Mohon tunggu...
Referensi Wildan
Referensi Wildan Mohon Tunggu... Insinyur - Menulis untuk akal sehat

Sedang berlayar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Untung Rugi Kebijakan Ekspor Benih Lobster

9 Desember 2020   17:54 Diperbarui: 9 Desember 2020   18:17 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini aku melihat seorang ibu tua.

Terguncang guncang diatas perahu lapuknya

Tangannya sesekali mengayuh dayung, sesekali berhenti
Mengayuh lagi, berhenti lagi
Oh rupanya ia sedang bekerja
Dengan sabar ia menata kembali jala-jala
Yang semalam porak poranda diterpa gelombang

Memang itu sumber nafkahnya. Menangkap benih udang
Yang saudaranya, si lobster, akan jadi bahan pembicaraan kita

Banyak yang khawatir kalau benih lobster dialam habis. Tapi tidak bagi Prof Rokmin Dahuri, Guru besar dari IPB yang juga mantan menteri KKP. 

Beliau menghitung Indonesia punya surplus benih 417 juta ekor. Sangat kecil. Jika dibandingkan 25 milyar ekor benih lobster di pesisir pantai Indonesia. Hanya 1.6% nya saja.

Apabila dibesarkan alam, 417 juta ekor tadi hanya akan tumbuh dewasa jadi 17 ribu ekor. Saja. Tapi jika dibudidaya, yang hidup bisa 125 juta.

Maka tidak perlu khawatir benih habis. Yang perlu dikhawatirkan justru masyarakat miskin nelayan. Yang jumlahnya bertambah tiap waktu. Karena tidak bisa memanfaatkan laut mereka.

Dicabutlah Peraturan menteri no 56 tahun 2016. Yang melarang benih untuk ditangkap. Yang tidak boleh untuk budidaya. Tidak boleh untuk di ekspor.

Digantikan permen no 12 tahun 2020. Disahkan Edi Prabowo sang tahanan KPK.

Peraturan yang bagus. Semangatnya pun luar biasa. Benih lobster harus bisa meningkatkan taraf hidup nelayan sambil memastikan ketersediaan benih di alam tetap terjaga, plus pemasukan negara bertambah.

Dalam petunjuk teknis dirjen perikanan tangkap, nelayan boleh menangkap dengan catatan hasil tangkapan wajib 70% untuk pembudidaya, 30% untuk ekspor. 

Agar benih terjaga, ijin ekspor hanya diberikan pada eksportir yang telah berhasil membudidayakan lobster secara berkesinambungan. Eksportir  juga diwajibkan melepas 2% dari lobster yang telah dewasa kembali ke alam.

Keren sekali. Dengan melepas lobster dewasa, alam mendapat haknya kembali. Impas.

Nelayan senang karena peraturan menjadikan ia adalah satu-satunya pihak yang boleh menangkap benih lobster. Tentu ia harus terdaftar. Alat tangkapnya pun harus yg statis. Agar tidak merusak lingkungan.

Pembudidaya yang sebelumnya kembang kempis akhirnya bernyawa karena dapat jatah 70% benih hasil tangkapan nelayan.

Eksportir girang karena bisa ekspor dengan legal. Meskipun jatahnya hanya 30% dari tangkapan nelayan.

Tapi ya. Inilah masyarakat kita.
Dibuat peraturan bagus bagus hanya untuk dipermainkan. Nelayannya lebih suka menjual benih tangkapannya kepad eskportir. Harganya lebih mahal. 

Pembudidayanya mengeluh rugi terus. Padahal, vietnam bisa untung dengan harga benih yang lebih mahal. 

Eksportirnya nakal. Agar izin cepat keluar, beli saja lobster dewasa dari nelayan. Klaim telah berhasil budidaya. Eksportir juga biasa kong kalikong dengan pejabat berwenang agar kuota bisa bertambah.

Tentu saja tidak semua nelayan, pembudidaya dan eksportir culas. Sebagian besar masih dijalan yang benar.

Lalu kita bertanya-tanya. Apakah peraturan baru ini tidak bermanfaat sama sekali? Banyak sekali masalahnya?

Saya akan jawab: tentu saja sangat bermanfaat. Saya berani mengatakan kebijakan ini revolusioner. Ia mengakomodir semua pihak. Peneliti LIPI bahkan mengatakan permen ini adalah pembaharuan dalam tata kelola lobster Indonesia.

Penyelundupan jadi berkurang banyak. Dulu saat dilarang ekspor, PPATK mencurigai aliran dana 900 miliar per tahun untuk cukong benih lobster ilegal. 

KKP bahkan mencatat potensi loss 1.6 Triliun akibat penyelundupan. Dengan adanya permen, penyelundup lebih memilih jalur legal. Kalau sudah legal, saling bersainglah mereka. Kalau sudah bersaing, permainan kotor akan hilang. Berganti kompetisi. Ia akan memperbaiki sistem dengan sendirinya.

Tidak percaya? Lihatlah kasus tertangkapnya menteri Edi. Itu bukti nyata kalau persaingan antar pengusaha tengah terjadi. 

Jadi kebijakan pemerintah dalam bentuk permen ini sangat adil dan revolusioner. Semua kalangan terakomodir kepentingannga. 

Kebijakan ini menguntungkan nelayan, menguntungkan pembudidaya, menguntungkan eksportir dan ujungnya menguntungkan bangsa Indonesia. 

Tentu ada ketidak sempurnaan dalam pelaksanaan. Itu lumrah. Korupsi menteri itu benar benar menjijikkan. 

Inilah pekerjaan rumah kita. Bukan hanya pemerintah. Tapi juga aku dan kamu.

Kita tidak bisa terus pesimis, takut kecurangan terus terjadi, lalu ambil langkah mundur. Kecurangan itu akan selalu ada. Sampai kiamat. Tinggal bagaimana kita perbaiki yang rusak tadi hingga jadi sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun