Bukankah telah jelas jika tembakau super cap gorila ini telah memberikan dampak bagi kesehatan, dan sudah sepantasnya tembakau super cap gorila dan sejenisnya tidak dibiarkan bebas beredar untuk dikonsumsi sebagai rokok tanpa pengendalian
Hal ini sebagaimana amanat dalam Pasal 199 ayat (1) UU 36/2009, yang menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Frase “...peringatan kesehatan berbentuk gambar...” dimaksud tentunya bukan sekedar gambar biasa, melainkan harus memenuhi kriteria yang telah diamanatkan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 41 Tahun 2013 tentang Pengawasan Produk Tembakau Yang Beredar, Pencantuman Peringatan Kesehatan Dalam Iklan dan Kemasan Produk Tembakau, dan Promosi.
Pengendalian tembakau lainnya jika merujuk pula pada ketentuan UU 36/2009, tidak melepaskan pula sanksi bagi para penikmatnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan amanat Pasal 199 ayat (2) UU 36/2009, yang menyatakan: “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)”.
Amanat hukum demikian seyogyanya tetap ditegakan demi memenuhi rasa keadilan, jangan menunggu peredaran tembakau super cap gorila beredar dan berdampak sedemikian luas bagi kesehatan dikalangan masyarakat Indonesia, atau apa perlu menunggu terlebih dahulu negara ini menetapkan “status darurat tembakau super cap gorila”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H