Mohon tunggu...
Ida Nur Laila
Ida Nur Laila Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Konselor Senior di Jogja Family Center (JFC), Pengelola Balai Belajar Masyarakat (BBM), tinggal di pelosok kampung Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Ibu Teladan (3): Moralitas Ibu Teladan

27 Oktober 2011   04:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:27 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada postingan terdahulu, telah saya sampaikan tentang Spiritualitas Ibu Teladan dan Intelektualitas Ibu Teladan. Pada kesempatan kali ini akan saya sampai upaya berikutnya dalam menjadikan kita sebagai ibu teladan, yaitu segi moralitas.

Moralitas Ibu Teladan

Ibu Teladan selalu menampilkan akhlak mulia dalam kehidupan kesehariannya. Para ibu selalu menjaga perkataan, perbuatan, penampilan, pakaian dan perilaku keseharian agar bisa menjadi contoh teladan dalam kebaikan.

1.Menghiasi diri dengan keindahan akhlak

Karena ibu selalu menjadi teladan dan rujukan bagi anak-anak, maka akhlak harus maujud dalam kehidupan kesehariannya. Sekali ibu memberikan contoh perilaku menyimpang, maka akan diingat oleh anak dan menjadi referensi bagi kehidupan mereka. Para ibu harus berupaya dengan bersungguh-sungguh untuk selalu menetapi akhlak mulia.

Kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga adalah laboratorium nyata bagi anak-anak dan semua anggota keluarga, untuk membentuk kepribadian utama. Maka ibu harus memberikan keteladanan dengan berbagai akhlak mulia, agar bisa langsung bisa dilihat dan ditiru oleh anak-anak.

Menurut Al Ghazali, akhlak adalah kondisi jiwa yang mantap, yang melahirlkan perilaku spontan tanpa pemikiran dan pertimbangan lagi. Hal ini menunjukkan, akhlak bukanlah kepura-puraan, bukanlah lapisan topeng yang menutupi kondisi asli. Namun akhlak muncul dari dalam jiwa, sehingga perbuatan tertampakkan secara spontan. Apa yang menjadi spontanitas kita dalam hidup sehari-hari, itulah sesungguhnya akhlak kita. Kalau masih dipikir dan dipertimbangkan, itu baru usaha untuk membentuk akhlak dalam diri.

Maka para ibu yang memiliki kemuliaan akhlak, spontanitasnya adalah kebaikan. Merespon segala sesuatu dengan kemuliaan. Jika responnya adalah kemarahan dan sumpah serapah, seperti itu pulalah kondisi akhlak yang sesungguhnya dia miliki. Perbaiki jiwa, bersihkan hati, beningkan pikiran, maka akhlak para ibu akan selalu mulia.

2.Menjauhkan diri dari berbagai macam sifat tercela

Para ibu tidak boleh membiasakan diri melakukan perbuatan yang tercela, seperti berdusta, berkata kotor dan jorok, berpenampilan yang tidak menunjukkan kemuliaan dirinya, mudah marah, mudah mengeluh, dan lain sebagainya. Banyak ibu yang belum bisa memberikan contoh keteladanan kebaikan bagi anak-anaknya, karena mereka tidak berusaha menjauhkan diri dari sifat dan perbuatan yang tercela.

Masih banyak ibu yang suka mengumpat dan mengumbar kemarahan di depan anak-anak. Masih banyak ibu yang suka berkata jorok dan kotor di hadapan anak-anak. Masih banyak ibu yang suka berbohong dan melakukan tindakan tidak terpuji. Itu semuanya akan sangat mudah ditiru oleh anak-anak, karena ibu adalah rujukan yang sangat kuat membekas pengaruhnya dalam jiwa mereka.

Kata-kata dan nasihat kepada anak-anak tidak akan banyak manfaatnya. Yang lebih memberikan pengaruh kuat pada kepribadian anak adalah contoh keteladanan nyata, dengan akhlak mulia dan menjauhi perbuatan tercela. Apabila para ibu selalu berusaha menjauhkan diri dari berbagai macam sifat yang tercela, akan membuat anak-anak memiliki contoh teladan utama yang akan dibawa hingga kelak mereka dewasa.

Namun jika keburukan justru didapatkan contoh dengan sangat mudah di dalam rumah, maka anak-anak tidak perlu bergaul dengan para penjahat untuk menjadi jahat. Karena di dalam rumah, orang tua mereka telah membiasakan kebohongan, kekotoran, serta kebiasan-kebiasaan tidak terpuji lainnya. Wajar jika kelak mereka menjadi orang yang tidak mulia, karena sejak anak-anak telah ditumbuhkan dalam suasana ketidakbaikan oleh orang tua mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun