Mohon tunggu...
Sosbud

"Buka Tutup" Kebijakan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan

27 Mei 2016   16:42 Diperbarui: 27 Mei 2016   16:51 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseteruhan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan dengan dua Operator Airlines Indonesia semakin tajam, tepatnya pada tanggal 19 Mei lalu saat Dirjen Perhubungan Udara mengumumkan pembekuan sementara dua Ground Handling yakni Milik Lion Air dan Air Asia. Hanya karena, dua operator di atas salah menurunkan penumpang International yang mestinya melalui kedatangan atau lewat Arrival Imigration.

Alhasil para penumpang tersebut ada yang lolos masuk ke Jakarta tanpa mendapatkan cap Passport Arrival atau bisa jadi, penumpang yang warga Indonesia dengan gampangnya melenggang pulang ke rumah tanpa mesti repot antri lewat meja Imigrasi.

Heboh atas lolosnya para penumpang di atas, karena terlanjur terekspos di media sosial, sehingga membuat gerah Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, lalu melalui Dirjen Perhubungan Udara dengan serta merta mengambil keputusan sepihak membekukan izin operasi Ground Handling dua operators tersebut.

Tampak Kegelisahaan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan yang berujung dengan mengeluarkan kebijakan terhadap pembekuan izin operasi dua Ground Handling tersebut, tidak melalui pertimbangan dan analisa, bahkan tidak berlandaskan pada legal standing. Sehingga berujung pada perlawanan oleh Lion Air.

Lion Air sebelum melakukan dengar pendapat dengan pihak komisi V di DPR Senayan, telah mengajukan Laporan Polisi di Kabareskrim Mabes Polri dan sebagai Terlapor adalah Menteri Perhubungan Ignatius Jonan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, dengan dalih Dirjen Perhubungan Udara melakukan perbuatan melampaui kewenangannya.

Dengan entengnya Menteri Perhubungan Ignatius Jonan tanpa pertimbangan, dan lalu memutuskan, hingga menetapkan ke dua operator Air lion dan Air Asia bersalah. Dapat dilihat beberapa kebijakan Menteri Perhubungan, seperti "buka tutup" hingga menjadi perdebatan di antaranya:

- Sekitar bulan Desember 2015 tiba-tiba Menteri Perhubungan Ignatius Jonan menghentikan atau penghapusan transportasi Go jek untuk beroprasi di Jakarta dan sekitarnya;

   Menjelang sore harinya dihari yang sama, ketika Nadim Makarim sang founder Go jek di undang presiden Jokowi untuk menjelaskan efek dan keuntungan adanya Go jek. Keputusan Menteri Perhubungan Igantius Jonan dicabut atau di anulir dengan sendirinya;

- Nopember 2015 izin slot time jadwal Batik Air dibekukan oleh Menteri Perhubungan Igantius Jonan, setelah batik mengalami peristiwa overshoot saat landing di Bandara Adi Sucipto;

- Pada bulan April 2016, pemerintah melalui Menteri Perhubungan Igantius Jonan, membekukan izin oprasi PT Jasa Angkasa Semensta Tbk (Jas).

Dan masih terdapat sederet peristiwa pembekuan atau tindakan penutupan oleh Menteri Perhubungan Ignatius Jonan yang telah menjadi buah dari kebijakan yang sepihak, paginya Sang Menteri mengeluarkan kebijakan pelarangan operasioanal Go Jek, sore hari kebijakan harus ditarik kembali.

Tidak hanya diperlukan kematangan dan pengalaman seorang Menteri setingkat Menteri Perhubungan dikarenakan membawahi beberapa Departemen transportasi. Terkhusus transportasi udara, salah satu bagian dari kelompok kerja Menteri Perhubungan bila keliru dalam memutuskan suatu kebijakan, akan patal akibatnya.

Tentu efek domino, menyertai setiap kebijakan Menteri Perhubungan Igantius Jonan terhadap para operator di Indonesia, menutup izin operasi Ground Handling saja akan berakibat operasional Airlines akan berdampak terhambatnya pelayanan dan operasional penerbangan, mulai dari original flight hingga penerbangan ke daerah-daerah. Belum lagi hambatan percepatan trasportasi logistik dan lain lainnya.

Dan oleh karena itu, kalau lah setiap peristiwa atau hambatan - hambatan dan kebuntuan yang terjadi di Bandara sudah sepatutnya Menteri Perhubungan Ignatius Jonan harus melibatkan semua pihak, untuk dimintai keterangan. Kenapa demikian, sebagai contoh kecil peristiwa operator Lion Air dan Air Asia yang salah dalam menurunkan penumpang International ke Terminal Domestik.

Berangkat dari peristiwa di atas, harus mendudukkan berbagai pihak untuk dimintai keterangan, mulai dari pihak ground handling, termasuk operator radio ground handling, hingga pihak Stake Holder Bandara. Sebagai pihak penguasa. Peristiwa salah menurunkan penumpang internasional ke Terminal Domestik. Apakah security bandara alert, dan paham setiap kedatangan penumpang....?

Di setiap sudut bandara ada Security dan ada pegawai bandara dan pegawai para operator Airlines. Kesemua organ-organ tersebut bekerja dengan struktur dan fungsinya. Tapi di Bandara tidak cukup bekerja hanya dengan struktur atau kewenangan, tapi dibutuhkan kepedulian dan atensi terhadap setiap pergerakan di area Bandar, baik di apron hingga area komersial.

Kalau lah semua pihak didudukkan untuk dimintai keterangan, lalu di olah dan dianalisa, hingga menemukan kesimpulan, dengan legal standing yang valid untuk diberikan masukan ke Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, maka buah dari kebijakan  Menteri Perhubungan Ignatius Jonan tidak terkesan "buka tutup" yang cenderung menurunkan wibawah pemerintahan dan menghindari perseteruhan tajam, berujung pada laporan polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun