[caption caption="sumber foto: megapolitan.kompas.com"][/caption]Tulisan ini adalah reaksi penulis terhadap banyaknya postingan, sharing artikel, dan komentar tentang Ahok di social media khususnya Facebook.
Seperti kita ketahui Ahok maju kembali di Pilkada DKI Jakarta yang akan dihelat tahun depan. Berbagai kalangan (setahu penulis) dari orang biasa sampai orang luar biasa dengan semangat menggebu-gebu menolak Ahok kembali jadi Gubernur.
Yang membuat risih karena dalam pemberitaan itu sudah sangat menyentuh sensitifitas isu SARA, black campaign, fitnah, menggunjing, dan menjelek-jelekkan orang secara personal.
Isu-isu yang mudah diangkat seperti karena Ahok non muslim (baca saja: kafir), Ahok terlibat korupsi seperti kasus RS Sumber Waras, dan kebijakan-kebijakannya sebagai petahana yang dianggap tidak manusiawi. Benar atau tidak, entahlah saya sendiri tak akan membahas hal itu.
Propaganda ada dimana-mana agar Ahok gagal menjadi Gubernur DKI (lagi). Pertanyannya, kalau Ahok gagal menduduki DKI 1 lantas siapa yang pantas? Berkoar-koar menolak yang mereka anggap buruk, tapi tak satupun calon pemimpin yang dianggap baik yang mereka ajukan. Jika Anda lihat penolakan Ahok di televisi (jika ada), di media online, dan sosial media adakah mereka mengajukan nama yang lebih pantas dari Ahok? Tidak ada sama sekali!
Tolong, sebut nama selain Ahok!
Pemimpin idaman seperti Bupati Batang, Walikota Bandung, dan Walikota Surabaya sudah menolak dicalonkan dalam Pilkada DKI nanti. Meskipun arus politik mungkin berubah cepat dan mereka bersedia, akankah nama mereka disebut oleh para 'penolak' Ahok?
Didomplangi musuh politik atau gerakan murni kesadaran masyarakat, penulis rasa tak mungkin Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tak memiliki pemimpin. Dengan semangat membara pula penulis bertanya, siapa yang lebih pantas jadi Gubernur Jakarta dan layak dipilih tahun depan?
Ada beberapa pendapat penulis yang mungkin menyebabkan mereka melakukan hal itu. Mudah-mudahan setelah ini ada satu, dua atau tiga nama yang bisa disebutkan.
Ahok Sudah Terlanjur Populer
Dengan gaya kepemimpinannya, gaya bahasanya serta cara berbicaranya, Ahok sudah sangat populer dan melekat di hati masyarakat Jakarta. Saya rasa jika orang Jakarta ditanya satu persatu tentang Ahok maka yang akan mereka permasalahkan adalah hanya gaya bicaranya saja, mungkin. Dan di zaman 'hedonis' ini sedikit orang saja yang peduli pada mereka yang tertindas akibat kebijakan-kebijakan Ahok.
Ahok Didukung Parpol Besar
PDI Perjuangan dan Golkar sepertinya sudah mantap mendukung Ahok mengamankan tahta di DKI. Mungkin ada partai besar lain yang akan mendukung. Dengan sokongan dua parpol yang memiliki basis besar tersebut sangat mungkin sekali Ahok bisa terpilih dengan satu putaran saja.
Galaunya Lawan Politik
Belum padu dan kompaknya lawan politik mendukung calon yang diusung mempengaruhi mentalitas simpatisan maupun relawan untuk menyuarakan nama yang diusung.
Kurang Mengenali Calon Lain
Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Adiyaksa Dault, bahkan Ahmad Dhani yang digadang-gadang akan maju melawan Gubernur incumbent belum banyak 'dikenal' masyarakat. Hal ini membuat masyarakat Jakarta ragu apakah mereka mampu memimpin Jakarta lebih baik.
Untuk penolak Ahok semestinya mengenali calon lain seperti nama-nama di atas dan mendukung penuh jika dianggap sudah pantas. Buat nama-nama di atas populer seperti Ahok atau Jessica di kasus kopi sianida.
Sadar atau tidak, saat mereka menolak Ahok dengan berbagai cara maka saat itu pulalah kepopulerannya bertambah. Masyarakat akan makin penasaran dan mencari informasi apakah benar berita negatif itu atau salahkah berita positif itu.
Jangan sampai cara menolak yang berlebihan menggambarkan rasa cinta yang salah jalan. Ingat sekali satu pepatah, 'barang siapa yang mencintai sesuatu, maka ia akan sering menyebut-nyebutnya'.
Tulisan ini hanya reaksi pemberitaan di social media dan penulis pernah mengungkapkan melalui posting 'status'. Tak ada niat mendukung Ahok apalagi menjatuhkannya. Tak ada niat menghina salah satu unsur SARA, karena yang penulis pahami adalah 'Manusia yang paling mulia di mata Tuhan, Allah swt, adalah manusia yang paling tinggi ketakwaannya.'
Dan satu lagi, tulisan ini sangatlah netral karena penulis tak akan memilih Ahok atau yang lain atau abstain karena penulis bukan warga Jakarta.
Sekedar curahan hati saja, semoga dapat diterima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H