Hingga sampailah saya di sepertiga akhir film, dimana Gibson mengeluarkan semua kartu AS yang dia miliki. Pertempuran di medan perang yang teramat vulgar dan penuh darah, teriakan pasukan Amerika yang terluka, hingga perjuangan Desmond yang berusaha menyelamatkan kawan dan lawannya.
Gak usah stress duluan kalau Hacksaw Ridge bakal banjir dialog-dialog serius bikin pusing pala sinchan. Saya ucapkan terima kasih sekagum-kagumnya kepada duet screenplay Robert Schenkkan – Andrew Knight yang bisa menciptakan biopic kisah nyata ini menjadi film yang renyah dan penuh gelak tawa. Dialog saat Desmond dan Smitty lagi ngumpet dari pasukan Jepang, sambil makan makanan kaleng adalah salah satu favorit saya ;). Dan apalah arti sebuah film perang tanpa cinematography, costum dan scoring yang cemerlang?Iya, Hacksaw Ridge memiliki semua poin keren itu.
Andrew Garfield is a miracle!
Percayalah, dulu saya termasuk penonton yang biasa saja dengan dedek berlesung pipi yang satu ini. Akting Andrew di The Social Network, The Amazing Spider-Man hingga 99 Homes -walau banyak yang memuji- belum sanggup membuat hati saya berdesir. Hingga akhirnya saya menyaksikan dia memerankan sosok Desmond Doss dengan begiiiiii *harus panjang i-nya* tu sempurnah.
Cara Andrew bertransformasi disepanjang film nyaris tanpa celah. Dengan muka yang lugu dan aksen Virginia yang unik campur menggemaskan, membuat saya lupa klo doi keturunan Inggris. Perhatikan segala macam ekspresi yang Andrew ciptakan di film ini, total and out of the box. Bagaimana saat Desmond jatuh cinta. Bagaimana saat Desmond merasa terasing di camp pelatihan, juga saat Desmond menjalani neraka yang sesungguhnya, ‘bertempur’ dengan pasukan Jepang di medan perang.
Dan kegemilangan Andrew di Hacksaw Ridge tak akan sempurna tanpa adanya chemistry yang amazing dengan Teresa Palmer, Vince Vaugh, Luke Bracey, Sam Worthington hingga Hugo Weaving, yang memerankan Tom Doss. Kalau biasanya saya lihat Hugo mainin karakter yang likeable, di film ini beliau memberikan penampilan yang dark dan penuh emosi sebagai Ayah Desmond. Depresinya dapet, galaunya berasa dan sedihnya nampol ke relung hati. Dua jempol, om!
Jangan risaukan suara tembakan yang memekikan telinga dan simbahan darah yang terus-menerus mengalir. Karena bagi saya, Hacksaw Ridge adalah sebuah film reliji yang sesungguhnya. Tak terbesitkan di otak saya yang dangkal ini, bisa menemukan sosok sekeren Desmond. Dia memang saklek dan teguh dengan keimanannya, namun Doss tidak pernah sedikitpun menganggap dirinya lebih suci dari orang lain. Karena misi hidupnya hanya satu, menolong orang lain.
Apapun agamamu. Tak peduli darimana asalmu. Biarlah kemanusiaan yang menyatukan kita. Right, Doss?
Terima kasih Mel Gibson, sudah membuat film yang bikin saya mbrebes mili nggak kelar-kelar hingga keluar bioskop dan berniat menonton untuk kedua kalinya. Kalaupun tahun depan Hollywood masih “ngambek” sama si om dan nggak ngasih Oscar, saya sudah kasih kasih duluan cinta saya seutuhnya untuk film ini... eeeaaaaa.
Buat om..tante…encang-encing…nyak babe, tolong JANGAN ajak putra-putrinya nonton bareng ya.