Mohon tunggu...
Guido
Guido Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menggeser keluh di kepala menuju hati yang menerima

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sulitnya Mencari Sisi Baik dari Prabowo

15 Juni 2014   23:36 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:35 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak perlu panjang lebar menjelaskannya, artikel dari bu Aridha bisa menjadi inspirasi bagi pendukung capres manapun agar tak perlu emosional manakala berbeda pilihan.

Tentu nilai plus dari figur seorang Jokowi yang nyaris tak terbantahkan bukan pula tanpa kritik terutama berkaitan tentang nilai minus moral dari langkah langkah politik yg dilakukannya hingga  resmi sbg capres nomor urut 2. Namun tentu saja itu semua bagi para pengagumnya sudah ada jawabannya.

Kritik halus salah satu teman yang selalu santai dalam urusan copas capres di media sosial menulis status dengan  mengutip dialog yg dilakukan bersama kawannya

"Kenapa ya, ada orang yang tidak memutuskan mundur dari jabatannya yang ada, saat sdh pasti ditetapkan jadi calon pejabat yang lebih tinggi... Kawan ku ini tanya padaku, perlu jawaban serius atau yang nda serius.... Dua duanya ucapku sambil senyum senyum.... Baik lah.... ujarnya. Kesatu, krn memang tidak ada kewajiban untuk mundur jika menjadi calon pejabat yang lebih tinggi... Cuma itu saja, tanyaku... yang lainnya mana ? Ga enak mas... ntar aku jadi sasaran cacian makian umpatan dan yang sejenis dengan itu... Gini aja mas... agar ga njlimet saya ambil contoh aja ya .. Ga apa apa, ini kan cuma didengar beberapa orang saja... dan juga bukan untuk urusan dukung mendukung... ya cuma sekedar humor saja. Sebab kemampuan berhumor dan memahami humor itu salah satu ciri orang smart...jelas ku. Dan tujuan kita tidak untuk merendahkan atau menghina seseorang Baiklah... baiklah... Kedua, kawan kita ini dulunya bukan pejabat, dulunya murni pedagang... jadi ketika jadi petinggi di satu kota dia merasakan nikmatnya dan bisa menikmati banyak hal, makanya saat periode berikutnya ditawari lagi, maka diterimanya dengan senang hati... Jadi pedagang akan banyak pusingnya... kalau jadi pejabat, asal tidak korupsi, tidak perlu pusing-pusing dengan segala hasil yang tidak maksimal... Sampean juga gitu toch... kalau nikmat susah brenti kan... he he he... Lalu saat ada yang nawari jadi gubernur diterima juga... krn begini... jadi petinggi di kota sudah begini nikmatnya... gimana kalau jadi petinggi di kota yang jauh lebih besar... pasti lebih nikmat lagi.... Lalu ketika ada yang nawari jadi capres diterima juga, kira kira begini lagi... jadi gubernur saja sdh luar biasa nikmatnya... gimana kalau jadi presiden ya... rumah besar, pengawal banyak, fasilitas berlebih, pesawat disediakan, bisa pergi kemana saja...ehm... pasti jauh lebih nikmat... Lah kan ada pertanggungjawaban moralnya, kata saya... mas... mas... coba sampean inget inget apa ada pejabat publik yang dipidana karena gagal dalam mewujudkan program kerjanya... yang banyak dipidana itu yang makai uang yang tidak sesuai peruntukannya walau ketidaksesuaian itu memberi nilai tambah pada daerah yang dipimpinnya... Kalau yang gagal mewujudkan program atau janjinya waktu kampanye bisa dipidana, nda ada yang mau jadi kada atau presiden mas... (Benner juga ya gumamku...) Lalu alasan lainnya apa tanya saya... Ketiga, ....Mas, yang namanya pedagang itu selalu berusaha tidak rugi... jadi kalau jabatan yang sudah ditangan dilepas, sementara jabatan yang lebih tinggi belum didapat dan cilakanya kalau nda di dapat, maka akan kehilangan semuanya mas... jadi wajar donk... kalau jabatan yang sdh ditangan tidak dilepas.... kalau jabatan yang lebih tinggi gagal diraih... masih ada cadangan jabatan mas.... artinya masih ada cadangan kenikmatan... he he he... Bagi siapapun sangatlah mudah mencari kesalahan Prabowo seperti halnya  mudah mencari kebaikan-kebaikan Jokowi. Kebalikannya dari itu, sangatlah enggan mengkoreksi kesalahan Jokowi seenggan mencari sisi baik yang tersembunyi dari Prabowo. Mari kita menganalogikan capres pilihan kita dan rakyat, dengan logika yang paling sederhana.  Saya kutip satu lagi kritik halus terhadap capres dr tulisan AP yang membuat saya agak sedikit mengernyitkan dahi.  Kenapa tidak memilih Capres Pilihan  Kita malah cenderung memilih Capres pilihan rakyat?

'Bukan tidak berprestasi. Juga bukan karena catatan buruk yang saya peroleh dari kubu calon pertama. Hanya saja dalam penglihatan saya, calon yang ini seperti anak kecil  cacingan yang tidak pernah kenyang berjalan dari meja ke meja dalam sebuah pesta hidangan prasmanan. Ia mengambil sepiring makanan, lalu habis. Lalu minta tambah lagi.

Belum habis makanan dalam piring ke duanya, ia taruh dan lalu mengambil piring baru di meja baru. Belum habis piring yang ini, ia sudah meletakkan/menyimpannya dan, lalu berjalan lagi ingin mengambil piring lain di atas meja lain. Halusinasi hidangan sedap dengan piring baru selalu menarik perhatiannya. Juga seperti anak kecil yang selalu tergiur mainan yang lebih baru lagi, padahal sekeranjang mainannya, masih bertumpuk dan berserakan.

Sejujurnya, apa yang Anda lakukan bila anak/adik kecil Anda merengek ingin minta kue sedang dalam (maaf) mulutnya, masih mengunyah kue, sementara dalam dua kepal tangannya masih menggenggam kue…, juga dalam tepak/kotak makanannya masih tersimpan kue-kue?'

Jangan Marah, Jangan Emosi apalagi Kesurupaan binatang he..he..  Saya dan anda adalah kita, tidak selayaknya berbeda pilihan menjadikan kita kehilangan jati diri. Pilihan kita tidak mesti sama, pertemanan tidak akan jadi beda.  Siapapun Presiden terpilih adalah Presiden pilihan rakyatyang kita pilih, pilihan kita adalah satu diantara dua. Kita adalah Satu

Ayo bergembiralah.. mumpung Piala Dunia Sepak bola menjadi penghibur ditengah pertentangan Copras Capres.

WE ARE ONE

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun