Mohon tunggu...
Desi Fitria
Desi Fitria Mohon Tunggu... pegawai negeri -

ibu, istri, anak dan bu guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cerita Jokowi dan Ahok

14 Desember 2013   09:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:57 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah beberapa lama mendengar yang bagus-bagus dan menyenangkan tentang Jokowi, hati ini terantuk ketika sebuah tulisan tentang Jokowi yang diduga korupsi 20 milyar, tertangkap mata di media ini, beberapa waktu lalu. Tetapi hati ini agak sedikit terobati lagi dengan kabar terbaru yang mengatakan Jokowi masuk pemimpin paling berpengaruh di dunia tahun 2013. Seribu terima kasih dihaturkan kepada pembawa kabar bagus tersebut.

Bukan apa-apa, seperti banyak masyarakat Indonesia saat ini yang kagum dan menempatkan Pak Jokowi di top survey capres 2014, saya-pun demikian. Dan saya bukan basisnya wong cilik yang menyukai Jokowi karena alasan partai. Saya menyukai Jokowi karena sepanjang pengetahuan saya yang terbatas tentang tokoh-tokoh bangsa Indonesia masa kini, ia-lah yang menurut saya, sebagai satu-satunya yang paling mirip dengan seseorang.

Pertama, tentang kesederhanaannya.
Dalam akun twitter yang pernah saya baca, Jokowi menulis, ingin sederhana dalam kesederhanaan. Itulah yang dirindukan kami, rakyat Indonesia dari pemimpinnya saat ini. Saat kami melihat pemimpin yang sederhana, kami merasa bahwa pemimpin kami mampu menyentuh dan merasai kehidupan sulit yang biasa kami jalani. Dan itu pula-lah yang tidak ada dalam figur-figur tokoh selain Jokowi. Maaf, bagaimana kami akan percaya pemimpin kami serupa dengan kami, kalau untuk pernikahan putranya saja memerlukan bermilyar-milyar dana atau pesta tujuh hari tujuh malam. Maaf, sekali lagi maaf. Kalau pemimpin kami selalu terlihat memakai jas rapi, sementara kami tahu, kata Pak FA, satu harga jas yang menengahpun, harganya belasan juta, seharga gaji kami satu tahun. Jokowi belum memperlihatkan hal itu. Moga-moga untuk seterusnya demikian.

Kedua, tentang blusukannya.
Yap, mungkin karena alasan protokoler, maka blusukan susah dijalankan. Tapi mengapa Jokowi bisa, dan yang lainnya tidak, mengapa? Saya yang bukan pejabat, tak bisa menjawabnya.
Ada rasa senang di hati ini, ketika melihat pemimpin kami turut berkotor-kotor dengan kami. Misal, mengetahui bahwa susah rasanya kalau musim penghujan kebanjiran, kesulitan makanan dan kerusakan rumah kami. Hati kami yang sakit, agak terobati karena pemimpin kami menunjukkan prihatin dengan datang menjenguk kami. Saya melihat itu sedikit ada pada Pak Jokowi.

Terakhir, mau titip pesan pada Pak Jokowi, walaupun anda lembut dan ramah, anda harus keras kepada ketidak benaran. Inilah yang saya merasa pak Jokowi belum ada setara-nya dengan idola saya. Bahkan sikap keras ini lebih ditunjukkan Ahok yang berani memarahi dan siap dimarahi karena suatu kesalahan. Bravo untuk Ahok karena hal tersebut.

Bagaimana kalau Jokowi-Ahok maju saja sebagai pasangan di pilpres mendatang?! Tetapi menjalankan roda pemerintahan memang tidak cukup dengan pencitraan saja. Saya mau menunggu, kalau tidak sekarang, setidaknya 2019 nanti, kalau ada umur, Jokowi-Ahok bisa disandingkan. Itu juga kalau konsistensi mereka masih berlanjut sampai selesai masa bakti. Kita tunggu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun