"Berkat tari cokek inilah saya seperti hidup kembali. Saya tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan dulu saya. Layaknya cap masyarakat umum terhadap warga Cina Benteng lainnya. Sudah dianggap miskin, malas pula. Keahlian menari Cokek Si Pat Mo merubah kehidupan saya. Kini, saya pede sebagai pengajar tari Cokek. Tak terbayangkan sebelumnya..."
Ungkapan emosional terungkap dari mulut Heni Liem, biasa disapa Heni, warga Cina Benteng, kelurahan Mekarsari, kec. Neglasari, kota Tenggerang, kepada penulis di sela obrolan. Siang terik nan panas, Senin, 20 Agustus 2018, tidak menghalangi siswa SMP Widya Dharma, kota Tanggerang berlatih tari Cokek Sip Pat Mo, dengan arahan Heni.Â
Berawal dari keaktifannya di koperasi Lentera Benteng Jaya (LBJ), yang difasilitasi PPSW (Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita) Jakarta, kini seni tari Cokek Sip Pat Mo menjadi tak terpisahkan dari kegiatan LBJ, dan bahkan menjadi kesenian khas kota Tenggerang. Bagaimana bisa terjadi? Padahal masyarakat selama ini menganggap "miring" tari Cokek?
Tari Cokek merupakan salah satu tari tradisional Betawi yang bersumber dari peranakan budaya Cina. Ia dilakukan dengan iringan ansambel music Gambang Kromong yang dihadirkan dalam pesta perkawinan. Gerakannya berupa tari pergaulan (social dance) dengan pelakunya anak wayang (penari cokek) bersama tamu undangan pesta perkawinan.
Sayangnya, masyarakat umum telah memandang negative tari tersebut dan mengasosiasikannya sebagai hiburan plesiran. Orang umummemandangnya seronok, erotis, seksi, dimana penari adalah penggoda tamu untuk menari bersama hingga memberikan uang.
Perlahan suami mengizinkan. Kini, ibu Vera menjadi pelatih tari Cokek bagi siswa SMP dan SMA swasta Tanggerang. Sementara Sip Pat Mo adalah pengembangan tari Cokek yang diturunkan tokoh tari tradisional, yaitu Memeh Kerawang atau Tan Gwat Nio tahun 1980 an di Jakarta (lihat penelitian IKJ, 2016).
Menurut penelusuran penelitian IKJ, di setiap gerakan tari Cokek Sip Pat Mo penuh makna dan nasehat kebajikan. Asal muasalnya merupakan tari religius yang menurut tetua, konon dipentaskan sebagai bagian upacara keagamaan di Klenteng. Oleh karenanya di dalam gerakan Sip Pat Mo, penuh keagungan dan mengandung nilai ibadah yang kuat.
Cokek dan Pemberdayaan
Melalui tari Cokek Sip Pat Mo lah, PPSW memberdayakan masyarakat Cina Benteng khususnya kaum perempuan.
Awalnya, LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang berdiri 1994 melakukan pemberdayaan social dan ekonomi masyarakat warga Cina Benteng. Seiring pergaulan yang intensif, terlihat bahwa masyarakat Cina Benteng tak bisa lepas dari budaya dan kesenian.Â