Menarik melihat bagaimana para perupa muda ini merespon bukan hanya tematik, namun upaya mereka menyikapi ‘ruang’ dan ‘medium’ melalui media digital. Selaras tajuk utama Festival Seni Bali Jani II 2020, “Candika Jiwa: Puitika Atma Kerthi”, semesta kreativitas terkini dalam “mencandikan” jiwa, spirit, taksu, atau ide-ide cemerlang.
Para perupa ini mencoba aneka kemungkinkan ekspresi penciptaan, yang bukan hanya mengeksplorasi warna dan rupa, namun juga medium. Tidak sedikit yang berupaya menautkan ragam gaya dan tematik penciptaan yang berangkat dari nilai-nilai tradisi kemudian dielaborasi, bahkan mungkin ditafsir ulang dengan perangkat penciptaan yang modern kontemporer—termasuk memanfaatkan media digital.
Media digital menyediakan aneka kecanggihan, kemudahan dan peluang bagi kreator untuk menghadirkan kreasi seni secara daring, melampaui definisi sekat-sekat selama ini dianggap telah baku. Melalui media virtual, konsep Ruang, Waktu dan Medium tidak lagi dibatasi oleh pengertian, tetapi sudah melintas batas, menyajikan realitas yang seketika dan serentak.
Bukan hanya transformasi medium ekspresi para seniman dan kreator, di mana penyelenggaraan pentas seni maupun sastra dari medium luring ke platform digital (daring), namun ini juga mengubah nilai dan cara berpikir masyarakat, mengubah perspektif soal ‘ruang’ dan ‘waktu’.
Fenomena digitalisasi ini melahirkan aneka kemungkinan, peluang, sekaligus juga tantangan. Inilah yang tengah coba dieksplorasi, dielaborasi, serta diwujudkan melalui pameran Bali Megarupa II 2020. Tentu upaya ini tidak dapat dilihat hasilnya seketika masih harus diuji konsistensinya oleh waktu, sampai pada akhirnya menemu bentuknya—mungkin setelah 5 atau 10 tahun mendatang. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H