Mohon tunggu...
Ida Nurbagus
Ida Nurbagus Mohon Tunggu... Administrasi - An ordinary mom with extraordinary hope

Everybody's not gonna like me, everybody's not gonna love what I've got to write - that doesn't mean I gotta stop being who I am

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sembilan Bulan Covid yang Makin Asik

6 November 2020   21:38 Diperbarui: 7 November 2020   05:24 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti layaknya ibu hamil, Pandemi Covid-19 masuk  bulan ke delapan.  Jika di trimester awal kekagetan dimana-mana, di  bulan ke sembilan ini,   perubahan kian bisa diterima,  malah  menimbulkan keasikan tersendiri,  khususnya buat ibu seperti saya. Jadi ingin mengenang bulan-bulan awal pandemi datang....

16 Maret  2020,    LFH (learning from home)  dimulai.  Sebagai ibu yang masih memiliki 2 anak usia sekolah, aktifitas daring ini membuat saya terkaget-kaget, apalagi si bungsu yang saat itu masih  kelas VI SD,  mempersiapkan UN yang sudah di depan mata, dengan LFH, rasanya tidaklah mudah.  Memang, kasak kusus UN dihilangkan sudah mulai terdengar, cuma katanya  UN ditiadakan di tahun depan 2021. Ternyata, karena Covid-19, UN tahun ini pun ditiadakan. Kaget  tentu.  Tapi, apa boleh buat, semua harus diterima, sambil tegang, akan seperti apa  PPDB  yang tanpa UN nanti.

15 Juni 2020, PPDB (Pendaftaran Penerimaaan Siswa Didik Baru) DKI dimulai. Kekagetan lain   datang.  Ternyata  jalur zonasi kali ini  memakai kriteria umur.   Sama sekali tak pernah terbayangkan, apalagi usia si bungsu relatif muda. Mulai panik.  Tanya sana sini, berusaha update sosmed untuk mengamati perkembangan yang tengah berlangsung. Liat ibu-ibu demo, rasanya terwakili sekali. Isi demo :   banyak siswa terdepak dari sekolah pilihannya karena usia yang  belum cukup lewat jalur zonasi dan afirmasi. 

Tanggapan pihak PPDB DKI : meminta ortu untuk   mencoba  jalur prestasi. Setelah dijalani, eh... ternyata dijalur ini, akreditasi sekolah asal juga ikut diperhitungkan, alhasil, meski nilai siswa tinggi, jika akreditasi sekolahya rendah, maka siswa tidak bisa mendapatkan sekolah yang diharapkan. Sekolah swasta yang "borju" akreditasi sekolah hampir menyentuh angka 100, jauh dengan sekolah negeri yang fasilitasnya "standar".  Dengan sistem ini,   tak hanya orangtua yang pusing, para siswapun kembali  kecewa karena terus mengalami penolakan. 

Saya, si bungsu (plus keluarga dekat) pun mengalami ketegangan dan kesedihan serupa. Saat PPDB berlangsung, perasaan kami seperti naik roller coaster, gembira saat namanya terpampang pada sekolah pilihan pertama  yang dituju, kemudian, tegang karena tergeser,  terdepak dan nyangkut di sekolah berikutnya.  Gembira sesaat, lalu berbalik kecewa.

Saat itu, saya terus berpikir, untuk menggunakan jalur PPDB  searif mungkin. Terus  berpikir dan ber'hitung' dalam menentukan dan memutuskan SMP  yang  akan kami pilih. Setelah tanya sana sini, PC (personal chat) wa ke banyak guru, 'lari' ke Posko PPDB, hitung kemungkinan yang ada,  plus berdoa yang utama,   akhirnya,  nama si bungsu  bisa terpampang di  SMP pilihan pertama, sesuai yang diharapkan semula. 

13 Juli 2020, Tahun ajaran 2020/2021 dimulai.   Drama babak baru kembali dimulai. Penggunaan laptop harus gantian. Begitu pula dengan HP yang tadinya bebas wa grup, sekarang harus menampung 13 grup, dan  harus standby, siaga setiap saat. Kalau masalah boros kuota, sudah pasti. Cuma di sisi lain, ada bagusnya, karena tidak perlu  menyediakan ongkos sekolah dan  uang jajan.  Dengan PJJ,  uang jajan bisa dialihkan untuk beli kuota internet (jaga2 sekiranya wifi lemot).

Sekarang sudah lebih dari tiga bulan   PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) berlangsung. Minggu awal masih masa MPLS (pengenalan lingkungan sekolah).  Minggu kedua sudah mulai perkenalan dengan guru bidang studi, lengkap dengan metode yang digunakan oleh para guru.  Ada yang menggunakan g-meet, wa grup, zoom, padlet juga quiper.  Memang sih, sekolah tatap muka rasanya lebih efektif dan menyenangkan buat semua., namun, jika kenyataan sekarang sekolah  masih memakai sistem daring yaaah... mau gimana lagi. 

23 Oktober 2020, pembagian raport bayangan/sisipan.  Drama  episode Covid-19 dalam dunia pendidikan ternyata belum usai.   Rapot sisipan, hasil UTS (ujian tengah semester) yang dibagikan  membuat banyak  ortu kaget. Nilai anak jelek, di bawah KKM,  padahal tiap hari ikut daring dengan guru sekolah. Guru tak mau begitu saja disalahkan. Maka di agendakalah zoom meeting antara ortu dan wali kelas.  

 Saat zoom meeting berlangsung,  protes orangtua dan pembelaan  guru sama-sama kuat.  (Mayoritas)  Ibu-ibu "panik" melihat nilai anak mereka.  Ada beberapa ortu yang keberatan karena  nilai anak mereka yang tidak tuntas. Menurut raport bayangan, ini   karena absen tugas, padahal menurut  sang anak assignment itu sudah dikerjakan. Pihak guru pun tak mau begitu saja disalahkan, mereka menganggap tugas memang belum diterima, apalagi sistemnya online, jadi yang mengerjakan atau tidak, sudah otomatis terekam dengan sendirinya.    

Ada pula ortu yang mohon permakluman sekolah,   nilai UTS anak  kurang, karena koneksi lemot, malah gagal terkonek saat ujian berlangsung. Untuk masalah ini pihak sekolah, masih memaklumi, si anak diberi kesempatan UTS  ulang. Namun masalah  kebiasaan siswa yang kadang seperti  "menyepelekan" tugas, hingga akhirnya menumpuk agak susah untuk ditolelir, oleh guru hal ini dianggap karena anaklah yang tanpa sengaja menumpuk tugas sekolah. Tugas hari Senin tidak dikerjakan, numpuk di hari Selasa,  numpuk lagi di haru Rabu, jika tidak segera diselesaikan. Begitu seterusnya. Ortu, masih belum puas, mereka komplain, karena materi / tugas yang  "terserak" dimana-mana, ada di WA grup, di Goeggle Classroom atau di  Quipeer, bikin puyeng. 

Alih-alih mengutuki keadaan, apalagi melihat PJJ yang sesungguhnya sangat lentur dalam hal waktu.  Sebagai komite kelas, saya minta anak saya untuk membuat loker online. Pakai saja open sources yang ada. Lalu kami coba menggunakan padlet. Materi  dan tugas yang  tiap hari diberi oleh bapak/ibu guru, dicatat di sana, per minggu. Sudah dua minggu (sejak UTS dibagikan)  loker ini dibuat, dan alhamdulillah semua terbantu.  

Dengan membuat link assignment siswa seperti  Fourth October,  dan First November   ini, maka tugas/materi yang diberi oleh para guru akan terlihat sistematis baik bagi siswa, guru  maupun orangtua  yang  menemani /memantau  anak-anak belajar. Artinya, kendala PJJ kian hari nampaknya semakin terkuasai. Drama  sembilan bulan Covid-19 sepertinya akan makin asik dan berakhir happy ending.   Kalau meminjam istilah yang sempat viral dari Bu Tejo, yang penting kan  solutip. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun