Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveler amatir. Menggali pengetahuan dari pengalaman terus membaginya agar bermanfaat bagi banyak khalayak..

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Terkepung Banjir

13 Januari 2014   14:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:52 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul 05.45, Senin, 13 Januari 2013, pagi hari masih serasa malam. Gelap sekali. Tidak seperti biasa, jam segitu biasanya sayup-sayup mentari telah menyembul. Ajaib, saat itu langit terlihat hitam pekat. Gerimis tampak mencicil. Turun dengan cepat, terkadang berhenti sejenak. Semenjak hari Minggu rintik hujan belum kelihatan berhenti. Semalam, ia turun sederas-derasnya selama dua jam. Saya berprasangka bahwa pasti akan ada luapan air sungai di mana-mana, termasuk sekitar areal tempat tinggalku yang diapit dua sungai besar, yaitu kali Bekasi dan sungai Cikeas.

[caption id="attachment_305745" align="aligncenter" width="465" caption="Awan gelap mewarnai Seni pagi, minggu kedua Januari 2014"][/caption]

Waduh…ampun deh. Kita tidak bisa kemana-mana nih. Saya sudah pergi hendak antar anak sekolah dan bekerja, eh, malah jalanan diblok semua. Jalan pada ditutup. Akses jalan utama ke luar komplek terkunci,” ungkap tetangga depan rumah. Pagi itu, keramaian tetangga yang berkeluh kesah tentang sulitnya keluar dari areal blok perumahan mengejutkanku. Badan yang tertutup rapih dengan pakaian kerja, dan anaknya yang siap belajar, akhirnya balik jalan ke rumah. Ia menyumpahi sendiri kalau semua jalan diblok karena genangan air sungai menutup akses jalan keluar perumahan.

Spontan, saya melongok keluar rumah dan menyimak baik-baik percakapan tetangga dengan sopirnya. Terlihat sang ayah dan anak sudah berganti kostum. Dari pakaian-rapi ke baju kaos yang biasa dipakai sehari-hari di rumah. Saya bergegas mengecek informasi terbaru dari media social. Media portal detik.com, menulis kalau perumahan Villa Nusa Indah (disingkat vilanusa) tergenangi air setinggi 80 center meter sejak pukul 11.00 malam. Kontan, saya langsung berkesimpulan bahwa perumahan Vilanusa yang teletak di Bojong Kulur, kec. Gunung Putri, kab. Bogor, terlanda  banjir. Luapan air sungai kali Bekasi dan sungai Cikeas tumpah ke sekelilingnya.

Gerimis mereda tanpa aba-aba. Meski rintikan kecil masih terasa, namun masih menembus pengendara motor dan sepeda. Alhamdulillah, blok perumahan saya di Vilanusa – yaitu di blok U – sedikit berada di tanah yang agak tinggi dari yg lainnya. Alhasil, ia hingga kini belum terkena luapan air – mudah-mudahan sih jangan sampai ya. Sejenak saya mengamati dan mengkalkulasi semua kemungkinan. Akhirnya saya putuskan untuk mengendarai motor saat mengantar anak sulungku sekalian berangkat kerja.

[caption id="attachment_305746" align="aligncenter" width="300" caption="Deretan mobil terparkir di samping jalan raya tanpa pengemudi"]

13895970201575231160
13895970201575231160
[/caption] Tepat pukul 06.45, saya berangkat dengan motor. Saya menganalisa jalan arah ke sekolah anakku – yang terletak di samping perumahan bumi Mutiara, namun masuk perkampungan -- yang akan dilalui. Setelah yakin, saya melaju. Dari analisaku jalan yang melalui pasar rakyat – biasa dikenal pasar Pocong – yang biasa saya lalui, pasti banjir. Itu karena ia persis berada di samping sungai besar. Bila ia meluap, pasti pasar tergenang. Makanya saya berkesimpulan untuk melaju melalui jalan arah Cibubur – ia persis di pintu Gerbang belakang perumahan Vilanusa. Pas kira-kira 20 meter ke arahnya, antrian mobil mengular dari dalam perumahan menuju Cibubur. Tanpa kompromi, saya alihkan motor menuju pasar Pocong. Bila paksakan melewatinya, saya dan anak pasti terlambat ke tempat tujuan. Dan, bisa-bisa motor dan pakaian saya and anakku kotor, karena terciprat kendaraan. Karena sebagian jalan berlobang dan berair.

Pas melewati pasar, ternyata lengang. Saat saya mendekat sungai di sampingya, air meninggi dan hampir menyentuh bibir tanggul. Tapi jalan di sampingnya masih bisa dilewati dan cukup sepi. Dengan kecepatan sedang, kira-kira jam 07.00 pagi saya sampai di sekolah anak sulungku. Alhamdulillah. Lega rasa hatiku. Aman anakku sudah di sekolahnya. Kini tingal saya yang harus sampai di tempat kerja.

Saat berkendara motor, otakku bekerja keras memikirkan soluasi “akan melewati jalan mana untuk bisa keluar dari perumahanku, guna menuju pintu tol Jati asih atau jalan raya Pondok Gede?”. Hari ini, agendaku adalah pergi ke arah rumah sakit Haji yang terletak di arah Taman Mini Square. Beberapa titik sudah saya ketahui keadaanya. Namun guna meengetahui sejelas-jelasnya kondisi perumahan, saya balik ke arah jalan raya vilanusa yg menuju ke arah Pondok Gede Permai hingga akhirnya ke pasar rebo yang berlokasi persis di samping jalan raya Bekasi-Pondok Gede.

Dengan kecepatan 40 kl meter perjam, saya sampai di bundaran jalan perumahan. Spontan, salah satu satpam blok perumahan menghentikan kendaraan. Ia berkata bahwa jalan raya ke arah Pondok Gede Permai dipenuhi air sungai, tepatnya di jalan anggrek. Tiba-tiba gerimis turun. Namun karena penasaran, saya tetap menerobos palang kayu dan tidak menghiraukan tetesan air hujan. Saya nekat menyusuri jalan raya untuk melihat kondisi jalan anggrek.  Pelan-pean saya pacu motor kecepatan minimal. Kanan kiri jalan raya ternyata sudah dipenuhi mobil-mobil tanpa pengendara. Kendaraaan itu diparkir perisis di tanah kosong, dan juga pinggiran jalan raya yang tidak tergenangi air. Terlihat sekolah “Harapan Bunda” sayup-sayup masih dihadiri orang tua murid. Beberapa murid sekolah tampak ragu, apakah ada pelajaran hari itu atau tidak.

[caption id="attachment_305748" align="aligncenter" width="300" caption="Perumahan laksana "]

1389597123857230087
1389597123857230087
[/caption] Beberapa meter di depan sekolah “Harapan Bunda”, tampak genangan air sudah meninggi. Motor dan kayu penghalang berdiri kokoh. Orang-orang pun – beberapa supir ojek dan penghuni perumahan – terlihat berdiri di depan luapan air sungai yang menggenangi jalan raya. Mereka berdiskusi kecil tentang waktu datangnya air yang tiba-tiba menggenai rumah dan jalan raya. Meski surut, namun jalan raya tetap tidak bisa dilalui. Sementara orang di sebelahku menyumpah dirinya sendiri karena tidak bisa melewati jalan raya tersebut guna bergegas ke arah kantornya. Saat saya sedang asyik berbincang di hadapan luapan air, tiba-tiba seorang ibu nekad berjalan menerjang luapan air guna menuju rumahnya.

Kelihatanya, rumahnya terletak beberapa meter dari jalan raya yang tergenang air sungai. Rumahnya sudah pasti tergenang air sungai. Wajahnya tampak murung. Kami yang berdiri di situ, melarang sang ibu untuk tidak menembus genangan air. Namun ia memaksakan diri berjalan di luapan air. Melubernya air sungai ke rumah dan jalan raya, sudah pasti membawa makhluk lain yang selama ini ada di sungai. Tukang ojek yang berdiri persis di sampingku bilang, kalau barusan ada ular sebesar tangan orang dewasa tertangkap persis di jalan raya menuju Pondok Gede Permai. Padahal di jalan itu, terdapat rumah-rumah dan klinik kesehatan, serta rumah makan yg berdempetan. Sementara beberapa meter di depannya ada sekolah Pergurun Al-Fajar dan masjid Siti Rawani. Gerimis terus saja turun tanpa kompromi. Guna mengindari basah, saya memakai jas hujan lengkap.

Untuk melewati jalan raya nilanusa menuju Pondok Gede Permai, tersambung dua akses jalan. Satunya lagi akses dari kampong yang berada di atas perumahan. Dua jalan ini bertemu di jalan anggrek. Saya merasa penasaran dengan titik awal luapan air sungai di jalan anggrek itu. Saya pun berbalik  arah – karena tidak mungkin melewatinya – dan mencoba melewati perkampungan atas guna sampai ke jalan anggrek. Sama dengan yang saya lalui, di situ terpampang “jalan diutup”. Tidak boleh dilewati. Saya nekad menuju ke arah jalan Anggrek. Saat sampai situ, telah berkumpul puluhan orang. Mereka tidak bisa menembus genangan air yang telah meninggi. Mobil PMI (palang merah Indonesia) dengan perahu karet sudah siap di depan genangan air. Kendaran ojek berjejer parkir di sebelahnya. Sebelumya mobil juga telah diparkir sebelah kanan dan kiri jalan tanpa sopir.  Pas, di depan kerumunan orang dan parkiran motor, air telah berwarna coklat. Keruh sekali. Kelihatannya ia bercampur dengan lumpur.

[caption id="attachment_305749" align="aligncenter" width="300" caption="Seorang ibu menerjang luapan air guna menggapai rumahnya"]

13895972781230624646
13895972781230624646
[/caption]

Saya mengamati dalam diam. Toko-toko yang berjejer di jalan anggrek – akses menuju jalan raya Pondok gede – telah tutup. Mereka ditinggal penghuninya. Sepi sekali jalan itu. Luapan air sangai telah bebas menggenangi semua bangunan yg ada disitu. Bagai hamparan sungai besar yang dipenuhi air keruh dan coklat. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan penduduk yang tinggal di perumahan dan took-toko di samping jalan itu? Meski beraroma menyedihkan, saya tetap menyakiskan anak-anak kecil yang sekolahnya diliburkan, tetap bermain air di jalanan. Yah namanya juga anak-anak…

Saya tidak tahan menyaksikan kesedihan di situ. Warga perumahan di sekitar jalan anggrek terlihat syok. Mereka sulit berkata-kata. Mungkin mereka mencoba menguatkan diri dengan keandaannya. Saat hendak mencari jalan lain ke arah Taman Mini, saya melihat seorang ibu dan anak hendak ke rumahnya di dalam sekitar jalan anggrek. Sudah pasti rumahnya kebanjiran. Mereka nekat untuk pergi kesana. Mungkin ada sesuatiu yang ingin diambilnya. Untung, di situ tersedia perahu karet. Pelan-pelan petugas PMI menjalankan perahu dan menggandeng ibu dan anaknya guna berlayar ke rumah yang berada di belakang jalan raya. Yang miris dan nggak tahu saya harus bilang apa – sulit mengungkapkannya – adalah sejumah warga yang berfoto-foto ria di tengah lupan air. Bila pegambilan foto-fotonya untuk dokementasi, sih bisa dimaklumi. Namun kelihatnnya ada orang yang mengabadikannya dengan senyum dan berbagai gaya. Seolah-olah ia tidak berempati dengan musibah. Namun malah seperti berdiri di atas penderitaan. Jangan–jangan ia ingin cepat-cepat mengupdate status media sosialnya. Saya tidak ngerti.

[caption id="attachment_305750" align="aligncenter" width="300" caption="Apa pun kondisinya, warga ingin menengok rumahnya meski banjir mengancam"]

13895973621023733888
13895973621023733888
[/caption] Supaya saya tidak memiliki pikiran macam-macan dengan situasi itu, saya hengkang secepatnya. Saya putuskan untuk mencari jalan alternaif dengan berbagai jalan tikus. Saya kendarai motor melalui arah ke pintu tol Jatiwarna. Sepanjang jalan tol JOR itulah yang saya susuri. Meski begitu, macet dan lambat tetap saja kondisinya. Semua kendaraan, baik motor dan mobil berlomba melewati jalan itu. Padahal jalannya sempit. Hujan pun turun dengan deras. Pengendara motor sebagian menepi. Saya pun ikut meminggirkan motor guna beristirahat sejenak. Kira-kiran 15 menit meneduh, saya melanjutkan hingga akhirnya sampai ke perempatan jalan sebelum pintu tol Jatiwarna. Dari situ, saya menyisir jalanan. Tetap saja setiap menemui sungai, pasti air meluap di mana-mana. Jalan pun dialihkan ke tempat lain yang lebih jauh. Saya mengikuti saja pengalihan jalan itu. Muter-muter. Hingga akhirya saya menemui kerumunan orang di bibir jalan yang bersebelahan dengan sungai atau empang. Mereka ramai-ramai sedang memancing ikan. Beberapa motor di parkir sembarangan sehingga macet tak terhindarkan.

Setelah kuperhatikan, mereka sedang mengais-ngais ikan di empang atau sungai. Dengan melubernya air sungai dan hujan deras, membuat kolam empang pancingan yang berada di sekitar sungau dan sawah meluap kemana-mana. Spontan mansyarakat pun caba-coba mencari ikan yang meloncat dari empang pemancingan. Kasihan juga ya…..pemilik emang pemancaingan itu. Rugi Bandar kali…

Tepat, pikul 09.45, saya sampai di depan rumah sakit haji Jakarta Timur. Alhamdulillah perjalanan pagi sarat makna dan pelajaran hidup…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun