Film tentang pahlawan super begitu digemari oleh berbagai kalangan masyarakat. Tidak hanya menampilkan pahlawan super laki -- laki, dunia perfilman juga mulai menyoroti pahlawan super perempuan.
Begitu juga dengan film Wonder Woman (2017) dan Captain Marvel (2019) yang menjadi bentuk gebrakan baru dalam dunia perfilman pahlawan super di Marvel dan DC Universe. Â
Isu Ketidaksetaraan Gender dan Stereotip
Berbicara tentang perempuan, tentu tak lepas dari persoalan ketidakadilan gender dan stereotip. Hal ini juga tampak dalam film Wonder Woman (2017) dan Captain Marvel (2019).
Ketidakadilan gender merupakan kondisi di mana seseorang diperlakukan secara berbeda maupun tidak adil berdasarkan alasan gender (Vries, 2006).
Sedangkan stereotip terhadap perempuan menciptakan pelabelan yang mampu menjatuhkan sisi perempuan dalam masyarakat.
Ketidaksetaraan gender dan stereotip umum terjadi di masyarakat, dan membuat perempuan sulit untuk mengutarakan pendapat secara bebas. Hal ini kemudian menjadi isu yang justru dapat menghambat komunikasi.
Film Sebagai Komunikasi Massa
Melihat berbagai isu komunikasi semakin banyak, film pun hadir sebagai media komunikasi massa yang kerap dijadikan sarana untuk menampilkan atau membentuk realitas dalam masyarakat.
Film kemudian menjadi media untuk menyampaikan pesan maupun kritik terhadap suatu isu. Para penggarap film juga menggunakan film untuk menyampaikan isu -- isu sensitif, misalnya isu tentang ketidaksetaraan gender stereotip terhadap perempuan hingga feminisme.
Teori Feminisme
Teori feminisme ialah kajian sosial tentang gerakan perempuan untuk membela kaum perempuan yang tertindas untuk memperoleh otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan atas dirinya (Sugiarti, Andalas, & Setiawan, 2020).
Gerakan feminisme bertujuan untuk meningkatkan derajat perempuan, memperjuangkan kesetaraan gender dan kebebasan atas diri perempuan (Djajanegara, 2000).
Adapun beberapa aliran feminisme menurut Rosemarie Putnam Tong, yakni feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, feminisme sosialis, feminisme eksistensial, feminisme psikoanalisis, feminisme postmodern, feminisme multikultural, dan feminisme ekofeminisme.
Analisis ini menggunakan metode analisis teks, yaitu secara tekstual dan intertekstual. Tekstual mengkaji berbagai unsur yang berada dalam film. Sedangkan intertekstual mengkaji dengan unsur di luar film.
Pada analisis penulis akan membandingkan dua film dengan tema pahlawan yang mengangkat isu feminisme, yakni film Wonder Woman (2017) dan Captain Marvel (2019).
Sisi Feminisme Eksistensialisme Dalam Wonder Woman (2019)
Wonder Woman adalah film yang dirilis tahun 2017 oleh Warner Bross Pictures dengan mengangkat sosok pahlawan super perempuan dari DC Comics.
Film Wonder Woman mengangkat aliran feminisme eksistensialisme. Feminisme eksistensialisme merupakan aliran feminisme yang mendukung kebebasan perempuan dalam memaknai eksistensinya.
Feminisme eksistensialisme melihat bahwa laki-laki selalu menjadi subjek (the self) yang dominan, sedangkan perempuan kerap menjadi objek (the other), sehingga membuat perempuan tertindas.
Oleh karena itu perempuan dapat menunjukkan eksistensinya dengan memiliki pekerjaan atau menjadi kaum intelektual, sehingga dapat menjadi sosok independent.
Sisi feminisme eksistensial ditunjukkan pada adegan yang menyorot suku asli Diana atau Wonder Woman yang berasal bangsa Amazon dari Themyscira. Â Bangsa Amazon hanya terdiri dari kaum perempuan tangguh yang menjadi prajurit, di mana mereka pandai menggunakan senjata.
Adegan tersebut berusaha menunjukkan bentuk eksistensi perempuan yang mampu berdiri sendiri tanpa bergantung pada laki -- laki. Tidak hanya itu, lewat cuplikan adegan bangsa Amazon, sutradara ingin menyampaikan bahwa perempuan dapat menjadi "subjek" dan setara dengan laki -- laki.
Adapun adegan lain yang mendukung feminisme eksistensialisme yaitu pada saat Diana menunjukkan kemampuannya sebagai kaum intelektual, di mana dia memiliki kecerdasan dan kemampuan berbahasa yang fasih, misalnya Mandarin dan Yunani. Â Â
Kemampuan yang dimiliki Diana, membuat eksistensi dirinya lebih nampak sehingga dirinya tidak dipandang sebelah mata. Ia juga mempunyai kemampuan bertempur yang justru jauh lebih kuat dari para pria, misalnya pada adegan Wonder Woman melawan pasukan Jerman.
Unsur intertekstual feminisme eksistensialisme dalam film Wonder Woman, terdapat pada fakta bahwa Wonder Woman adalah film yang disutradarai oleh seorang wanita. Tidak hanya itu, Gal Gadot sebagai pemeran Wonder Woman bahkan sedang hamil saat memerankan tokoh Wonder Woman. Hal tersebut dapat menunjukkan bentuk feminisme eksistensialisme perempuan dari kemampuan mereka.
Bentuk Feminisme Radikal Dalam Captain Marvel (2019)
Captain Marvel (2019) ialah film tentang karakter pahlawan super yaitu Carol Danvers, yang diterbitkan oleh Marvel Cinematic Universe (MCU).
Berbeda dengan film Wonder Woman, film Captain Marvel justru mengambil aliran feminism radikal. Feminisme radikal merupakan aliran feminisme yang berfokus pada sistem patriarki, jenis kelamin, dan seksualitas (Utaminingsih, 2017).
Feminisme radikal melihat bahwa perempuan mengalami penindasan dan menjadi objek seksualitas akibat adanya sistem patriarki dan. Sehingga aliran feminisme radikal berusaha untuk menghancurkan sistem patriarki.
Adapun beberapa adegan yang menunjukkan bentuk feminisme radikal dalam Captain Marvel (2019), misalnya pada adegan Captain Marvel yang berjuang untuk menjadi pilot.
Film Captain Marvel (2019) mengangkat latar waktu tahun 1995, di mana saat itu perempuan tidak diperbolehkan untuk menjadi seorang pilot. Namun, sosok Carol Danvers berhasil menggapai profesi tersebut, dan menjadi pilot perempuan Angkatan Udara Amerika.
Adegan tersebut menyatakan bahwa, pada kenyataannya ketidakadilan gender sering dialami oleh perempuan. Selain itu, terdapat adegan lain yang menunjukkan bentuk gerakan feminisme radikal seperti adegan ketika Carol Danvers mengingat pertumbuhan dirinya dari kecil hingga dewasa.
Cuplikan adegan tersebut memperlihatkan bahwa tokoh Carol Danvers selalu dilarang, ketika mencoba pekerjaan atau berbagai hal yang umumnya dilakukan oleh laki-laki. Melalui tokoh Carol Danvers, sutradara berusaha menggeser sistem patriarki yang terlalu mendominasi dan menekan kebebasan perempuan.
Unsur lain yang menekankan feminisme radikal ialah kostum Captain Marvel yang tampak universal gender. Kostum dengan desain maskulin tersebut justru digunakan oleh perempuan, untuk menunjukkan bahwa perempuan berhak menggunakan jenis pakaian apapun tanpa takut dijadikan objek seksualitas.
Unsur intertekstual feminisme radikal dari film Captain Marvel, dapat dilihat dari fakta bahwa film Captain Marvel (2019) merupakan film superhero perempuan pertama yang dirilis oleh Marvel Cinematic Universe (MCU). Dalam komik Marvel, tokoh Captain Marvel adalah karakter terkuat yang menjadi pemimpin Avengers.
Setelah dianalisis ternyata film Wonder Woman (2017) dan  Captain Marvel (2019) mengangkat isu feminisme yang berbeda. Namun, kisah kedua film tersebut sangat menarik dan memukau, sehingga wajib untuk anda tonton!
Daftar Pustaka
Djajanegara, S. (2000). Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sugiarti, Andalas, E. F., & Setiawan, A. (2020). Desain Penelitian Kualitatif Sastra. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Utaminingsih, A. (2017). Gender dan Wanita Karir. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Vries, D. W.-d. (2006). Gender Bukan Tabu: Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi. Bogor: Center for International Forestry Reasearch (CIFORI).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI