Mohon tunggu...
idah hamidah
idah hamidah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sukses bukanlah suatu kebetulan. Ia terbentuk dari kerja keras, ketekunan, pembelajaran dan pengorbanan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi yang Berganti

6 Januari 2024   17:22 Diperbarui: 6 Januari 2024   17:23 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lampu yang temaram di dalam kamar aku matikan. Ruangan sempit dan sesak ini makin terasa sumpek saja. Aku mencoba untuk terpejam, tapi mata ini tak kuasa. Mama belum juga pulang. Biasanya tiap hari mama pulang jam delapan malam. Kemanakah mama ? Apakah mama masih marah padaku ? Di luar sana angin begitu kencang, belum ada tanda-tanda mama akan pulang.

Kutatap purnama dari balik jendala kamar, warna keemasan menembus tirai jendela kamarn.,. Tirai yang tipis, dengan warna hijau yang mulai memudar, melambai sedikit ketika tertiup angin malam yang menembus jendela kamar yang terbuka lebar. Arumi masih rebahan, enggan untuk berancak dari singgasana tempat tidurnya, walaupun hanya terbuat dari kayu yang sudah agak rapuh karena dimakan rayap, tapi menurutnya ini adalah tempat paling menyenangkan bagi dirinya.

Bintang tak tampak, mungkin karena ada rembulan. Pikiranku menerawang andai aku bisa terbang kan ku petik bintang dan kan ku bawa mamaku pulang. Malam kian larut jam di dinding kamar menunjukkan pukul sepuluh malam. Mama kemana ? Aku panik, dan bangkit dari tempat tidurku. Membuka pintu memandang ruang tamu. Ruang tamu pun sama temaramnya dengan kamarku. Arumi segera bergegas untuk menjemput mamanya. Jalan setapak, angin yang semilir, dan pemukiman yang padat tidak berubah semenjak aku dilahirkan di sini. Tapi Arumi tak yakin, apakah mama masih sama menilai dirinya ? Belum genap dua puluh tapak aku sudah bertemu mamaku, beliau begitu terlihat lelah dan letih.

"Mama, mama dari mana ? Mengapa baru pulang ?"

"Tadi mama lembur Rumi, maap sudah membuatmu khawatir."

"Ya sudah Ma, yuk kita pulang, mama pasti capek."

Ku gandeng mamaku menyusuri jalan setapak. Kugenggam erat tangannya,aku merasa sangat takut kehilangan. Sesampai di rumah kubuka pintu dan menuntun mama masuk.

"Ma aku siapkan makan ya."

"Tidak usah Rumi, tadi mama sudah makan."

"Janganlah jadi pramugari Rumi, resikonya sangat besar, mama tidak ingin kehilanganmu."

"Ma jadi pramugari itu tidak selalu buruk dengan apa yang mama pikirkan Ma, Rumi ingin bisa berkeliling dunia tanpa Rumi harus mengeluarkan biaya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun