Senin, 2 Mei 2016. Hingga hari itu pihak kedutaan tidak menelponku tentang visa. Aku ragu, walau ada kepastian dari lembaga pengundang di Brazil. Keyakinanku menebal, karena tiket keberangkatanku menunjukan waktu 24.000 malam, 2 Mei, sudah diemail dan tersimpan di smartponku. Pagi itu, aku mempunyai acara di musium nasional, di jalan Merdeka, Jakarta Pusat, kawasan Monas.
Semua perlengkapan traveling tertata di koper besar. Dengan keyakinan tinggi aku berangkat ke musium bersama tas koper dan tiket ke Sao Poulo, Brasil. Tepat pukul 13.00 siang, saya pergi ke kedutaan untuk mengambil visa. Alhamdulillah, begitu sampai di sana dan menunjukan surat tanda pengambilan visa, sang petugas langsung menyodorkan pastport dan visanya. Aku diminta tanda tangan di buku pengambilan. Lega hatiku….Aman….
Tepat pukul 18.00, dengan bus way aku bertolak ke stasiun Gambir sambil menenteng koper besar untuk naik bus Damri ke bandara SOETTA. Sedikit rame di bus way – karena memang jam sibuk --, namun aku bisa masuk bus bersama koper besarku. Sesampai di Gambir, aku menenteng koper ke lokasi damri. Sedikit capek memang. Namun ini jalur ke bandara yang murah dan bebas macet..
Setelah makan malam di restoran Padang di ujung terminal D international, aku mengantri check-in di kantor pesawat Qatar Airways. Ya, itulah nama pesawat yang mengantarku ke Sao Paulo Brasil melalui bandara Doha (untuk transit).
Tertulis dalam tiket dan boarding pas, bahwa pesawat take off pukul 00.35 malam. Namun hingga jam segitu, saya belum melihat ada tanda-tanda papan pengumuman maskapai untuk memberangkatkan penumpang. Tiba-tiba suara pengeras mengumumkan bahwa karena ada masalah teknis, pasawat terlambat sekitar 45 menit. Huh…cepek hatiku. Kantukku mulai menyergap.  Penumpang lain gelisah. Mereka segera mendekati pusat informasi untuk menanyakan kejelasan keberangkatan.
Hingga akhirnya petugas memberi tahun bahwa perlu waktu 2 atau 3 jam untuk perbaikan pesawat. Semua penumpang kecewa. Mereka kesal dengan kejadian ini. Aku pun begitu. Karena dingin, aku mengambil selimut dan pergi ke luar dari ruang tunggu. Di sana banyak penumpang Qattar Airways  yang berlalu lalang dan tidur di kursi panjang. Kasihan….
Hingga akhirnya tepat pukul 03.30. maskapai Qatar Airways mengumumkan bahwa pesawat tidak bisa terbang malam itu. Gubrak….kesal hatiku untuk sekian kali.
Rasa kantuk yang tadi menyergap, kini hilang seketika. Terpaksa, aku harus bergegas mengurus penerbangan alternative. Semua penumpang diminta untuk mengurus emigrasi dan mengambil koper masing-masing dan melapor ke petugas Qatar Airwayas untuk penerbangan alternative.
Kesal. Dongkol. Semua campur aduk. Pagi yang seharusnya aku tidur lelap di dalam pesawat, kini masih sibuk antri dengan penumpang lain guna mencari alternatif pesawat ke Sao Paulo. Setelah bernegosiasi dengan petugas maskapai, akhirnya saya dan teman dialihkan ke pesawat Singapore Airlane (SQ) yang kebetulan memiliki jam penerbangan sama. Tepatnya SQ hari itu take off pukul 09.00 pagi, 3 Mei 2016, melalui transit Changi Airport (Singapura). Dari situ, sambung ke Frankfurt (Jerman), kemudian lanjut ke Sao Paulo. HUUUH…Marem banget….dan sempurna capeknya.