Mohon tunggu...
Dhilal Ahmad
Dhilal Ahmad Mohon Tunggu... Buruh - Tidak Ada Keterangan

:)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meniti Duka di Suatu Pesta (Pemilu 2019)

3 Mei 2019   17:46 Diperbarui: 10 Juni 2019   23:30 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita bertanya: Kenapa maksud baik tidak selalu berguna, kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga. Orang berkata: kami ada maksud baik.

Dan kita bertanya: maksud baik untuk siapa? Ya! Ada yang jaya, ada yang terhina. Ada yang bersenjata, ada yang terluka. Ada yang duduk, ada yang di duduki. Ada yang berlimpah, ada yang terkuras.

Dan kita disini bertanya : " Maksud baik saudara untuk siapa?" saudara berdiri dipihak yang mana? Kenapa maksud baik dilakukan, tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya ? Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota".

Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
Kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?

Potongan puisi dari WS. Rendra ini akan mengawali keresahan saya terhadap persoalan pelik pada pemilu kali ini, ditambah dengan polarisasi masyarakat yang tak kian surut pasca - pemilu, pertikaian soal penghitungan suara dan hal-hal kontradiksi lainnya menguatkan saya untuk bertanya - tanya:

Inikah pesta demokrasi itu?

Atau, pantaskah Pemilu 2019 ini dijuluki sebuah pesta?

Pertentangan diskursif memang konstan terjadi di dalam suatu peradaban, apalagi bukan hal asing apabila kita menemuinya di negara demokrasi ini. Tentu anda boleh mengatakan bahwa setiap orang berhak berargumen dan itu jelas dilindungi oleh undang - undang. Namun, ada gejala yang sudah menciptakan dualisme ini menjadi semakin berkecamuk dan nampaknya pertengkaran ini lebih panas jika kita saksikan di dunia maya. Makna demokrasi ini tidak lagi soal tukar pikiran ataupun gagasan, namun lebih kepada interaksi amarah dan transaksi kebencian.

Ada sekelompok oknum yang boleh jadi secara massif dan terencana menyebarluaskan berita - berita tak utuh dan sebetulnya perlu dipertanyakan kebenarannya. Postingan hoax, ujaran kebencian dan dogma - dogma lain dituangkan dengan struktural didalamnya. Sungguh peristiwa ini menjadi lebih menyedihkan lagi bagi saya sebagai seorang muslim. Dengan pemilu ini, kini orang - orang sudah cakap dan lantang untuk menghina, menghujat dan memanjatkan doa - doa buruk bahkan terhadap ulama sekalipun.

Tidak jarang saya temui yang bahkan mereka sampai mendoakan agar ulama tersebut segera menjumpai kematiannya. Tentu, bagi oknum tersebut ini adalah sebuah pencapaian, mereka berhasil menggiring masyarakat untuk fanatik kepada salah satu paslon dan dengan itu informasi busuk dari mereka akan dapat tersebar dengan cepat secara kolektif keseluruh pelosok negeri. Secara tidak langsung, jati diri bangsa ini sedang dididik untuk benci terhadap perbedaan. Ini tidak lain adalah untuk mempermulus cita - cita kedua oknum yang berbaris dibelakang kedua paslon tersebut yaitu; Mempertahankan kekuasaan / merebut kekuasaan.

Atau bahkan barangkali ada oknum lain yang memang ingin mencederai sila ke-3 ideologi kita?

Ucapan terimakasih dan apresiasi kepada film "The Killers" yang baru saja rilis akhir - akhir ini. Produk langka yang tidak pernah saya temui di media informasi sekelas televisi. Film yang memuat informasi secara rinci bagaimana sisi kelam proyek raksasa yang melibatkan capres dan cawapres kali ini. Film ini telah merangsang nalar saya sehingga terbentuklah beberapa pertanyaan dibawah ini.

Apakah elite politik yang banting tulang demi kemenangan salah satu paslon itu sebetulnya berjuang demi kesejahteraan dan kelancaran proyek/ perusahaanya?

Bukan semata untuk hendak mewujudkan visi misi yang capres dan cawapresnya buat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun