Acara Ngaben di Bali menjadi acara yang paling banyak ditunggu-tunggu oleh para turis. Jember Fashion Week yang awalnya dicaci oleh penontonnya kini menjadi acara wajib bagi para fotografer dan turis yang datang untuk menyaksikannya. Hal ini terjadi karena adanya konsistensi untuk menciptakan sesuatu yang atraktif secara kontinyu.
Produk kesenian bisa saja dibuat seperti itu. Dengan misalnya menciptakan Indonesia Arts Week yang menampilkan kesenian dengan skala yang gigantis dan menampilkan sosok kekinian melalui hadirnya artis, bisa dibuat tampilan kesenian yang memikat. Tampilan ini dibuat secara rutin menjadi ritual raksasa yang pantas dihadiri secara masal dan dihadiri oleh turis. Dalam hal ini perubahan skala ini mampu menciptakan kepentingan ekonomis bagi penyedia tempatnya, yang mampu menjadi agenda wisata. Dengan menciptakan kepentingan ekonomis, maka penyelenggara jasa wisata dan perjalanan akan mendapat manfaat sehingga mereka akan mau menjadi pendukung finansial dari kegiatan semacam ini. Dengan menciptakan ritual dalam skala urban di mana kota menjadi kanvas dan terselenggara secara rutin, maka masyarakat umum menjadi terlibat dan mendapat manfaat.
Context and Content
Konten dari kesenian adalah produk dari kesenian itu sendiri. Konteks dari kesenian adalah lokasi di mana produk kesenian diciptakan. Konteks bisa juga merupakan kanal distribusi media di mana produk kesenian ditampilkan.
Ambil contoh Bali, dengan budayanya yang unik dan ritual yang kuat, Bali menjadi atraksi turis. Dengan kepentingan ekonomi, maka kesenian menjadi model bisnis yang berkesinambungan. Konteksnya adalah lokasi Bali yang eksotis dan kontennya adalah semua unsur budaya di Bali yang dinikmati oleh para turis. Konteks dan konten bekerja sama menciptakan ekosistem yang menjadi destinasi wisata.
Banyak produk kesenian yang tidak memiliki kekuatan ekosistem konteks dan konten karena sudah tidak relevan lagi. Nah, jika kita ingin menciptakan kebutuhan lagi, ada variabel yang bisa dilakukan, mengubah konteks, mengubah konten atau mengubah keduanya.
Guruh Soekarno Putra mengubah konten dari produk kesenian yang tadinya adi luhung menjadi budaya pop yang atraktif. Tari-tarian dari beragam daerah bisa dihadirkan di dalam satu panggung dengan gubangan musik yang baru.
Lenong Rumpi mengubah konteks dari kesenian yang hanya dikonsumsi di gedung budaya untuk tampil di televisi dan menghadirkan artis dan selebriti untuk menjadi atraksi dan konsumsi masyarakat luas. Mang Ujo mengubah angklung yang tadinya menampilkan lagu daerah menjadi atraksi partisipatif yang relevan untuk tampil di televisi dan kepentingan korporasi yang ingin melibatkan audiensnya.
Tanpa wacana pelestarian, kesenian menjadi relevan dengan zaman karena mengizinkan untuk adanya perubahan atas konten dan konteks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H