Wajar kalau Assosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), berang dan berencana memboikot turnamen yang sedang dan akan bergulir jika tidak ada kejelasan akan bergulirnya kompetisi. Sebab, turnamen-turnamen yang sudah bergulir selama Indonesia disanksi FIFA, gagal memenuhi ekspektasi BOPI terlebih bagi pemain di kompetisi bawah, seperti yang disebut ketua APPI di sebuah media online berikut:
Ada ribuan pemain dan ratusan pelatih yang akhirnya harus menganggur setelah PSSI memutuskan untuk menghentikan seluruh kompetisi sepak bola nasional pada 2 Mei lalu. (Jawa Pos)
Tapi Plis, BOPI jangan membodoh-bodohi orang apalagi yang dari sononya sudah demikian. Sebagaimana diketahui, kompetisi dihentikan PSSI karena mendapat tekanan dari Pemerintah. Bahkan sebelumnya, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) tidak memberi rekomendasi ke pertandingan-pertandingan ISL 2015 agar tidak mendapat jaminan keamanan dari pihak Kepolisian. Kebayang gak kalau sebuah keramaian, apalagi lingkupnya nasional tidak dijamin keamanannya oleh pihak Kepolisian. Di salah satu media online, mantan punggawa Timnas itu juga mengatakan
"Sangat disayangkan sekali sikap keras kepala PT Liga yang enggan memenuhi syarat dari pemerintah untuk berkoordinasi dengan Tim Transisi. Jika mereka mau sedikit saja menghilangkan ego, pasti ISL 2016 akan bergulir" (goal.com). Selanjutnya, "Kita sebagai pemain merasa dipermainkan oleh mereka yang duduk anteng di atas sana. Kami sudah cukup bersabar menunggu kepastian. Jika memang tidak ada kepastian, maka sebaiknya pemain harus mulai berpikir untuk memboikot sepakbola nasional".Â
Apa lagi ini, Bukankah sebelum membelot ke Tim Transisi, APPI juga adalah anggota sah PSSI yang pastinya juga tahu aturan FIFA yang tidak mengenal pihak ketiga, lalu kenapa APPI malah menuntut PT LI agar mau berkoordinasi dengan Tim Transisi?
Bukan rahasia lagi, jika APPI sudah larut dalam konflik sepakbola nasional, dan sudah terlibat Politik Praktis dengan pihak Kemenpora. Maka tidak heran, APPI sekarang aroma Politiknya malah lebih kuat dari Perjuangan membela hak anggotanya. APPI memang menyatakan bahwa tindakan memboikot turnamen adalah upaya membela dapur pemain di kompetisi terbawah, tapi benarkah demikian?
Yang dimaksud kompetisi bawah adalah kompetisi divisi I sampai III. Sedangkan kompetisi Profesional di negeri ini hanya ISL dan Divisi Utama, Divisi 1 sampai 3 dianggap kompetisi Amatir. Nah, apakah pesepakbola Amatir juga adalah anggota APPI yang menyebut dirinya Assosiasi Pesepakbola "Profesional" Indonesia? Jika Pemain yang dimaksud adalah Pesepakbola dari klub Divisi Utama, bukankah Piala Kemerdekaan dan nantinya Piala Bung Karno akan mengakomodir klub Divisi Utama?
Dengan komentar-komentar diatas, sangat jelas bahwa APPI sedang menyerang PT LI, dan kesan agar PT LI segera menggelar kompetisi sangat terasa dengan kalimat "PT LI keras kepala dan harusnya memenuhi permintaan Pemerintah dengan berkoordinasi dengan Tim Transisi". Anehnya, jika sejak awal APPI mendukun Tim Transisi yang dianggap mengambil sementara peran PSSI, harusnya yang mereka tuntut menggelar kompetisi adalah Tim Transisi, bukan PT LI.
Seperti yang disebutkan diatas, turnamen yang digelar selama ini memang tidak memberi kepastian bagi pesepakbola. Namun, karena APPI menyasar PT LI yang dianggap sudah beku dan tidak layak menggelar kompetisi lagi, APPI malah terkesan hanya ingin mencari sensasi saja. Masalah dapur, ah itu mah sudah menjadi hal biasa bagi mereka. Jika memang murni karena ingin mencari kepastian, maka wajar jika tindakan APPI ini disebut karena APPI mulai Panas Dingin karena tindakannya yang mengabaikan Tim Ad-Hoc bentukan FIFA beberapa waktu kemaren.
Â
Sumber Gambar: Tribun News