Mohon tunggu...
LN 2
LN 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang bumi putera yang bersahaja, bukan keturunan dari Negara Tirai Bambu. Nama saya menggunakan huruf depan nama saya, L dan N. Sementara Zwei dari bahasa Jerman yang berarti dua. Maksudnya, N di depan huruf nama saya ada 2 (LN2).

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Topeng Kehidupan Manusia

17 Januari 2015   06:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:58 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di depanku seorang sedang menelungkup.
Kuhampiri dan kubangunkan dia.
Kepalanya mulai bergerak-gerak.
Wajahnya, oleh tangannya, ditutup
Sepertinya malu dia.
Aku tidak menggertak,
tapi ia menangis.
Nadanya meringis.
Aku tidak mengerti.
Hik...hiiiiik...hikhik...hiiikhikhik
Tangisannya tidak berbeda dengan suara kunti.
Ia sedikit demi sedikit menyingkap parasnya.
Tetap ia menangis.
Hik...hiiiiik...hikhik...hiiiiikhikhik.
Semua wajahnya tampak.
Ia bertopeng panji.
Ia menengok wajahku di sebelah kirinya dengan pertama kalinya berupa anggukan.
Kedua, ia pun menengok ke samping kanan dengan anggukan terlebih dahulu.
Tangannya menyembah ke atas dengan kaki bangkit sedikit demi sedikit.
Hik...hiiiiik...hikhik...hiiiikhikhik.
Di luar terdengar suara beduk ditabuh.
Tugtugtugturugtug!
Sepasang tangan si orang bertopeng panji itu tidak jauh berbeda dengan kepakan sayap burung yang sedang terbang
Tetesan air menggema di gendang telingaku
Testestestes
Gerakannya berubah menjadi cekikan padaku
Glukglukglukgluk
Ah!
Glukglukglukgluk
Ah!
Gerakan semakin aneh yang ia kerjakan
Ia tidak mencekikku
Otaknya menggerakkan tangannya untuk mengelus perutnya sesuai dengan irama
Saat suara desah diperdengarkan, ia mengangkang
Tugtugtugturugtug!
Kepakan sayap yang dilakukan oleh sepasang tangannya lagi
Hik...hiiik...hikhik....hikhikhiiiik...
Ia terduduk dengan masih keadaan mengepakkan sayap dan mengangkang
Kepakan sayap perlahan jua
Kangkangan kaki pun perlahan menutup bersamaan dengan gerakan kepakan
Ia duduk membungkuk dan kedua kakinya ditekuk
Tangannya membungkus kaki dan badannya
Topeng panjinya tidak berlangsung lama terjatuh
Paras aslinya tampak
Ia sudah lansia dengan mata yang terpejam.

NB: Puisi ini sebenarnya saya terinspirasi dengan teater yang abstrak namun penuh arti. Puisi ini sekedar menyuguhkan imajinasi khayalan yang dapat rasakan melalui indera pendengaran dan penglihatan. Maksud dari puisi ini artinya kehidupan manusia pada umumnya. Pemakaian topeng panji karena topeng panji dapat dilihat secara filsafatnya menandai bahwa orang itu sebenarnya suci.
Bait pertama menceritakan tentang seseorang yang belum tahu apa-apa alias masih dalam kandungan tetapi mengapa telungkup? karena "antonim" dari proses bayi saat lahir atau sederhananya, seperti keadaan seorang mati tapi diinterpretasikannya terbalik. Proses dibangunkan itu sama seperti proses peniupan ruh ke dalam janin. Malu pun karena maksudnya masih belum bisa dan belum tahu apa-apa, masih "kecil". Tangisan itu sesuatu hal yang biasa dilakukan bayi.
Bait kedua, perlahan manusia sudah mulai mengerti. Menengok kiri-kanan itu tandanya sudah mengetahui orang-orang, utamanya orangtua.
Bait ketiga maksudnya proses manusia diperkenalkan tuhan oleh orangtuanya.
Bait keempat diartikan sebagai hirukpikuk kebahagiaan yang ditandai adanya suara beduk dan gerakan mengepak.
Bait kelima, tetesan dengan cekikan itu adalah manusia juga bisa membahayakan dengan mencekik (pertumpahan darah atau perkelahian).
Bait keenam diterjemahkan sebagai kepuasan lahir batin dengan adanya desahan, suara tegukan dan elusan perut disertai mengangkang.
Bait ketujuh dimaknai sebagai kebahagiaan akhir yang makin kesini makin tua yang bisa dilihat dari bait kedelapan dan terakhir.
Bait terakhir inilah maksudnya akhir dari kehidupan. Posisinya pun terbalik dengan keadaan posisi bait pertama. Topeng terlepas diartikan sebagai pelapukan alami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun