SELAMAT HARI KARTINI
Seratus empat puluh dua tahun yang lalu mutiara itu dilahirkan di bumi Jepara. Tidak ada yang mengira bahwa dia akan mengubah dunia dalam 25 tahun hidupnya.Â
"... karena ada bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh. Demikianlah hidup manusia pula".
Mungkin jika Kartini tidak menulis surat-surat itu kepada sahabatnya di Belanda, emansipasi wanita tidak akan pernah berdengung keras di seluruh nusantara. Jika Kartini tidak bertahan dalam derita perjuangannya, mungkinkah kita perempuan sadar akan keistimewaan yang kita punya? Entahlah.Â
Yang saya tahu, kita semua sudah mentahbiskannya sebagai ikon perjuangan perempuan.
Titik tolak perjuangan Kartini saat itu adalah menggugat kemerdekaan pendidikan bagi kaumnya perempuan. Yang terpasung akibat sistem patriarkal yang just. Ia menginginkan agar kami perempuan bisa berdiri sama tinggi dan duduk sama rata dengan kaum laki-laki.Â
Sekarang, semua itu sudah terlaksana. Dunia sudah berubah. Perempuan mendapatkan apa yang diinginkannya. Meski masih ada juga sisi persoalan perempuan yang belum tuntas.
Lalu, apa yang bisa kita refleksikan sekarang?
Mendidik seorang manusia itu perlu kehati-hatian. Apalagi mendidik seorang perempuan. Banyak aturan dan kaidah masyarakat, adat budaya yang perlu diperhatikan oleh orangtua. Jangan sampai membuat anak perempuannya menjadi sumber kemalangan dan aib keluarga.Â
Sulit memang menjadi perempuan. Mereka mendapatkan begitu banyak peran yang harus dilakoni dalam hidup sekali waktu, namun seringkali tidak mendapatkan penghargaan yang selayaknya dan sepantasnya dari apa yang telah dilakukannya.