Mohon tunggu...
Iden Ridwan
Iden Ridwan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang hamba sahaya, hanya itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sialan! Aku Terjebak dalam Kehampaan

8 Juni 2024   01:26 Diperbarui: 8 Juni 2024   05:29 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kehidupan ini, sering kali kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan mendalam yang menuntut jawaban pasti. Namun, apa yang terjadi ketika semua jawaban yang kita temukan hanya membawa kita pada kekosongan yang lebih dalam? Inilah yang diperjuangkan oleh filsafat nihilisme, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa kehidupan ini, pada akhirnya, tidak memiliki makna atau tujuan intrinsik. Sialan! Aku terjebak dalam kehampaan.

Nihilisme adalah doktrin filosofis yang menyatakan bahwa kehidupan tidak memiliki nilai, tujuan, atau makna intrinsik. Konsep ini sering dikaitkan dengan Friedrich Nietzsche, meskipun ia bukanlah pencetusnya. 

Nietzsche memperingatkan tentang "kematian Tuhan", yang merupakan metafora bagi runtuhnya nilai-nilai absolut yang pernah memberikan arah dan makna bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya Tuhan atau nilai-nilai mutlak tersebut, manusia dibiarkan dalam kondisi kekosongan dan keputusasaan.

Nihilisme membawa kita pada realisasi yang suram bahwa segala usaha, perjuangan, dan pencapaian kita pada akhirnya tidak berarti apa-apa di skala kosmik. Apa gunanya bekerja keras, mencintai, atau bahkan hidup jika semuanya hanya berakhir dalam kehampaan? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak hanya mencabik-cabik semangat, tetapi juga mengikis dasar-dasar eksistensi kita.

Dalam pandangan eksistensialis, yang sering kali sejalan dengan nihilisme, kita dipaksa untuk menghadapi absurditas kehidupan. Albert Camus, seorang filsuf eksistensialis terkemuka, menggambarkan kehidupan sebagai "pertarungan yang sia-sia" dalam bukunya, "Mite Sisifus". 

Camus menggambarkan Sisifus, tokoh mitologi Yunani, yang dihukum untuk mendorong batu ke puncak gunung hanya untuk melihatnya menggelinding kembali, sebagai metafora bagi perjuangan manusia yang tanpa akhir dan tanpa tujuan.

Keputusasaan adalah perasaan yang wajar ketika kita merenungkan nihilisme. Ketika semua yang kita hargai dan perjuangkan tidak memiliki makna abadi, sulit untuk menemukan motivasi untuk terus maju. Namun, keputusasaan ini juga bisa menjadi katalis untuk pembebasan. Dengan menyadari ketiadaan makna intrinsik, kita diberi kebebasan untuk menciptakan makna kita sendiri.

Tetapi, menciptakan makna dalam kekosongan adalah tugas yang berat dan sering kali membingungkan. Bagaimana kita menemukan alasan untuk bertahan di dunia yang tidak memberi kita alasan? Bagaimana kita mengatasi kehampaan yang mengancam untuk menelan kita?

Menerima nihilisme bukan berarti menyerah pada keputusasaan. Sebaliknya, ini bisa menjadi panggilan untuk keberanian dan kreativitas. Jika kehidupan tidak memiliki makna bawaan, maka kita memiliki kebebasan untuk menciptakan makna kita sendiri. Friedrich Nietzsche berbicara tentang "bermensch" atau "Manusia Unggul", yang mampu melampaui keputusasaan nihilistik dan menciptakan nilai-nilai dan makna mereka sendiri.

Dalam keputusasaan, kita mungkin menemukan potensi untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual. Dengan menghadapi kekosongan, kita dapat menemukan kedalaman dan kekuatan yang tidak pernah kita ketahui ada dalam diri kita.

Sialan! Aku terjebak dalam kehampaan. Tetapi, dalam kehampaan ini, ada peluang untuk menemukan dan menciptakan makna baru. Nihilisme menantang kita untuk mempertanyakan segala sesuatu dan, dalam prosesnya, mungkin kita akan menemukan cara untuk hidup dengan keaslian dan keberanian.

Jadi, saat kita merenungkan kehampaan dan keputusasaan yang dibawa oleh nihilisme, ingatlah bahwa di balik kegelapan ini, ada potensi untuk cahaya. Kita adalah arsitek dari makna kita sendiri, dan dalam kekosongan, kita dapat menemukan kebebasan yang sejati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun