Mohon tunggu...
Ida Mursyidah
Ida Mursyidah Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Anak Usia Dini

Ibu guru yang gemar membaca, bahkan membaca segala kemungkinan terburuk, untuk menyiapkan mental. Senang menulis, walaupun belum pernah menulis buku solo dan tak akan mampu menulis takdir sendiri. Suka menyimak, meskipun suara hati kecil sering terabaikan. Kadang berbicara, jika memang waktunya tiba dan membawa manfaat bagi yang mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Sekolah Ala Keluarga Santuy

11 Januari 2021   15:45 Diperbarui: 11 Januari 2021   15:51 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
picture by Edupaint.com

Awal tahun menjadi waktu yang pas untuk mulai memilih sekolah bagi orangtua yang akan mendaftarkan ananda pada tahun ajaran baru yang dimulai pada Bulan Juli setiap tahunnya di Indonesia. Bahkan beberapa sekolah favorit sudah memiliki daftar tunggu bagi calon peserta didiknya jauh sebelum tahun ajaran yang dimaksud dimulai. Di kota-kota besar tak terbilang jumlahnya sekolah-sekolah yang memiliki penggemar berat. Konon, para orangtua bersedia mendaftar atau istilahnya booking, lengkap dengan kewajiban administratif (baca: membayar ini itu) misalnya, untuk tingkat Kelompok Bermain, sejak anak tersebut masih di dalam kandungan ibunda. 

Entah, apakah praktik ini masih ada atau sudah dibenahi dengan yang lebih realistis. Sebelum membuat keputusan untuk mendaftarkan anak anda pada satu institusi pendidikan pasti masing-masing orangtua memiliki sejumlah kriteria yang mesti bisa ditemukan pada sekolah yang dituju. Urusan pilih sekolah menjadi begitu krusial sehingga bisa menyita cukup besar jumlah waktu, energi dan perhatian dengan harapan anak bisa belajar dengan maksimal dan mengurangi keluhan yang mungkin timbul.

Mengapa urusan memilih sekolah bisa sedemikian menyita perhatian, waktu dan tenaga? 

1. Secara umum, untuk tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas, anak-anak akan menghabiskan waktu yang tidak sedikit di sekolah. Bisa jadi mereka menghabiskan 5 hingga 8 jam (full day school) setiap harinya. Sekolah menjelma menjadi rumah kedua bagi anak.

2. Karena sekolah menjadi rumah kedua bagi anak, sekolahlah tempat fisik dan jiwa anak berkembang. Fisik dan jiwa yang membawa segenap potensi, kebaikan, bakat dan minat selayaknya mendapatkan tempat yang tepat untuk bisa berkembang atau justru mati.

3. Urusan sekolah anak sangat mungkin mempengaruhi suasana di dalam rumah dan rumahtangga. Bayangkan sekolah yang diharapkan bisa bekerjasama dengan orangtua dalam mendidik anak, menjadi partner pendidikan justru menghadirkan masalah ke dalam rumah dan membuat anak dan atau orangtua merasa tidak nyaman, tegang dan stress. 

Hal pertama yang perlu dipikirkan adalah visi dan misi keluarga. Cukup jelaskah visi dan misi keluarga dalam pendidikan anak? Beberapa pasangan suami istri cukup beruntung dengan saling sepakat atas visi dan misi mereka dalam mendidik buah hati. Mereka tentu saja akan mencari sekolah yang bisa mendukung pencapaian visi dan misi pendidikan mereka yang selama ini diterapkan di rumah. Bukankah sebelum ke sekolah, anak sudah (selalu) dididik sejak di rumah? di lingkup keluarganya. 

Lalu, setelah menemukan yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan visi dan misi pendidikan keluarga, masih ada beberapa hal lagi yang patut dipertimbangkan. Secara administratif, menemukan rumusan visi dan misi sebuah sekolah mudah saja caranya. Kita bisa mengunjungi situs milik sekolah dan membaca semua jenis informasi yang ingin kita ketahui tentang sekolah tersebut. Tapi jangan lega dulu. Segala informasi yang diunggah di sebuah situs adalah informasi yang ingin diketahui secara umum dan bersifat tertulis semata. Ayo, buktikan keselarasan informasi yang tertulis dengan yang menjadi praktik keseharian. Caranya?

1. Kunjungi sekolah yang dituju. Kalau mungkin, justru bukan pada saat mereka menggelar acara Open House. Datanglah pada hari-hari biasa bagi pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar. Lihat langsung praktik pendidikan dan interaksi antar guru, antara guru dengan siswa, antar siswa dan interaksi seluruh anggota komunitas sekolah (guru, kepala sekolah, petugas kebersihan, petugas keamanan, dan lain-lain). 

Selama apa kunjungan harus dilakukan? Tak ada patokan waktu yang pasti untuk hal ini. Gunakan semaksimal mungkin kemampuan anda dalam membaca yang tersirat, body language dan serap ambience yang tercipta. Saat berkunjung, anak anda juga bisa menjadi quality controller yang baik. Sekolah ini kan akan menjadi "jodohnya". Libatkan sense dan insting anak dalam memilih tempat tumbuh kembang jiwanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun