Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mimpi Warga Sekitar Bokori

20 April 2019   12:18 Diperbarui: 21 April 2019   06:34 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung apung merupakan salah satu penyanggah pulau wisata

Siapa tak kenal Bokori? Pulau mini eksotik nan indah dengan pasir putih di bibir Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Warga Kendari tak asing dengannya. Namun bagi saya, nama itu asing.

21 September 2018, saya berkesempatan singgah di pulau tersebut. Pagi itu angin teluk Kendari semilir kencang. Kering namun sejuk. Meski baru pukul 08.30, panas terik telah menghampiri.

Desa Bokori merupakan salah satu singgahan awal menuju pulau Bokori. Kawan kami yang juga kepala desa non aktif, menunggu di rumah penduduk yang berlokasi di jorokan laut. Kami menempuh 20 an menit dari daratan ke pulau Bokori. Ombak kecil menemani perjalanan menuju pulau.

Terlihat dari kejauhan pulau indah dan mempesona. Sepi, tak banyak pengunjung bercengkerama kala saya tiba di sana. Pasir putih menyambut kehadiran tamu.

Pemda (pemerintah daerah) selaku penjaga, menyapa dan berbincang sebentar dengan kepala desa. Ia menerangkan profil kami. Bangunan penginapan dan cottage terlihat tak jauh dari lobby pulau. Lapak pedagang kecil berjejer di dekat penginapan. Menurut penjaga, akhir pekan merupakan waktu favorit wisatawan berkunjung menikmati pulau.

Pulau wisata Bokori kini jadi aikon provinsi Sultra
Pulau wisata Bokori kini jadi aikon provinsi Sultra
Kini, pemda perlahan menata pulau supaya menarik dan diminati wisatawan. Ini mengingat, lokasinya terpencil, jauh dari daratan dan keramaian. Salah satu daya jual pulau ialah pengunjungn bebas menikmati panorama kumunculan dan kepergian matahahari di pagi dan sore hari. Pembaca yang mencari lokasi untuk refleksi dan tim building serta retreat yang membutuhkan ketenangan, layak mencoba pulau eksotik ini.

Sayang, saya tidak banyak mengulas keindahan pulau di tulisan ini. Fokusku bagaimana masyarakat sekitar pulau wisata, aktif dan mendapat manfaat darinya. Adalah desa Bokori, desa Leppe, desa Bajo Indah, desa Mekkar dan desa Bajoe, kecamatan Soropia, Kab. Konawe, merupakan penyanggah yang mengelilingi pulau Bokori. Artinya, sebelum wisatawan menuju ke Bokori, mereka singgah di desa-desa tersebut.

Umumnya, penduduk tinggal di rumah panggung yang berdiri di atas laut. Dari bangun hingga tidur lelap, mata penduduk selalu memandang laut. Suku Bajo, terkenal dengan kebiasaan berpindah-pindah diantara pulau, menjadi salah satu penghuni desa.

Sayang, dari penuturan kepala desa yang penulis ajak ngobrol, kehidupan warganya belum mengalami perubahan. Kehidupan parawisata Bokori belum berdampak cepat terhadap perekonomian penyanggah. Siang itu, setelah balik dari Bokori, saya bersama kawan-kawan ALPEN, NGO pendamping komunitas di Sulawesi Tenggara, mengajak diskusi informal bersama pelaku pembangunan desa.

Kebetulan, saat itu Pak Camat sedang mengunjungi rumah salah satu warganya. Santai, kami berbincang tentang pembangunan penduduk sekitar pulau Bokori. Kebetulan, ALPEN bersama ASPPUK -- jaringan NGO nasional yg ikut dalam obrolan -- sedang mengembangkan program local harvest (panen local). Satu program pengembangan produk local ramah lingkungan, sehat, berbahan lokal, guna mensejahterakan penduduk terutama produsennya.

Obrolan santai bareng pemangku kepentingan awal pelibatan warga di pembangunan wisata
Obrolan santai bareng pemangku kepentingan awal pelibatan warga di pembangunan wisata
Di situ, saya utarakan bahwa sudah semestinya masyarakat penyanggah Bokori mendapatkan apa yang semestinya. Konsep eko-wisata berkelanjutan dan ber-etika harus mengintegasikan semua actor dalam pembangunan dan pengembangannya.

Udara laut semilir menerpa rambut dan wajah kami. Terik panas udara siang tak terasa karena terpaan angin laut. Lantai kayu yang kami injak seolah goyah oleh deburan ombak kecil air laut.

Perlahan setelah Pak Camat hengkang karena suatu urusan, para kepala desa hadir bersamaan. Mereka membaur dan berdiskusi seputar integrasi warga dalam pengembangan eko-wisata Bokori. Semua kepala desa mengakui bahwa mereka belum mendapat ide bagaimana melibatkan warganya aktif memanfaatkan pulau wisata Bokori.

Satu sisi, potensinya terhampar di depan mata, sisi lain banyak tantangan menunggunya. Keterbatasan keahlian dan sumber finansial, serta lambatnya perubahan mindset warga dan miskin kreatifitas program pemda, merupakan contoh pekerjaan rumah pemangku kepentingan. Perlahan kami urai satu-satu. Potensi, tantangan, peluang sumberdaya serta kesempatan yang tersedia desa menjadi materi diskusi di siang terik.

Sayup-sayup bau makanan khas laut desa Bokori menyerbak. Tak terasa jam menunjukan pukul 13.00 siang. Perut kami berisik, pertanda lapar telah memanggil. Semua sepakat untuk melanjutkan obrolan santai sambil santap siang.

Hidangan ikan laut besar tersaji di tengah perhelatan diskusi. Sayur pengiring khas lokal berjejer di sampingnya.

Makan bersama merupakan tradisi warga penduduk laut yang tak lekang zaman.

Sajian makan siang dengan ikan segar khas laut Konawe menjadi penutup obrolan santai kami dengan kepala desa.

Kampung apung merupakan salah satu penyanggah pulau wisata
Kampung apung merupakan salah satu penyanggah pulau wisata
Semua bersepakat bahwa obrolan ini merupakan awal hasrat bersama untuk melibatkan warga dalam pembangunan eko-wisata. Pulau Bokori harus mejadi berkah bagi siapa pun yang hidup di sekitarnya. Banyak potensi yang mendukungnya bila semua menyadari.

Dukungan infrastruktur desa menyediakannya. Dana desa dan bumdes (badan usaha milik desa) salah satunya. Belum dengan program-program pemda lainnya. Semoga ini menjadi titik awal untuk meningkatkan kesejahteraan warga dan mewujudkan mimpi masyarakat sekitar Bokori. Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun