[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Laksamana Yi Sun Sin"][/caption] “Ambil pedangmu…dan gunung akan bergetar. Ayunkan pedangmu, maka laut akan terbelah” _____ Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk memutuskan menonton film besutan Kim Han Min ini dibandingkan 2 pesaingnya, “Detective Conan: Dimensional Sniper” atau “Mardaani” yang sebenarnya juga sudah saya nantikan kehadirannya di layar bioskop. Salah satu alasannya, karena menonton 3 film bioskop sekaligus di tanggal tua sangat tidak dianjurkan demi kesehatan dompet dan jantung saya. Okesip, kita kembali ke film yang sudah melanglangbuana hingga ke Amerika Utara dan akhirnya dinobatkan sebagai “Box Office Sepanjang Masa” di kampung halamannya, Korea Selatan. FYI aja, “Roaring Currents” diangkat dari kisah nyata yang lebih dikenal dengan nama “Battle of Myeongnyang”, karena perang tersebut terjadi di Selat Myeongnyang. Bersetting pada tahun 1597, tepatnya abad ke-16, dinasti Joseon, Saat itu Korea harus menghadapi serangan kekaisaran Jepang yang sangat kuat, baik darat maupun lautan. Adalah seorang Laksamana Yi Sun-shin (Admiral Yi), yang sudah beberapa kali berhasil memimpin pasukan untuk memukul mundur angkatan laut kekaisaran Jepang, meski jumlah armada kapal perangnya lebih sedikit. Di awal kisah diceritakan bahwa Admiral Yi sempat ditahan karena dianggap melawan perintah raja. Namun karena situasi darurat dimana Jepang ingin menguasai dinasti Joseon, Admiral Yi kembali ditugaskan untuk memimpin angkatan laut. Akibat perang-perang sebelumnya, hanya ada 12 kapal perang Korea yang tersisa. Sementara Jepang dibawah pimpinan “Raja Bajak Laut” Jendral Kurushima, sudah siap menggempur perairan Korea Selatan dengan lebih dari 300 kapal. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Jendral Kurushima"][/caption] Sanggupkah Admiral Yi memukul mundur musuh-musuhnya?Silahkan cari artikel sejarah tentang Perang Myeongnyang di mbah google, maka Anda akan temukan jawabannya.... Yup, memang bukan itu inti dari film yang berdurasi 2 jam ini. Melainkan tak-tik, nilai patriotisme dan nasionalisme bangsa Korealah yang seakan ingin ditularkan oleh Kim Han Min sebagai sang sutradara. Kim juga 'mengenalkan kembali' sosok seorang Laksamana yang pada jamannya hingga sekarang masih dihormati dan disegani diseluruh penjuru negeri dengan cara yang tidak kaku. Rasa takut, mata-mata, intrik dalam tubuh kemiliteran, hubungan keluarga hingga perang batin yang bergejolak dari Admiral Yi sendiri, menjadi sajian utama yang berhasil disandingkan dengan serasi tanpa mengurangi feel “naval battle” dari film ini. Iyes, walau efek CGI-nya masih terlihat, ledakan meriam…kibasan pedang hingga air pasang yang menggila tetap memberikan aroma pertempuran yang memukau. Tunggu saja hingga Anda sampai pada scene dimana Kurushima “menyerah” kepada Admiral Yi. Sepasang suami-istri berkebangsaan Korea yang duduk di barisan samping saya, sampai berteriak dan memalingkan wajah mereka cukup lama. [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Awas ada mata-mata!"][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Intrik dalam armada perang Jepang"][/caption] Apakah Roaring Currents banyak adegan sadis?Pastinya. Sesadis akting dari para pemainnya.... Cinta pertama saya dengan Choi Min Sik yang memerankan tokoh Admiral Yi, adalah ketika saya dibuat melongo dan menyumpahin karakter yang beliau perankan dalam “Oldboy” (2003) dan “I Saw The Devil” (2010). Sementara saya semakin terpesona dengan charisma Ryu Seung Ryong ketika menyaksikan “War of The Arrows” (2011) dan film drama yang membanjiri kamar gara-gara air mata saya, “Miracle in Cell No.7” (2013). Dua nama actor veteran yang sudah tidak asing bagi penikmat drama & film Korea. Memang tidak mudah bagi saya untuk terlena dengan film berlatar peperangan, karena hanya segelintir film perang yang sanggup membuat mata saya tetap terjaga dari awal hingga akhir. Dan Roaring Currents sangup melakukannya. Dan film ini berhasil mengajak saya sedikit bernostalgia dengan salah satu masterpiece milik Akira Kurosawa, “Ran” (1985). Keduanya sama-sama film yang indah. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="12 vs 330"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H