Kau tahu, pada malam yang sunyi, aku berhadapan dengan gadgetku, memikirkan apa yang akan aku tulis tentang dirimu. Malam selalu menjadi saksi bisu bagi pikiran-pikiran liar yang bergelayut di benakku, yang sebagian besar, entah kenapa, selalu kembali padamu.
Malam adalah ruang kosong yang dipenuhi misteri, sama halnya dengan perasaan yang tak pernah selesai kuurai tentang kita. Di antara bintang-bintang yang kadang bersembunyi di balik awan, aku menemukan metafora tentang hidup---bahwa segala sesuatu yang indah sering kali tidak terlihat jelas, namun tetap ada di sana, diam-diam memberikan cahaya.Â
Seperti dirimu, yang meskipun sering jauh, kehadiranmu selalu terasa, mengisi ruang yang sebelumnya kosong dalam hidupku.
Dalam filsafat, malam kerap kali dikaitkan dengan refleksi, tempat di mana pikiran-pikiran terdalam menemukan bentuknya. Begitu pula dirimu---kau adalah refleksi dari segala kerinduan dan harapanku yang tersembunyi.Â
Di antara senyapnya malam, aku mencoba memahami dirimu seperti filsuf memaknai kehidupan; selalu ada yang baru untuk ditemukan, selalu ada pertanyaan yang ingin kuajukan. Apakah kau sadar bahwa kehadiranmu telah merubah caraku melihat dunia?
Malam ini, aku kembali merenung, menyelami percakapan-percakapan kita, dan setiap kata yang terucap atau tidak terucap menjadi filosofi tersendiri. Tentang cinta, tentang waktu, dan tentang harapan. Mungkin, seperti malam, kita juga adalah misteri yang menunggu untuk dijelajahi, sedikit demi sedikit, seiring berjalannya waktu.
Kita, seperti malam dan bintang, mungkin tak selalu berdekatan, tetapi keberadaan kita saling mengisi. Ketika dunia tidur, hanya kita yang terjaga dalam diam, berbicara dalam pikiran yang tak pernah terhenti. Aku dan kamu, dalam malam yang sama, berbagi rasa meskipun kita tak selalu saling bertatap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H