Mohon tunggu...
ida parida
ida parida Mohon Tunggu... Guru - guru

pembelajar, menulis dan menjadi inspirator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Filosofi Ki Hajar Dewantara sebagai Landasan Transformasi Pendididikan di indonesia

2 April 2023   08:38 Diperbarui: 2 April 2023   08:52 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Filosofi KHD sebagai Landasan Transformasi Pendidikan di Indonesia


Oleh Ida Parida, S.Pd., M.Pd

Filosofi KHD menjadi ruh bagi Pendidikan Nasional, Adapun pemikirannya sampai sekarang masih relevan digunakan, banyak nilai-nilai dari pemikirannya yang dijadikan landasan bagi nilai-nilai pendidik saat ini diantanya bahwa pendidikan mempunyai nilai menuntun dimana nilai ini berarti pendidikan menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. 

Oleh karena itu pendidik dapat menuntun tumbuh kembang anak sesuai dengan kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak sedari lahir. Selama proses menuntun pendidik berperan sebagai among buat anak-anak dalam memunculkan potensi yang dimiliki anak-anak sehingga anak-anak mempunyai kebebasan untuk memunculkan potensi yang ada. 

Sistem among yang dikenalkan oleh KHD dalam menjalankan pendidikan di Taman Siswa merupakan nilai yang digali dari kearifan local, system ini merupakan buah pemikiran otentik dari KHD yang meluluhkan system Pendidikan barat, Sistem among mengedepankan pada nilai asih, asah dan asuh sebagai pendidik ke anak-anak. Kata among sendiri berasal dari Bahasa Jjawa yang berarti mengasuh, hal ini mengandung makna bahwa pendidik berperan juga sebagai "pengasuh" untuk anak-anak, makna mengasuh mempunyai nilai kasih sayang, membimbing dan mengarahkan anak sesuai dengan kodrat alam yang dimilikinya. 

Mengasuh juga mengandung makna dalam tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan namun juga mendidik anak mempunyai akhlak yang baik, budi pekerti yang luhur dan nilai-nilai kebaikan lainnya. Guru yang berperan sebagai among harus dapat memunculkan potensi anak sesuai dengan minat dan bakatnya tanda tekanan dan intervensi dari luar namun masih dalam bingkai kebaikan, hal ini juga mengandung nilai kemerdekaan belajar yang dikenalkan oleh KHD, makna kemerdekaan belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat.

Merdeka belajar yang saat ini digaungkan juga menjadi ruh bagi nilai-nilai Pendidikan yang diajarkan, makna merdeka belajar adalah sekolah, murid, dan guru memiliki kebebasan untuk berinovasi, belajar dengan mandiri dan kreatif, arti sesungguhnya dari merdeka belajar adalah kemandirian murid dalam proses belajar dan kemerdekaan bagi lingkungan Pendidikan untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran.

Menghadirkan Pendidikan yang menyenangkan untuk anak dapat meningkatkan motivasi dan semangat belajar anak-anak, karna ank-anak tidak bisa dilepaskan dari aktivitas bermain. Bermain adalah salah satu cara membentuk kepribadian dan kecerdasan anak. Dalam melakukan aktivitas bermain, anak tidak menyadari kalau dirinya juga belajar. Mereka bermain dengan perasaan senang, lucu, spontan, dan tidak ada unsur paksaan. Anak yang selalu gembira akan memiliki pertumbuhan badan dan perkembangan jiwa yang baik. 

Karena itulah penting terus menyadarkan para guru agar selalu melakukan aktivitas bermain kedalam skema belajar-mengajar sehari-hari.  Selain itu, dalam permainan juga selalu sesuai kodrat anak-anak yang selaras dengan alam sekitar sehingga spontanitas anak juga tumbuh alami. Ki Hadjar juga berpendapat, kesenian untuk anak-anak dapat dilakukan melalui permainan, khususnya latihan kesenian suara, tari, dan sandiwara. 

Semuanya itu dasar pendidikan budi pekerti, sebagaimana Ki Hadjar mengemukakan, "Permainan kanak-kanak adalah kesenian kanak-kanak yang sungguh pun amat sederhana bentuk dan isinya namun memenuhi syarat-syarat etis dan estetis, dengan semboyan: dari natur ke arah kultur".

Belajar sambal bermain akan membawa pengalaman belajar yang menyenangkan untk anak-anak sehingga akan lama dikenang sehingga dapat meningkatkan kompetensi yang diinginkan tanpa harus melalui proses ujian tertulis, jika anak melalui pengalaman belajar maka konsep materi yang diajarkan akan mudah masuk dibandingkan hanya dengan menghafal karna anak-anak langsung mengalami, melakukan dan menerapkan langsung.  

Proses Pendidikan yang dijalankan guru harus dapat berpihak pada murid sehingga Ketika merencanakan pembelajaran maka muridlah yang menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan proses pembelajaran yang akan dilakukan, mengedepankan pada kebutuhan anak yang berbeda dan memfasilitasinya dengan media dan ruang untuk memaunculkan potensi yang dimiliki masing-masing anak.

Karna anak bukan buku putih yang bisa ditulis apapun oleh guru namun anak memiliki kodrat alam sendiri sejak lahir yang memunculkan potensi yang berbeda-beda satu sama lain, anak diibaratnya ketika lahir memiliki garis-garis samar sendiri dan orang dewasalah yang akan menebalkan garis-garis samar tersebut. 

Ketika kita memandang anak sebagai individu, itu akan membuat proses pendidikan yang kita lakukan berbeda dibandingkan jika kita memandang anak sebagai kertas kosong. Dengan memandang anak sebagai individu, kita lebih melibatkan anak dalam proses pendidikan untuk dirinya sendiri; kita mendengarkan dan memperhatikan pendapat mereka serta menjadikannya sebuah hal yang penting dalam proses pendidikan anak.

Jika kita meyakini bahwa fungsi utama pendidikan adalah mengeluarkan potensi-potensi yang dititipkan Tuhan pada anak-anak kita, maka kita akan menempuh rute dan nilai-nilai yang berbeda dalam mendidik anak-anak kita , Mendidikan anak harus dengan ketelatenana, kesabaran dan kasih sayang seperti halnya kita menanam. 

Pandangan Ki Hadjar Dewantara mengenai Pendidikan diibaratkan seperti kita menanam padi,dalam hal ini padi diibaratkan olehnya seperti anak (murid) dan petani sebagai guru yang menyebarkan benih atau bibit padi, tidak bisa memaksakan tanaman padi menjadi tanaman lainnya. Hal tersebut juga dimaksudkan kepada anak-anak yang sudah mempunyai minat dan bakatnya masing-masing, tidak bisa dipaksa untuk menjadi apa yang diinginkan oleh guru atau orang tua untuk tujuan tertentu. 

Beliau juga menegaskan bahwa petani tidak boleh membedakan darimana asal padi, pupuk, dan hal lainnya, karena minat anak begitu beragam dan berbeda-beda, namun mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas atas kemauannya sendiri.

Metode pembelajaran yang di kenalkan KHD saat itu adalah menggabungkan unsur pancaindera dan permainan karna kedua metode pembelajaran ini juga dikenalkan oleh Montessori dan Frobel namun keduanya hanya menggunakan salah satu yang menjadi titik beratnya, jika Montessori menitik beratkan pada pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca indra dan semua itu bersifat pelajaran. 

Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan, lain halnya dengan Frobel yang mengutamakan permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran panca indra juga diwujudkan mengadi barang-barang yang menyenangkan anak.

Namun, dalam proses pembelajarannya anak masih diperintah. Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode tersebut, akan tetapi pelajaran paca indra dan permainan aka itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu. Sebab, salam Taman Siswa terdapat kepercayaan bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-anak tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alat-alat yang bersifat mendidik si anak.

Menurut KHD Pendidikan harus bersifat holistic sehingga penekanan pembelajaranaanya bersifat menyeluruh baik jiwa maupun raga, murid tidak hanya di munculkan kecerdasan kognitifnya saja namun juga afektif dan psikomornya juga bisa terasah dengan baik.

Selain holistic Pendidikan juga harus bersifat kontekstual dan berpusat pada siswa, menjunjung kearifan local dan mendekakan lingkungan terdekat siswa sebagai bahan pembelajaran sehingga siswa dapat meneksplorasi pembelajaran dengan melalui pengalaman belajar dan pembelajaran bermakna diharapkan dapat melahirkan profil pelajar Pancasila yang mempunyai nilai-nilai yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, mandiri, berpikir kritis, kreatif, bergotong royong, dan berwawasan global. 

Transformasi Pendidikan yang dilakukan harus mendapat respon semua pihak baik, pemerintah, masyarakat dalam hal ini orang tua maupun guru sendiri sebagai agent perubah dan garda terdepan dalam pelaksanaan kurikulum sekolah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun