Mohon tunggu...
Ida Mursyidah
Ida Mursyidah Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Anak Usia Dini

Ibu guru yang gemar membaca, bahkan membaca segala kemungkinan terburuk, untuk menyiapkan mental. Senang menulis, walaupun belum pernah menulis buku solo dan tak akan mampu menulis takdir sendiri. Suka menyimak, meskipun suara hati kecil sering terabaikan. Kadang berbicara, jika memang waktunya tiba dan membawa manfaat bagi yang mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jagapati Nuansa Eklektik

31 Desember 2020   21:25 Diperbarui: 31 Desember 2020   21:33 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah hampir 10 tahun Meira merantau. Sebagai orang yang lahir dan tumbuh hingga dewasa di ibukota, Meira merasakan kebutuhan untuk keluar dari kampung halamannya. Beruntung, suaminya setuju dan sampailah mereka di sebuah daerah di Indonesia Tengah.

Daerah di sebuah kabupaten muda penghasil tambang yang memiliki potensi wisata tak kalah hebat dari Lombok maupun Bali. Di sini tak akan kau jumpai kemacetan khas kota, bahkan lampu lalu lintas seringkali bak pemanis ruas jalan semata. Di mana teknologi ditandai dengan saling silang kabel jaringan wifi melintang di atas kepala kuda yang menarik delman sepanjang pagi saat orang-orang pergi dan pulang dari pasar. Kota kabupaten yang seluruh penduduknya demikian mandiri dalam bertransportasi sehingga tak butuh kehadiran angkutan umum karena jarak dekat bisa dicapai dengan sepeda motor berbagai merk dan varian terbaru.

Semua orang, tua muda, laki perempuan, lansia anak-anak, terlihat berseliweran mengendarai sepeda motor. Kota dengan deretan pohon mangga sepanjang jalan dan kebun-kebun jati di antara naik turun jalan berkelok melintasi perbukitannya. Daerah yang anak mudanya mendapat prioritas saat mengajukan beasiswa kuliah di luar negeri dengan kategori daerah 3T, terluar, terdepan dan tertinggal. Kehidupan di daerah 3T sungguh jauh berbeda dengan kehidupan di ibukota. Waktu benar-benar kita miliki di sini.

Jika berjam-jam kau biasa habiskan di jalanan kota besar untuk pergi ke tempat kerja di pagi hari, di sini Meira hanya butuh kurang dari 1 jam untuk jarak 40 km tanpa macet sama sekali. Ya mungkin sesekali Meira hanya butuh memperlambat laju kendaraan karena ada serombongan kuda, kerbau atau sapi yang menyeberang jalan atau dokar yang melaju lamban di depan kendaraannya. Uniknya, semakin banyak nuansa yang melingkupi daerah ini, semakin Meira kerasan tinggal di sana.

Nuansa Pertama

Jika di ibukota kau ingin menikmati 1 hari pada akhir pekan di tepi pantai, pilihannya adalah pantai berpasir hitam dengan kerelaan berbagi lahan berpasir dengan berpuluh-puluh orang lainnya dengan tujuan serupa. Atau pantai di gugusan Kepulauan Seribu yang butuh waktu tempuh sendiri. Sementara belasan pantai yang mengelilingi kabupaten ini dapat diakses hanya dalam perjalanan tak lebih dari 30 menit.

Pantai dengan semua deskripsi yang menyenangkan; pantai yang landai, bersih, berpasir putih, sepi dan gratis. Pantai yang berbingkai gemawan megah putih berarak berlatar langit biru yang cerah karena matahari bersinar dengan teriknya. Anak-anak dapat dengan puasnya bermain pasir dalam artian mereka duduk menjeplak dalam area luas yang bebas berjarak dengan pengunjung lain, berbekal sekop dan ember memuaskan imajinasi dengan beragam imajinasi dari pasir. Bosan dengan pasir, mereka bisa berkejaran, bermain bola, memungut pecahan  karang atau kerang untuk dilempar kembali ke laut atau dibawa pulang. Berenang atau sekedar bermain air juga tak kalah nikmatnya.

Beberapa pantai sangat terkenal di kalangan wisatawan mancanegara dan selalu dituju karena karakteristik ombak tinggi yang menyenangkan untuk kegiatan berselancar.

Nuansa Kedua

Hal berikutnya yang menjadi kekhasan daerah setelah keindahannya adalah mahalnya bahan makanan dan produk sandang. Letak kabupaten ini yang jauh dari ibukota menjadikan barang butuh waktu lebih lama untuk tersedia. Pun jika tersedia, harganya tak terbayangkan oleh penduduk kota besar. Terutama barang sandang, harga yang ditawarkan adalah harga beli plus ongkos kirim yang tinggi. Memang, tidak semahal barang di Papua, namun cukup membuat Meira geleng-geleng kepala.

Sejak hampir 4 tahun terakhir Meira menjalankan usaha toko bahan kue. Meira membuktikan sendiri harga barang di daerah ini menjadi sangat tinggi lantaran letak geografisnya yang menuntut ongkos kirim tinggi. Barang dengan kualitas bagus di kota besar dan berharga cukup terjangkau butuh ongkos kirim sekitar 40 ribuan perkilo untuk tiba di sini. Sehingga harga jual kembali tak akan lagi terdengar manis bahkan di telinga Meira sendiri.

Nuansa Ketiga

Meira sering pulang ke Jakarta untuk menengok orangtua, terutama pada musim libur sekolah dan hari raya. Kehadiran Meira dengan keluarga inti di rumah orangtuanya pada hari raya adalah salah satu cara Meira menyantuni orangtuanya. Karena hakikat menyantuni adalah menghadirkan kebahagiaan. Namun apa daya, satu tahun terakhir Meira tak dapat bepergian karena wabah pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Tak terbayang sebelumnya rindu harus ditahan sedemikian kuat. Sebagai obat rindu penawar kangen, orangtua Meira yang rindu anak cucu sering mengirimkan paket barang atau makanan kesukaan cucu-cucunya.

Paket yang penampakannya bagi orang lain hanya sebatas dus berbentuk kotak dibungkus kertas hadir layaknya harta karun tak ternilai harganya di mata Meira sekeluarga. Kudapan dan makanan kering olahan nenek terasa sangat berarti bagi cucu-cucu. Pakaian dan buku diterima dengan sumringah dan senyum lebar tanda bersambutnya rasa rindu di antara dua pulau yang jauh namun terasa dekat.

Nuansa Keempat

Meira dan pasangan punya hobi membaca buku. Salah satu anak Meira meneuruni kegemaran tersebut dan sedang menekuni kegiatan menulis. Pembelian buku dari luar kabupaten menjadi kegiatan yang sangat penting. Demikian pula untuk kegiatan menulis. Urusan kirim-mengirim buku yang sudah dicetak oleh penerbit membutuhkan  jasa ekspedisi yang berpengalaman terutama pengalaman mengantar barang ke daerah terpencil. Bahagia rasanya menyaksikan anaknya mampu menemukan passion di usia belia dan bisa difasilitasi dengan cukup baik walaupun tinggal di daerah kecil yang jauh dari pusat komunitas berada.

Saksikanlah ragam nuansa di tanah rantau Meira. Betapa nuansa-nuansa tersebut bisa berkembang dan mencapai puncaknya dengan keberadaan jasa ekspedisi yang  benar-benar tangguh, seperti Jalur Nugraha Ekakurir. Dengan biaya bersaing dan pelayanan prima, JNE bisa memberi kesempatan bagi berbagai peluang menemukan jalan suksesnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun