Binatang Kera bergelantungan di pohon bakau ikut menikmati senja (Dokpri)

Nasibnya kini sedang limbung. Saya menyaksikan  beberapa warga hendak ke luar dan masuk desa secepatnya hengkang darinya. Sepinya sarana pendukung dan even (atau kegiatan), mendorong orang yang singgah di tungkap, buru-buru naik ke kapal kayu. Secepatnya mereka pergi tanpa menikmati keindahan hutan dan suasana hutan bakau.

Saat ngobrol dengan apparat, anak muda, perempuan, dan kepala desa yang baru terpilih, saya sampaikan potensi tungkap bisa menggerakkan ekonomi desa. Syaratnya, semua kekuatan desa bersinergi membangun tata kelola ekonomi desa yang baik dan berkelanjutan. Bumdes, dana desa dan inovasi anak muda sebagai modalnya. Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun