Berbicara tentang citra perempuan dalam media, tentu akan berkaitan dengan isu bias gender sering terjadi di media berita. Isu bias gender ini kemudian menjadi kekhawatiran berbagai pihak, khususnya kaum perempuan di Indonesia.
Berangkat dari hal tersebut, maka dibutuhkan kehadiran jurnalisme berperspektif gender untuk menjadi penengah dan pembela kaum perempuan yang termarginalkan dalam media. Artikel ini akan menelaah tentang pentingnya jurnalisme perspektif gender dalam jurnalisme online masa kini.
Jurnalisme Online dan Ketimpangan Gender
Perkembangan teknologi membuat kita begitu dekat dengan di Internet. Berbagai hal bisa didapatkan dengan mudah, misalnya mencari informasi atau berita secara online. Jurnalisme online kemudian menjadi jawaban bagi masyarakat dalam mencari berita di ranah online.
Jurnalisme online merupakan jurnalisme yang memproduksi konten digital meliputi gambar, audio, video, hingga teks yang dipublikasikan melalui World Wide Web sebagai elemen grafis internet (Widodo, 2020).
Melalui jurnalisme online kita dapat menemukan beragam topik berita seperti berita ekonomi, politik, nasional, hingga berita mengenai kasus kejahatan. Namun dalam beragam berita tersebut, terdapat berita yang cukup memprihatinkan yakni, berita mengenai kasus pemerkosaan di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh pemberitaan tentang perempuan, khususnya kasus pemerkosaan masih terdapat adanya ketidakadilan atau ketimpangan gender dalam isi berita. Ketidakadilan gender adalah ketika seseorang diperlakukan secara berbeda dan tidak adil atas dasar alasan gender (Vries, 2006).
Adapun bentuk ketidakadilan gender, yakni seperti Marginalisasi, Subordinasi, Stereotipe, Beban Kerja Berlebih, Kekerasan.
Pentingnya Jurnalisme Berperspektif Gender Dalam Berita Online
Pemberitaan kasus pemerkosaan di Indonesia cenderung berat sebelah, dalam arti belum menunjukkan adanya kesetaraan gender dalam berita. Selain itu, dalam beberapa berita, perempuan justru dibuat seperti objek oleh media untuk mengundang pembaca. Oleh karena itu, diperlukan jurnalisme berperspektif gender.
Menurut Subono, jurnalisme berperspektif gender praktek jurnalistik yang kerap menginformasikan atau menggugat secara terus menerus, baik dalam media cetak (seperti, majalah dan surat kabar) maupun media elektronik (seperti, televisi dan radio) apabila terjadi adanya  ketidaksetaraan dan ketidakadilan antara laki -- laki dan perempuan, keyakinan gender yang menyudutkan atau membuat representasi perempuan yang  sangat bias gender (Santi, 2007).
Abrar berpendapat bahwa pengembangan terhadap jurnalisme berperspektif gender meliputi tiga tingkatan, yakni pada tataran kognitif, level organisasi atau institusi media, dan keterampilan jurnalistik. Berikut gambar mengenai tingkatan (Yusuf, 2004), antara lain: