Mohon tunggu...
Iden Ridwan
Iden Ridwan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Seorang hamba sahaya, hanya itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Kenapa Kau Tidak Bunuh Saja Diriku Ini?

8 Mei 2024   09:05 Diperbarui: 8 Mei 2024   09:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Sebuah pertanyaan menggelitik, terkadang bergumam dalam pikiran saat kekecewaan dan keputusasaan menyeruak seperti ombak. Kenapa tidak kau bunuh sekalian diriku ini? Kata-kata yang bergaung di dalam ruang hampa, mencari pemahaman pada takdir yang terus menghempas dengan kekecewaan tak berkesudahan.

Dia, sosok yang hadir dalam setiap jalinan detak jantungku, menjadi pelaku dalam panggung tragedi yang berulang-ulang dipentaskan. Setiap hari, ia memainkan peran yang sama: pengecewa, pengecewa yang tak pernah jemu membuatku merasa hancur berkeping-keping.

Siklus yang terus berputar, seperti roda tak berujung yang membawa kami melintasi reruntuhan rasa. Janji-janji manis yang kian lama kian pudar, digantikan oleh kehampaan dan kekecewaan. Kata-kata cinta yang dulu terdengar merdu, kini terasa hambar seperti air hujan yang tak lagi mampu membasahi tanah kering.

Kenapa tidak kau bunuh sekalian diriku ini? Pertanyaan itu muncul saat hati terasa semakin teriris oleh luka-luka yang tak kunjung sembuh. Bukankah lebih baik untuk mengakhiri penderitaan ini dengan satu pukulan yang mematikan?

Namun, di tengah kelamnya malam, ada cahaya kecil yang masih berkedip di sudut hatiku. Cahaya harapan, yang meski redup, tetaplah ada. Meskipun kecewa telah menjadi sahabat setia, tapi di dalam benakku masih tersimpan sisa-sisa kepercayaan bahwa mungkin, suatu hari nanti, segalanya akan berubah.

Mungkin suatu hari nanti, ia akan menyadari betapa berharganya aku dalam hidupnya. Mungkin suatu hari nanti, cinta akan kembali memperbaiki apa yang telah rusak. Mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan jawaban atas pertanyaan mengapa aku masih bertahan.

Jadi, meski hati ini terasa hancur dan pikiran ini dipenuhi dengan pertanyaan yang tak terjawab, aku akan tetap bertahan. Aku akan terus berjalan, meski jalanku penuh dengan rintangan dan kegelapan. Karena pada akhirnya, ada satu harapan yang masih kuinginkan: harapan bahwa di tengah badai ini, akan ada pelangi yang muncul di ufuk timur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun