Asumsi saya, pabrik-pabrik besar dapat memberikan dampak pada dua hal tersebut di atas. Kasarnya, para buruh pabrik lebih menghasilkan uang dibanding buruh lain, sehingga perlakuannya berbeda. Semoga saja kebijakan pemerintah terhadap upah buruh lebih baik dan mecakup seluruh jenis buruh yang ada.
Antara KHL dan GHL
Melihat pemberitaan media pada saat memperingat hari buruh dengan menuntut upah yang layak, ada satu hal yang lucu menurut saya. KHL yang diajukan serikat buruh kepada pemerintah lebih condong pada Gaya Hidup Layak (GHL) para buruh seperti permintaan minyak wangi, minyak rambut, hingga tiket nonton bioskop perbulannya.
Ditambah lagi dengan fenomena buruh ‘trendy’. Sobat pernah lihat demo buruh dimana para pendemo banyak yang menggunakan motor sport atau motor mahal yang cicilannya lebih besar dari alokasi biaya transportasi dalam KHL?
Saya kira wajar karena setiap orang memiliki kepuasan hidup yang berbeda-beda. Mungkin secara kebetulan banyak buruh pabrik yang puas memiliki barang berharga yang diidamkan. Dan itu semua mereka raih dengan perjuangan upah yang layak dan manajemen keuangan yang baik.
Tak pernah ada batasnya jika gaya hidup yang layak dijadikan acuan pengupahan buruh. Dapat dipastikan setiap tahunnya selalu ada kenaikan upah buruh.
Peringkat Upah Terrendah
Meskipun setiap tahun ada kenaikkan, menuntut upah yang layak tidaklah mudah. Ada negosiasi alot antara serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Untuk urutan atau peringkat upah buruh di dunia, Indonesia masih termasuk paling rendah dibanding negara lain.
Mengutip dari www.boombastis.com berikut negara pemberi upah terrendah di dunia:
- Sierra Leone. Gaji buruh di sana hanya 500 rupiah per jam atau Rp. 70.000 perbulan. Waw, cukup buat apa ya?
- Kamboja. Upah buruh 18.270 rupiah perhari atau sekitar Rp 365.400 perbulan.
- India. Satu jam buruh di India dibayar Rp 3.000 atau Rp 420.000 perbulan.
- Afganistan. Buruh di Afganistan mendapat upah Rp 6.270 per jam atau sekitar Rp 877.000 perbulan.
- Indonesia. Buruh di negara kita dibayar Rp 8.000 per jam atau sekitar Rp 1.120.000 per bulan.
Perhitungan di atas merupakan rata-rata dalam suatu negara dengan asumsi 7 jam kerja per hari dalam 20 hari kerja satu bulan.
Buruh Indonesia patut ‘bersyukur’ karena tidak meraih peringkat upah terrendah di dunia. Sekaligus terus berjuang mendapatkan hak yang layak. Indonesia masih jauh kalah oleh Vietnam yang membayar buruh Rp 35.000 per jam atau sekitar Rp 4.900.000 per bulan.
Gaji pokok PNS golongan III A juga kalah ya. Hihihi.
Artikel ini dapat dibaca juga di IDNations.com