Mohon tunggu...
Referensi Wildan
Referensi Wildan Mohon Tunggu... Insinyur - Menulis untuk akal sehat

Sedang berlayar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Muhammadiyah Berencana Tarik Dana, Antara Money Rush, UMKM, dan Jabatan Strategis

25 Desember 2020   08:47 Diperbarui: 25 Desember 2020   08:54 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebetulnya, dinilai dari sisi manapun, tidak ada masalah dengan wacana penarikan uang muhammadiyah. Toh uang muhammadiyah sendiri. Mau ditarik, mau diulur, tidak ada masalah.

Tapi karena wacana penarikan ini muncul tepat ketika BRI Syariah, BNI syariah dan Mandiri Syariah beneran merger menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI), muncullah berbagai pertanyaan dalam benak saya. Sekali lagi bukan karena penarikan uangnya. Itu sih biasa saja.

Saya bertanya-tanya kenapa harus sekarang, setelah tujuh tahun bersama dalam suka dan suka? Kenapa juga harus woro-woro di media, padahal penarikan tadi masih tahapan rencana? Kenapa alasannya juga terlalu superfisial, seperti semakin besar bank semakin tak pro UMKM, atau karena tidak cocok dengan jajaran pimpinan BSI. Sejujurnya, apa yang Muhammdiyah tunjukkan sekarang bukan Muhammadiyah yang saya tahu selama ini.

Masih segar dalam ingatan kita bahwa krisis moneter di tahun 97/98 juga dimulai dari krisis kepercayaan. Hilangnya kepercayaan kepada perbankan, yang memang bobrok saat itu, memicu penarikan uang besar-besaran. 

Bank panik karena kehabisan uang. Melego aset-asetnya dengan murah, mencari utangan kesana kemari. Diujung krisis, apakah lantas para konglomerat itu tumbang? Nyatanya, justru masyarakat dan negara yang menanggung kerugian paling parah sampai hari ini.

Dengan gembar gembor penarikan dana simpanan di media massa tepat disaat publikasi merger dilakukan, apakah Muhammadiyah sudah menghitung potensi terulangnya peristiwa tahun 97/98? Sudahkan dipertimbangkan matang-matang jika masyarakat Indonesia yang mudah terprovokasi ini ikut2an melakukan penarikan dana dari bank-bank syariah BUMN?

Maka saya sangat appreciate ketika pada tahun 2013 Muhammadiyah menarik dana dari bank konvensional dan menaruhnya di tujuh bank syariah. Tidak perlu heboh seperti saat ini. Ambil ya ambil saja. Rugi ya bilang rugi. Seperti kata ketua bidang ekonominya waktu itu, Bambang Sudibyo. Mereka menarik dana karena bunga simpanan hanya 6% sedangkan bunga kredit yang dibebankan kepada lembaga-lembaga dibawah Muhammadiyah sebesar 18%. Wajar saja Muhammadiyah merasa dirugikan.

Setelah 2013 mengalihkan dana ke bank-bank syariah, berarti telah tujuh tahun dana Muhammadiyah dikelola bank syariah. Sayangnya, tujuh tahun juga tidak terdengar protes tidak pro UMKM. Malahan, protes baru muncul sekarang. Saat mau merger. Dimana logika sebuah merger akan semakin memperluas dan memperkuat jaringan bank syariah. Dimana suara Muhammadiyah saat porsi kredit UMKM BRI syariah masih 20% dari total kredit? Kok malah protes saat porsi kredit UMKM sudah 46% di tahun ini?

Jika Muhammadiyah khawatir semakin besarnya skala bank syariah akan semakin memperlebar jarak bank dengan UMKM, mungkin Muhammadiyah perlu mengkaji bagaimana bank dengan market cap terbesar kedua di Indonesia, yaitu Bank BRI bisa memenuhi porsi kredit UMKM 81 persen dari total kreditnya tahun ini. Bank BRI adalah BUMN dan ia berukuran sangat besar sekali. Merger BSI dibanding BRI itu bagaikan sebutir kacang diatas rempeyek.

Alasan lain yang tak kalah anehnya adalah ketidakcocokan Ketua Muhammadiyah, Anwar Abbas terhadap jajaran direksi, komisaris dan DPS BSI. Sekalipun tidak menjelaskan alasan ketidakcocokannya, kita bisa melihat memang tidak ada satupun dari elemen tadi yang mengandung unsur Muhammadiyah. Bahasa kasarnya, Muhammdiyah sedang dianaktirikan. 

Padahal, Muhammadiyah memiliki simpanan yang cukup besar sekalipun tidak signifikan.Jika benar ada 6 Triliun di 3 bank dibawah BSI, maka nilai ini sekitar 3% saja dari nilai Dana Pihak Ketiga (DPK) yang akan dikelola oleh BSI. Kecil memang. Tapi urusan dengan Muhammdiyah yang sudah gembar gembor di media bukan hanya sekedar DPK bukan? Yang paling berbahaya adalah multiplier effect yang mungkin terjadi dimasa depan yang saya yakin tidak akan menyenangkan bagi BSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun