Copras Capres kali ini memang dihadapkan pada pertarungan diametral yang diikuti 2 pasangan calon. Nomor urut 1 Prabowo-Hatta versus Jokowi-JK nomor urut 2. Pertarungan 2 pasangan calon presiden ini adalah bagian dari proses demokratisasi di Indonesia yang saya yakini akan menuju ke arah lebih baik dari waktu ke waktu.
Kalaupun hal itu tidaklah mudah karena terkait dengan kesiapan masyarakat untuk belajar dewasa menghadapi perbedaan pilihan diantara mereka. Pemilih sudah seharusnya menentukan pilihan bukan sekedar pada afiliasi ideologi atau sentimen tertentu, tapi pilihan ditentukan pada aspek aspek rasional tentang kedua pasangan Capres tersebut. Tentu keduanya memiliki plus minus baik secara personal maupun dari rekam jejaknya.
Siapapun Pemilih yang sudah menentukan pilihan terhadap Capres tertentu selayaknya tidak tersinggung ketika Capres idolanya mendapat kritik apalagi sampe kesurupan he..he.., alih alih berbeda pilihan adalah Hak Asasi Manusia, membenci kepada orang yg berbeda pilihan adalah gejala fasisme juga lho.
Diantara dua capres tersebut, orang paling enggan melihat sisi positif dari Prabowo. Stigmatisasi figur buram sbg penculik dan pelanggar HAM sulit hilang dari benak masyarakat paling tidak bagi mayoritas K'er. Belum lagi stigmatisasi sbg genetis orde baru dan pria tak beristri dianggap figur yg dianggap tidak lazim, menambah kesan beliau sebagai figur yang tidak layak.
Jokowi lah paling mudah dicari rekam jejaknya, bukan sekedar media darling yg menghipnotis pembacanya tapi juga konsistensi brand image beliau (dari satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi) personality nya tidak berubah. Jokowi masih tetap sosok yang sederhana dan merakyat sebagai figur dambaan rakyat yang blusukannya sulit ditandingi tokoh siapapun. Selain itu jejak rekam Jokowi sebagai Walikota Solo yg berhasil nyaris tak terbantahkan. Ukurannya faktual saja, saat periode kedua mencalonkan kembali sbg Walikota Solo beliau mdapat suara sampai 90 prosen.
Karena keberhasilannya pula, belum genap 2 tahun kali kedua sbg Walikota Solo beliau sudah dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta dan berhasil memenangkannya Sebagai Gubernur pertama DKI Jakarta dari sebelumnya Walikota.
Sesempurna itukah Jokowi? Seburam itukah Prabowo? Tentu Jokowi bukan tanpa cela, ia adalah manusia bukan malaikat. Prabowo pun bukan tanpa kebaikan, hanya Prabowo bukanlah media darling berbeda dengan Jokowi. Saya kutip status FB dr seorang guru besar.
"Sekitar 8 tahun yang lalu seorang dokter yang masih muda kesulitan mencari beasiswa untu S3 di luar negeri. Rupanya ada dermawan yang membiayainya tanpa pamrih. Sekarang dokter tersebut telah kembali ke tanah air dan giat meneliti. Sang dermawan jadi calon presiden. Siapakah dia / tak ada yang tahu dan mungkin juga tak perlu ada yang tahu".
Siapakah Capres tsb? Bapak Syamsuridjal Djauzi pun tidak memberi penjelasan si dermawan itu, mungkin karena suatu yang tulus dan ikhlas bukanlah untuk dipamerkan.
Namun yang bikin syok (istilah salah seorang yg komentar artikel) adalah saat membaca tulisan ibu Aridha Prassetya di kompasiana tentang Menimbang-nimbang antara Jokowi dan Prabowo. Dalam tulisannya beliau menyampaikan tentang bagaimana cara Tuhan memperlakukan kita, begitupun saat kita menilai figur dari salah satu capres yng memiliki potret kelam yang menjadi bulan-bulanan sejarah. Kenapa kita menyakiti diri sendiri dengan memaksakan pendirian kita bahwa Prabowo harus salah, tidak boleh benar?
Tidak perlu panjang lebar menjelaskannya, artikel dari bu Aridha bisa menjadi inspirasi bagi pendukung capres manapun agar tak perlu emosional manakala berbeda pilihan.
Tentu nilai plus dari figur seorang Jokowi yang nyaris tak terbantahkan bukan pula tanpa kritik terutama berkaitan tentang nilai minus moral dari langkah langkah politik yg dilakukannya hingga resmi sbg capres nomor urut 2. Namun tentu saja itu semua bagi para pengagumnya sudah ada jawabannya.
Kritik halus salah satu teman yang selalu santai dalam urusan copas capres di media sosial menulis status dengan mengutip dialog yg dilakukan bersama kawannya
"Kenapa ya, ada orang yang tidak memutuskan mundur dari jabatannya yang ada, saat sdh pasti ditetapkan jadi calon pejabat yang lebih tinggi... Kawan ku ini tanya padaku, perlu jawaban serius atau yang nda serius.... Dua duanya ucapku sambil senyum senyum.... Baik lah.... ujarnya. Kesatu, krn memang tidak ada kewajiban untuk mundur jika menjadi calon pejabat yang lebih tinggi... Cuma itu saja, tanyaku... yang lainnya mana ? Ga enak mas... ntar aku jadi sasaran cacian makian umpatan dan yang sejenis dengan itu... Gini aja mas... agar ga njlimet saya ambil contoh aja ya .. Ga apa apa, ini kan cuma didengar beberapa orang saja... dan juga bukan untuk urusan dukung mendukung... ya cuma sekedar humor saja. Sebab kemampuan berhumor dan memahami humor itu salah satu ciri orang smart...jelas ku. Dan tujuan kita tidak untuk merendahkan atau menghina seseorang Baiklah... baiklah... Kedua, kawan kita ini dulunya bukan pejabat, dulunya murni pedagang... jadi ketika jadi petinggi di satu kota dia merasakan nikmatnya dan bisa menikmati banyak hal, makanya saat periode berikutnya ditawari lagi, maka diterimanya dengan senang hati... Jadi pedagang akan banyak pusingnya... kalau jadi pejabat, asal tidak korupsi, tidak perlu pusing-pusing dengan segala hasil yang tidak maksimal... Sampean juga gitu toch... kalau nikmat susah brenti kan... he he he... Lalu saat ada yang nawari jadi gubernur diterima juga... krn begini... jadi petinggi di kota sudah begini nikmatnya... gimana kalau jadi petinggi di kota yang jauh lebih besar... pasti lebih nikmat lagi.... Lalu ketika ada yang nawari jadi capres diterima juga, kira kira begini lagi... jadi gubernur saja sdh luar biasa nikmatnya... gimana kalau jadi presiden ya... rumah besar, pengawal banyak, fasilitas berlebih, pesawat disediakan, bisa pergi kemana saja...ehm... pasti jauh lebih nikmat... Lah kan ada pertanggungjawaban moralnya, kata saya... mas... mas... coba sampean inget inget apa ada pejabat publik yang dipidana karena gagal dalam mewujudkan program kerjanya... yang banyak dipidana itu yang makai uang yang tidak sesuai peruntukannya walau ketidaksesuaian itu memberi nilai tambah pada daerah yang dipimpinnya... Kalau yang gagal mewujudkan program atau janjinya waktu kampanye bisa dipidana, nda ada yang mau jadi kada atau presiden mas... (Benner juga ya gumamku...) Lalu alasan lainnya apa tanya saya... Ketiga, ....Mas, yang namanya pedagang itu selalu berusaha tidak rugi... jadi kalau jabatan yang sudah ditangan dilepas, sementara jabatan yang lebih tinggi belum didapat dan cilakanya kalau nda di dapat, maka akan kehilangan semuanya mas... jadi wajar donk... kalau jabatan yang sdh ditangan tidak dilepas.... kalau jabatan yang lebih tinggi gagal diraih... masih ada cadangan jabatan mas.... artinya masih ada cadangan kenikmatan... he he he... Bagi siapapun sangatlah mudah mencari kesalahan Prabowo seperti halnya mudah mencari kebaikan-kebaikan Jokowi. Kebalikannya dari itu, sangatlah enggan mengkoreksi kesalahan Jokowi seenggan mencari sisi baik yang tersembunyi dari Prabowo. Mari kita menganalogikan capres pilihan kita dan rakyat, dengan logika yang paling sederhana. Saya kutip satu lagi kritik halus terhadap capres dr tulisan AP yang membuat saya agak sedikit mengernyitkan dahi. Kenapa tidak memilih Capres Pilihan Kita malah cenderung memilih Capres pilihan rakyat?
'Bukan tidak berprestasi. Juga bukan karena catatan buruk yang saya peroleh dari kubu calon pertama. Hanya saja dalam penglihatan saya, calon yang ini seperti anak kecil  cacingan yang tidak pernah kenyang berjalan dari meja ke meja dalam sebuah pesta hidangan prasmanan. Ia mengambil sepiring makanan, lalu habis. Lalu minta tambah lagi.
Belum habis makanan dalam piring ke duanya, ia taruh dan lalu mengambil piring baru di meja baru. Belum habis piring yang ini, ia sudah meletakkan/menyimpannya dan, lalu berjalan lagi ingin mengambil piring lain di atas meja lain. Halusinasi hidangan sedap dengan piring baru selalu menarik perhatiannya. Juga seperti anak kecil yang selalu tergiur mainan yang lebih baru lagi, padahal sekeranjang mainannya, masih bertumpuk dan berserakan.
Sejujurnya, apa yang Anda lakukan bila anak/adik kecil Anda merengek ingin minta kue sedang dalam (maaf) mulutnya, masih mengunyah kue, sementara dalam dua kepal tangannya masih menggenggam kue…, juga dalam tepak/kotak makanannya masih tersimpan kue-kue?'
Jangan Marah, Jangan Emosi apalagi Kesurupaan binatang he..he.. Saya dan anda adalah kita, tidak selayaknya berbeda pilihan menjadikan kita kehilangan jati diri. Pilihan kita tidak mesti sama, pertemanan tidak akan jadi beda. Siapapun Presiden terpilih adalah Presiden pilihan rakyatyang kita pilih, pilihan kita adalah satu diantara dua. Kita adalah Satu
Ayo bergembiralah.. mumpung Piala Dunia Sepak bola menjadi penghibur ditengah pertentangan Copras Capres.
WE ARE ONE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H