Mohon tunggu...
Idha Nurwahida
Idha Nurwahida Mohon Tunggu... -

jika aku tdk bsa menjadi sesuatu maka setidaknya aku bisa melakukan sesuatu"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demo, Sudah Terlalu Biasa Bagi Kami

29 Maret 2012   08:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:18 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kawan, tahukah kalian dimana aku sekarang???

Aku di rumah. Lebih tepatnya di sebuah kamar kost-kostan depan kampus UNM Parang Tambung Makassar. Aku memang di rumah tapi sesak dan riuh mahasiswa yang berdemo menolak kenaikan BBM sampai di sini. Betapa tidak, jarak dari sini ke kampus Oemar Bakri itu kurang dari 17 meteran saja. Asap mengepul dan bau ban terbakar pekat mengganggu indera penciuman. Mengganggu, memang sangat mengganggu. tapi ini sudah sangat biasa kami. Ya, bagi kami yang pendatang maupun penduduk pribumi di sini. Aktivitas berjalan seperti biasa. Mahasiswa yang tidak ikut berdemo masih sempat kuliah, praktikum, dan berdiskusi di kelas. gerbang Kampus memang ditutup. Tapi toch tidak ngaruh, masih seperti biasa. Bahkan ibu-ibu masih sempat membeli ikan di penjual ikan keliling. Bergosip di teras rumah sambil menggendong anak mereka yang masih kecil. Bapak-bapak yang usianya renta hanya membantu memperingatkan pengguna jalan ‘lorong” bahwa akses jalan menuju depan kampus tutup. Itu saja, selebihnya semua seperti tak ada apa-apa. Mungkin memang ini sudah sangat biasa.

Demo penolakan BBM yang terjadi di Makassar hampir 1 pekan ini sudah menjadi lumrah rupanya. Buktinya dapat dilihat di atas, dapat dilihat dari kudengar dari obrolan bapak-bapak yang ronda tiap malam yang bercerita riuh soal demo. Berdiskusi soal BBM. Berdialog dalam bentuk yang lebih tradisional di bawah naungan sinar bulan. Kemarin malam ketika aku lewat, aku sempat mendengar kalimat ini, “mahasiswa mungkin sudah capek makanya membakar mi juga.” Dengan aksen Makassar yang kental dan nada yang besar cukup membuatku membuat antenna telingaku terpana. Perkataan itu sontak menimbulkan pertanyaan di kepalaku. “Apakah masyarakat mendukung tindakan mahasiswa yang anarkis???” Apakah masyarakat juga sudah pasrah dengan keadaan seperti ini??? Pertanyaan ini justru akan sangat kontra dengan peristiwa bentrok antara mahasiswa UIN dan masyarakat kemarin. Pertanyaan ini akan ini akan dijawab “Tidak” oleh sebagian besar pengguna jalan, pemilik Minimarket, pemilik Kios, pegawai SPBU, pengemudi pete-pete, penumpang yang terjebak macet selama berjam-jam, ibu-ibu mahasiswa di kampong yang tak berhenti menelfon anaknya karena cemas melihat situasi yang menurut saya lebih anarkis ditonton lewat tv dibandingkan secara langsung, orang-orang yang berdiri di trotoar menonton kejadian secara Live dan orang-orang yang nonton tv dari berbagai daerah di Indonesia. Siapa sich yang suka dengan tindakan lempar batu, pemblokiran jalan, dan penjarahan??? Tidak ada. Saya yakin semua cinta damai. Adakah pernyataan bapak tadi adalah bentuk “KEPASRAHAN” dari rakyat kecil yang menyerahkan semuanya kepada mahasiswa??? Adakah mahasiswa sadar jikalau tindakan anarkis mereka juga menimbulkan kecemasan di masyarakat??? Namun Apapun itu, aku tidak menjudge mahasiswa ataupun masyarakat. Hidup mahasiswa. Hidup rakyat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun