Mohon tunggu...
Waldy
Waldy Mohon Tunggu... -

Slow but Sure

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tim Ad-Hoc Takut, atau Menpora yang Menjajah?

18 Desember 2015   19:56 Diperbarui: 19 Desember 2015   12:57 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa Kemerdekaan itu iyalah hak segala bangsa. Maka, perjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan pri-kemanusiaan dan pri-keadilan. UU No 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional juga menyebutkan:

"Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk: melakukan kegiatan olahraga, memperoleh pelayanan dalam kegiatan olahraga, memilih dan mengikuti jenis dan cabor yang sesuai bakat dan minatnya, memperoleh pengarahan, dukungan, bimbingan, pembinaan dan pengembangan dalam keolahragaan, dan juga menjadi pelaku olahraga, pengembangan dan industri olahraga".

Selain daripada itu, negara harusnya juga berkewajiban melindungi setiap insan olahraga di negeri ini. Namun apa mau dikata, kemerdekaan yang diamanahkan UUD 1945 ini ternyata hanya berlaku bagi bangsa-bangsa diluar Indonesia, sebagaimana disebut dengan "hak segala bangsa, maka pejajahan diatas dunia harus dihapuskan". Sebab, sudah bukan rahasia lagi jika dalam konflik antara PSSI dan Kemenpora saat ini, Menpora Imam Nahrawi bertindak layaknya seorang penjajah di negerinya sendiri.

Kisruh sebenarnya berawal dari isu mafia di sepakbola nasional. Namun, karena tidak dapat dibuktikan (atau memang tidak ada), isu dua klub ilegal (kloningan) pun digulirkan setelahnya. Isu ini terbilang cukup berhasil, sebab sejak saat itu, kompetisi sepakbola yang masih seumur jagung pun terpaksa dihentikan. Selanjutnya. Entah karena apa, kedua klub yang disebut "nila setitik dalam susu sebelanga" tersebut tidak tersentuh, dan malah dirangkul sendiri oleh pihak Tim Transisi yang dibentuk Menpora Imam Nahrawi.

Selesai disitu (mungkin kedua klub tersebut terlalu kuat) isu Tata Kelola sepakbola pun datang entah dari mana. Apa yang sebenarnya dimaksud Menpora soal Tata Kelola PSSI, sampai saat ini sebenarnya masih belum jelas, ada yang bilang PSSI tidak becus mengurus sepakbola. Ada juga yang bilang bukan tidak becus, hanya saja Menpora tidak rela jika yang mengurus sepakbola masih tetap mereka-mereka yang saat ini berada di PSSI.

Jika tujuan Menpora sebenarnya hanya ingin menggusur orang-orang dalam PSSI. Maka benar, hal tersebut memang layak disebut sebagai penjajahan, lebih lagi di UU SKN disebut bahwa siapa saja berhak menjadi pelaku pengembangan dan industri olahraga nasional tanpa diskriminasi. Maka dengan itu, Menpora telah mengangkangi UU No 3 tahun 2005 dan Pembukaan UUD 1945  sebagaimana yang dituliskan diatas.

Selain daripada itu, beberapa waktu lalu sempat tersiar kabar jika tim Ad-Hock yang baru dibentuk FIFA melalui Agum Gumelar "takut" berkomunikasi (bertemu) dengan pihak Pemerintah, sebab "katanya" memang ada yang disembunyikan oleh pihak PSSI dalam hal ini tim Ad-Hock. Kebenaran akan hal tersebut sangat layak dipertanyakan, sebab sudah lajim bagi PSSI sejak konflik ini bergulir, tidak mendapat sambutan yang baik ketika ingin berkomunikasi dengan pihak Menpora. Di banyak kesempatan (berkomunikasi), Menpora kerap beralasan agar tidak bertemu dengan pihak PSSI. Mustahil bagi Tim Ad-Hoc apalagi Agum Gumelar takut bertemu dengan Presiden apalagi Menpora, sedangkan itu sendiri merupakan instruksi dari FIFA yang membentuk mereka sesuai dengan TOR yang telah disepakati.

Selaku sebuah negara yang mengagung-agungkan hukum dan juga menyatakan dirinya sebagai negara hukum, pemerintah harusnya menjungjung tinggi aturan yang telah dibuat juga dalam UU SKN sebagai patokan Keolahragaan nasional, yakni "Pemerintah berkewajiban mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan Keolahragaan (pasal 13), dan "induk organisasi cabor dan komite nasional bersifat mandiri (pasal 36 ayat 3) bukan seperti yang dilakukan saat ini.

 

*Sumber Foto: Facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun