Dengan peran penting sungai sebagai penghubung warga desa, transportasi menjadi mahal. Untuk sekali jalan, warga harus merogoh kocek diatas Rp 25.000,-. Kondisi ini menjadikan pengepul berperan penting sebagai penampung hasil sumber daya alam (SDA) penduduk. Mereka memiliki dan menguasai alat dan jaringan produksi. Pendanaan besar dan kapal kayu serta jejaring bisnis di kecamatan dan kabupaten sebagi modalnya.
Alternatif lain, warga desa menjual hasil SDA (seperti; sayur, ikan, kue, makanan, dan hasil panen pertanian, dsb) langsung ke pembeli desa melalui tungkap. Di sinilah arti penting tungkap bagi warga desa Saka.
Peran Strategis Tungkap
Jumlah penduduk menghuni desa Saka sebesar 1.040 orang, terdiri 503 perempuan dan 537 laki-laki. Ada 1 unit ambulance desa dan puskesmas pembantu sebagai layanan kesehatan. Meski terpisah sungai, beragam suku penduduk bermukim di sana, yaitu Bugis, Sunda, Kutai, Jawa, Banjar. Â
Sumberdaya alamnya meliputi pertanian dan kebun, terdiri; sawit, jagung, timun, terong, singkong, pisang, langsat durian. Sementara potensi sungai adalah aneka jenis ikan dan transportasi air. Sumber hutan berupa; pohon mangrove, gula merah dan produk olahan bedak dingin (konsumsi rumah tangga). Sarang wallet juga dibudidayakan sebagian warga. Tak heran, mesin suara pemancing wallet nyaring dari bangunan tinggi rumah wallet.
Sejatinya, desa memiliki potensi wisata mangrove yang menjatu dengan tungkap. Namun semenjak pandemic COVID-19, pengunjung menipis, dan sepi pelancong. Para pelaju yang melewat tungkap, enggan mampir dan langsung bergegas pergi.
Terik siang panas membuat tenggorakanku kering nan haus tiada tara. Guna menunggu sore, saya berjalan menuju tungkap yang menyatu dengan sentra ekonomi dan wisata desa. Ada jalan kayu yang menghubungkan tungkap dengan pinggiran hutan bakau. Terlihat dua anak muda bersenda gurau di salah satu saung. Letaknya tidak jauh dari tungkap. Terdapat berbagai saung untuk duduk dan bercengkrama sambil menanti tenggelamnya matahari di ujung sungai.
Di sudut lain, monyet bergelantungan di hutan bakau, berjejer di bibir sungai. Inilah uniknya sungai di Kalimantan. Monyet (terkadang Bekantan) bergelantungan menunggu uluran makanan pengunjung. Mereka melompat ke sana ke mari di hutan bakau pinggir sungai Sangkulirang.
Jalan dari kayu menjadi media pengunjung untuk berjalan atau berjogging ke tengah hutan bakau diatas air sungai menambah manis suasana. Dua anak muda mengabadikan suasana senja dengan HPnya. Perlahan, sinar matahari beranjak pergi sore itu. Awan menutup sinar matahari yang makin redup. Akibatnya, rona warna putih pucat menghiasi senja. Namun keindahannya tetap tak pudar.