Mohon tunggu...
Maria Friday
Maria Friday Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa yang sedang berusaha menjadi sukses.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kisah Romansa Unik Antara Manusia Dan Teknologi Film "Her" (2013)

20 Oktober 2020   01:32 Diperbarui: 20 Oktober 2020   02:07 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi kerap membuat manusia terpukau, tidak heran bila kehidupan masyarakt begitu lekat dan bergantung dengan teknologi.

Film Her (2013), yang menggambarkan pengaruh teknologi di kehidupan manusia, hingga menyebabkan hadirnya kisah romansa di antara manusia bernama Theodore dan sebuah Operating System (OS) yang dikenal sebagai Samantha.

Implikasi Sosial

Sebuah film tentu dapat memberi dampak pada masyarakat, sama halnya  dengan film Her yang memberi implikasi sosial, berupa adanya usaha pengembangan teknologi terhadap Operating System (OS) misalnya yang dilakukan oleh perusahaan Google.

Dilansir dari CNN Indonesia, Profesor Geoff Hinton dari perusahaan Google telah melakukan pengembangan algoritma sistem operasi agar memiliki kapasitas logika layaknya Artificial Intelligence dalam film Her (2013) (Fajrina, 2015).

Selain itu, hadirnya film Her juga membuat masyarakat semakin tertarik dengan teknologi Siri milik Iphone yang mirip dengan Operating System di film Her, dan masyarakat bertanya – tanya apakah Siri adalah Samantha OS dalam film Her.

Genre

Pada umumnya film dikategorikan dalam berbagai genre untuk memudahkan khalayak dalam memilih jenis film yang akan mereka tonton. Film Her (2013) termasuk ke dalam genre Romansa dan Fiksi Ilmiah (Science Fiction).

Genre romansa dapat dilihat dari isi film yang dikemas dengan unsur romansa antara tokoh Theodore dan Operating Sistem (OS) bernama Samantha.

Sedangkan genre Science Fiction terlihat dari latar waktu dalam film yang menunjukkan masa depan, di mana teknologi telah canggih dan ditemukannya berbagai alat komunikasi, dan sistem operasi untuk membantu manusia.

Paradigma Fenomenologi

Ketika menonton sebuah film, diperlukan suatu paradigma untuk dapat memudahkan khalayak memaknai pesan yang disampaikan dalam film. Salah satu paradigma yang dapat digunakan sebagai sudut pandang ialah paradigma Fenomenologi.

Menurut Ponty fenomenologi adalah suatu pendekatan yang melihat dan mengkaji fenomena dan kehidupan sehari –hari, seperti pengalaman individu untuk memaknai dunia (Rorong, 2020).

Film Her dapat dikaji melalui paradigma fenomenologi, sebab film tersebut menampilkan fenomena perkembangan teknologi yang begitu pesat yang dialami oleh manusia, dengan hadirnya kecerdasan buatan dalam bentuk Operating System (OS) bernama OS1.

Proses Produksi Film Her

Film Her dirilis tahun 2013 dan disutradarai oleh Spike Jonze. Film Her diperankan oleh beberapa artis terkenal, seperti Joaquin Phoenix (Theodore Twombly), Scarlett Johansson (Samantha), Amy Adams (Amy), Rooney Mara (Catherine), dan artis mumpuni lainnya.

Memproduksi film dengan tema Science Fiction tidaklah mudah. Film Her mempunyai konsep cerita dengan latar waktu masa depan teknologi yang canggih, untuk mewujudkan hal tersebut Spike Jonze pun bekerja sama dengan desainer produksi bernama K.K Barrett untuk menciptakan kota Los Angeles dengan tema digital dan juga mendesain berbagai teknologi seperti alat genggang Operating System (OS) dalam film (Hawthorne, 2014).

Tidak hanya itu, Spike Jonze dan tim produksi juga melakukan pengambilan gambar di Pudong Shanghai untuk mendapatkan visual yang pas untuk menunjukkan Los Angeles di masa depan. Daerah Pudong Shanghai dipilih karena terkenal dengan gedung pencakar langit yang futuristik (Curbed Staff, 2013).

(sumber: kcrw.com)
(sumber: kcrw.com)
Teori Dimensi Budaya Hofstede

Film kerap menjadi media untuk menyampaikan dan mengenalkan suatu budaya kepada khalayak. Pada umumnya film menampilkan budaya melalui karakter tokoh, alur cerita, adegan dalam film, latar tempat dan lain sebagainya.

Adapun teori yang dapat digunakan untuk memahami dan menganalisis budaya yang terdapat dalam film Her, yakni teori dimensi budaya menurut Hofstede.

Menurut Hofstede terdapat lima jenis dimensi budaya, yakni, Jarak Kekuasaan (Powers Distance), Pengelakan terhadap Ketikpastian (Uncertanty Avoidance), Individualisme - Kolektivisme, Maskulinitas – Feminitas, serta Orientasi Jangka Panjang dan Jangka Pendek  (Sodik & Putri, 2019). Pada film her, terdapat tiga dimensi budaya yang terlihat yaitu, antara lain:

Individualisme 

Dimensi ini menunjukkan tingkatan dimana seseorang lebih suka bertindak sebagai individu atau sebagai kelompok. Budaya individualisme memandang bahwa dirinya adalah satu-satunya unit terpenting dalam lingkungan sosial. Pada budaya individualisme, kemandirian, prestasi, dan kepentingan individu lebih didahulukan. 

Maskulin 

Dimensi budaya ini berkaitan dengan nilai dan peran gender di masyarakat, yaitu Maskulin dan Feminin (Armia, 2002). Maskulin umumnya dominan dan kompetitif menyukai pengakuan dan pencapaian, mendahulukan materi.

Orentasi Jangka Pendek

Dimensi ini dikenal sebagai “Confucian Dynamism".  Masyarakat orientasi jangka pendek lebih mementingkan masa lalu dan masa kini, seperti menjaga tradisi dan memenuhi kewajiban sosial. Pada masyarakat orientasi jangka pendek, perubahan akan sulit dilakukan.

Beragam Dimensi Budaya Dalam Film Her

Dimensi budaya hadir dalam film Her (2013) melalui tokoh Theodore. Pertama, budaya individualisme dapat diidentifikasi dari karakter Theodore yang dikenal sebagai pribadi yang introvert dan penyendiri. Theodore bahkan tidak bergabung dalam suatu kelompok.

Sikap individualis Theodore kerap ditampilkan di berbagai cuplikan adegan film, misalnya pada adegan Theodore yang suka menikmati waktunya ketika dia sendiri saat dia makan dan bermain atau berkomunikasi dengan komputernya.

(sumber: zimbio.com)
(sumber: zimbio.com)

Tidak hanya itu, film Her mengangkat latar tempat Los Angeles bagian dari Amerika Serikat yang mana merupakan negara yang lekat dengan budaya individualisme. 

Kedua, adanya budaya feminin yang tampak dari cara karakter Theodore yang mampu  memandang perempuan. Hal ini ditunjukan dalam adegan ketika, game yang dimainkan berbicara bahwa “perempuan hanya bisa menangis”, namun Theodore justru berpendapat bahwa hal tersebut wajar dan perempuan tidak lemah karena menangis.

(sumber: thefashionscreen.com)
(sumber: thefashionscreen.com)

Selain itu, Theodore menunjukkan rasa pedulinya terhadap wanita seperti dalam adegan ketika dia berusaha memahami perasaan Amy sahabatnya yang cerai dengan pasangannya.

Ketiga, budaya orientasi jangka pendek yang terlihat dari adegan saat Theodore kehilangan sosok Samantha. Theodore awalnya sangat terjebak pada masa lalunya, dan kemudian mulai memperhatikan kehidupan di masa kini karena hadirnya Samantha.

Namun ketika sistem operasi Samantha menghilang, Theodore merasa begitu sedih dan belum siap untuk melanjutkan kehidupan di masa depan sendiri dan sulit mengikuti perubahan.

Film Her menawarkan visual yang mengagumkan dan cerita yang begitu unik. Film ini sangat mengesankan, sehingga patut masuk ke dalam daftar film akhir pekan anda!

Daftar Pustaka

Armia, C. (2002). PENGARUH BUDAYA TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI: Dimensi Budaya Hofstede. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 6 NO. 1, , 108.

Rorong, M. J. (2020). Fenomenologi. Yogyakarta: Deepublish.

Sodik, A., & Putri, R. R. (2019). Pengaruh Budaya Terhadap Desain Web Menggunakan Pendekatan Hofstede. INTEGER: Journal of Information Technology, Vol 4, No 2., 3.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun