Di Undang-Undang RI no.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no.23 thn 2002 tentang perlindungan anak, telah memberikan penekanan pada kata perlindungan. Setidaknya kata perlindungan bila diartikan sebagai prinsip "safety first" bertebaran dari pertimbangan dan  pasal UU tersebut. Di pasal 1, ayat 2, ditulis sebagai berikut "Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."
Fokus atas institusi yang ramah keselamatan terhadap anak (a child-safe organization) tidak sebatas kepada penciptaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kepada anak. Lebih dari itu, bagaimana institusi berupaya menyelenggarakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak (child safe and child friendly), dimana anak merasa dihormati, dihargai dan dibimbing untuk mencapai kemampuan maksimalnya. Â Â
Diantara prinisp lembaga yang menerapkan keamanan anak adalah; adanya "risk assessment" atau deteksi dini resiko, aturan tertulis (code of conduct), prosedur teknis, kebijakan umum dan khusus yang dibagikan, perekrutan staf yang aman, dan terdapat media tempat anak bersuara. Contoh teknis implementasi prinsip di institusi yang berkaitan langsung dengan "keselamatan" anak adalah penerapan "background check" di negara maju. Yaitu penelusuran track record kepada pelaku yang bekerja dengan anak sebagai teropong  awal bahwa ia bersih dari perilaku jahat di kehidupannya. Surat Keterangan Kelakuan Baik (SKKB), surat keterangan yang diterbitkan Polri yang berisikan catatan kejahatan seseorang, layakn dintegrasikan dengan prinsip keselamatan anak yang disetujui dan patuhi semua pihak.
Pengarusutamaan prinsip "safety first" terhadap anak merupakan langkah yang tidak bisa ditawar. Ini mengingat orang yang melakukan kekerasan terhadap anak hadir dari berbagai kalangan. Ia bisa datang dari berbagai budaya, kepercayaan, agama, suku, umum, jenis kelamin, posisi social dan yang sudah menikah ataupun belum. Mereka juga bisa hadir dari yang terpelajar bahkan dari sector yang dipercaya untuk mengurus anak-anak seperti yang bekerja di sekolah. Artinya, pelaku kekerasan anak bisa hadir dari kalangan yang paling dekat sekali pun.
 Nelson Mandela mengingatkan kita bahwa anak merupakan manusia rentan terhadap kekerasan karena berbagai factor dan kondisinya,"Safety and security don't just happen, they are the result of collective consensus and public investment. We owe our children, the most vulnerable citizens in our society, a life free of violence and fear."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H