Demokrasi, sebagai sistem politik yang menghormati hak-hak dasar warga negara, menempatkan peran krusial pada partisipasi, representasi, dan advokasi.Â
Dalam konteks ini, perempuan, sebagai setengah dari populasi Indonesia, memiliki peran penting dalam memperkuat demokrasi. Meski begitu, tantangan dan hambatan terus menghampiri peran perempuan di dalam dan di luar proses demokrasi.Â
Oleh karena itu, diperlukan upaya sistematis dan berkelanjutan untuk meningkatkan partisipasi, representasi, dan advokasi perempuan dengan memanfaatkan perspektif feminis demokratis dan interseksional.
Partisipasi politik perempuan adalah indikator kunci dalam mengukur kualitas demokrasi suatu negara. Ini mencakup keterlibatan perempuan dalam berbagai aktivitas politik, baik formal maupun informal.Â
Dalam konteks ini, partisipasi politik perempuan memberikan manfaat signifikan pada perempuan, masyarakat, dan demokrasi.Â
Meskipun begitu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa partisipasi politik perempuan di Indonesia masih rendah. Hanya 49,8% dari total pemilih pada pemilu 2019 adalah perempuan, dan hanya 19,9% dari total caleg berasal dari perempuan. Beberapa faktor yang menjadi hambatan meliputi faktor sosial-budaya, ekonomi, dan politik.
Faktor-faktor ini memerlukan pendekatan holistik dan kebijakan yang mendukung untuk memastikan bahwa perempuan memiliki ruang yang cukup untuk berpartisipasi dalam politik. Ini termasuk perubahan norma sosial-budaya yang membatasi perempuan dan kebijakan ekonomi yang mendukung kemandirian perempuan dalam semua aspek kehidupan.
Representasi Politik Perempuan
Representasi politik perempuan menjadi tujuan utama dari partisipasi politik perempuan. Representasi ini mencakup jumlah perempuan yang menjadi bagian dari lembaga-lembaga politik dan kemampuan mereka dalam menjalankan fungsi legislatif.Â
Sayangnya, Indonesia masih jauh dari standar internasional dalam hal representasi politik perempuan. Data Inter-Parliamentary Union (IPU) menunjukkan bahwa pada tahun 2020, Indonesia berada di peringkat 97 dari 190 negara dalam hal proporsi perempuan di parlemen nasional.
Faktor-faktor yang menjadi hambatan, seperti norma sosial-budaya dan sistem politik yang tidak mendukung, memerlukan langkah-langkah nyata untuk memastikan peningkatan representasi perempuan.Â
Implementasi kebijakan afirmasi, pendidikan masyarakat, dan reformasi sistem pemilu merupakan beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperkuat representasi politik perempuan.
Advokasi Politik Perempuan
Advokasi politik perempuan menjadi strategi kunci dalam meningkatkan partisipasi dan representasi perempuan. Ini melibatkan upaya-upaya individu dan kolektif untuk mempengaruhi proses politik dan kebijakan publik.Â
Melalui edukasi politik, gerakan sosial, dan reformasi hukum, advokasi politik perempuan dapat mencapai perubahan positif dalam masyarakat dan demokrasi.
Contoh advokasi politik perempuan di Indonesia termasuk kegiatan edukasi politik untuk meningkatkan kesadaran perempuan, gerakan sosial untuk menuntut perubahan sosial dan politik, serta reformasi hukum untuk menghapus diskriminasi gender. Langkah-langkah ini bersama-sama membentuk fondasi yang kuat untuk meningkatkan peran perempuan dalam demokrasi.
Kesimpulan
Perempuan memegang peran kunci dalam memperkuat demokrasi, namun berbagai tantangan masih menghadang. Dengan pendekatan holistik dan langkah-langkah konkret, seperti perubahan norma sosial-budaya, kebijakan afirmasi yang efektif, dan advokasi politik yang kuat, perempuan dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut.Â
Meningkatkan partisipasi, representasi, dan advokasi perempuan bukan hanya untuk kepentingan perempuan itu sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dan kualitas demokrasi secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H