PENDAHULUAN
Dalam ranah pendidikan khususnya di lingkungan sekolah sudah banyak yang mengadakan progam-program kelas khusus bagi anak berbakat. Sebagian besar sekolah yang sudah mempunyai fasilitas yang cukup memadai dan sudah memenuhi kriteria telah mulai mengadakan kelas khusus bagi anak-anak berbakat, diantaranya kelas akselerasi (kelas percepatan), kelas bahasa (teruntuk anak yang berbakat dan minat dalam bidang bahasa), kelas unggulan (teruntuk anak dengan prestasi baik), kelas olimpiade (teruntuk anak yang mempunyai keahlian dalam berbagai bidang pelajaran yang kemudian akan dikirim sebagai perwakilan sekolahnya dalam perlombaan olimpiade-olimpiade) dan masih ada beberapa lagi kelas yang dikhususkan bagi anak yang mempunyai bakat-bakat tersendiri. Sekolah yang sudah mengadakan kelas-kelas khusus pasti sudah mempunyai standariasi penyeleksian serta kriteria-kriteria khusus bagi siswa-siswinya untuk di tempatkan di kelas yang tepat. Salah satu program yang sudah banyak diadakan di sekolah-sekolah Indonesia adalah kelas Akselerasi.
Akselerasi adalah program yang diadakan pemerintah mulai dari sekolah dasar sampai menengah ke atas dimana dikhususkan untuk anak-anak yang berbakat. Di Indonesia anak yang dapat dinilai sebagai anak berbakat salah satunya adalah anak yang memiliki IQ > 130. Namun tidak hanya itu, anak yang dapat disebut anak berbakat juga mempunyai bakat-bakat yang mendukung IQ-nya, yang saat ini menjadi syarat masuk kelas Akselerasi. Program ini adalah program percepatan, dimana peserta didik yang mengikuti program Akselerasi akan menempuh belajar di sekolah dalam waktu singkat. Seperti pada saat SMP yang wajarnya ditempuh selama 3 tahun, maka bagi anak yang mengikuti Akselerasi hanya menempuh jarak 2 tahun untuk sekolah di SMP.
Di dalam kelas Akselerasi, para peserta didik telah di gembleng oleh mata pelajaran yang sudah dipadatkan sehingga para peserta didik dituntut untuk mampu belajar lebih cepat dari pada teman-temannya yang tidak mengikuti program Akselerasi. Anak Akselerasi mempunyai waktu yang lebih lama untuk belajar dalam sehari, berbeda dengan kelas-kelas yang lain. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan belajar dan sering kehilangan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain. Anak Akselerasi sering merasa canggung bersosialisasi dengan teman-teman yang lain. Mereka lebih dekat dengan teman yang sekelas dengannya. Mereka hanya akrab dengan teman sekelas yang sesama mengikuti program Akselerasi, karena memang setiap hari bahkan setiap waktu hanya teman yang sama yang mereka temui. Ini semua yang membuat anak Akselerasi sering mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat umum. Dan menjadikan kebanyakan dari mereka tidak hanya pada saat mengikuti program Akselerasi saja, bahkan sampai lulus dari sekolahnya dan sudah hidup dengan masyarakatpun mereka lebih memilih tertutup dan tidak terlalu bergaul dengan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar dari mereka seakan sudah lupa pentingnya bersosialisasi dengan masyarakat. Apalagi dengan masyarakat pedesaan yang terkenal dengan “grapyaan” (pandai bergaul)-nya. Masyarakat pedesaan yang mempunyai solidaritas tinggi kepada orang lain, ini yang akan membuat anak dari Akselerasi yang jarang bersosialisasi seakan merasa menjadi anak yang berbeda dari sudut pandang mereka. Masyarakat pedesaan akan lebih peka dengan hal tersebut. Masyarakat di pedesaan sering menganggap seakan-akan anak tersebut sekolah tapi tidak pernah pulang, tidak pernah terlihat, tidak pernah keluar rumah. Jika anak Akselerasi itu berasal dari pedesaan, mereka akan merasakan betapa tingginya solidaritas dari masyarakatnya. Mereka akan semakin merasa minder, tidak bisa seperti anak-anak kampung pada umumnya saat mereka mulai terjun di lingkungan masyarakat.
Anak Akselerasi seringkali kurang akrab dengan teman-temannya yang di kelas lain selain Akselerasi. Sebagian besar dari anak-anak yang bukan Akselerasi menganggap bahwa anak Akselerasi jarang bergaul dengan mereka, anak Akselerasi jarang terlihat membaur dengan anak kelas lain, dan lain sebagainya. Berbagai macam opini yang dikemukakan oleh anak yang bukan Akselerasi terhadap sikap sosial anak Akselerasi. Meskipun tidak jarang dari mereka yaitu anak-anak di kelas Akselerasi yang kenal dengan teman di kelas lain. Namun tingkat keakraban mereka rendah dibanding dengan teman yang sesama kelas Akselerasi. Mereka seaakan mempunyai teman yang senasib seperjuangan dengan mereka, sehingga mereka lebih akrab dengan anak kelasnya sendiri. Dan seakan-akan hanya teman itu-itu saja yang ada dalam hidupnya, padahal tidak demikian.
Ini lah yang sering terjadi dalam diri anak yang mengikuti program Akselerasi, yang seharusnya ada tindak lanjut untuk permasalahan seperti ini. Maka dari itu pentingnya guru BK salah satunya adalah untuk menetralkan kembali mindset mereka terhadap lingkungan masyarakat. Juga dapat membantu anak-anak Akselerasi ini lebih mampu melakukan sosial yang lebih baik di lingkungan masyarakat.
PEMBAHASAN / INTI
Manusia tidak akan lepas dari yang namanya “interaksi sosial” karena setiap manusia pasti membutuhkan hidup bersama orang lain. Tanpa adanya interaksi sosial manusia seakan tidak mempunyai peran dalam hidupnya. Hurlock (2000) berpendapat bahwa sosialisasi merupakan suatu kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan kelompoknya. Menurut Hurlock (2000) sosialisasi meliputi belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, memainkan peran sosial yang dapat diterima, perkembangan sikap sosial (dalam Putri, dkk). Interaksi sosial berguna untuk setiap manusia mengaktualisasikan diri, seberapa berperannya seseorang di lingkungan masyarakat. Karena pada dasaranya tujuan pokok sosialisasi adalah agar manusia bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan menghargainya (Soekanto, 1990 dalam Putri, dkk. 2005).
Begitupun anak berbakat, anak berbakat itu sendiri menurut Renzulli (1979) yakni adalah anak yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, kreativitas yang tinggi, dan komitmen yang tinggi terhadap tugas. Yang berarti bahwa anak berbakat memiliki salah satu atau semua dari 3 unsur tersebut. Salah satunya anak yang berada di kelas Akselerasi. Anak Akselerasi juga manusia yang butuh interaksi sosial dengan orang lain, yaitu interaksi dengan teman-teman di sekolahnya, keluarganya, sampai orang-orang di lingkungan sekitarnya. Anak Akselerasi memang butuh interaksi kepada semua, namun dilihat dari kegiatan anak Akselerasi itu sendiri, dimana mereka selalu dituntut belajar lebih, mata pelajaran yang di kelas reguler (bukan Akselerasi) dapat di tempuh beberapa pertemuan tapi di kelas Akselerasi hanya di tempuh dalam sekali pertemuan saja, yang mana setiap mata pelajaran menuntut untuk menguasai materi. Anak Akselerasi dituntut untuk lebih cepat memahami materi yang bagi anak yang kurang mampu akan dapat menyebabkan stres dalam dirinya. Pengertian Akselerasi itu sendiri menurut Alsa (2007) (dalam Prehaten, dkk) yaitu bahwa Akselerasi memiliki arti pemberian perlakuan apapun yang memngkinkan bagi siswa yang cerdas dan berbakat untuk menyelesaikan sekolahnya secara cepat sesuai dengan tingkat kemampuan dan kematangannya, sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikan formalnya dalam waktu yang lebih singkat atau pada usia yang lebih muda.
Kegiatan anak Akselerasi yang begitu padat mulai pagi sampai sore sehingga membuat sebagian besar dari mereka enggan untuk mengikuti ekstrakulikuler di sekolahnya, dengan alasan capek atau sudah tidak ada waktu lagi. Kegiatan yang seperti tersebut diatas inilah yang membuat anak-anak di kelas Akselerasi jarang bergaul dan membaur dengan teman-teman di kelas lain. Yang mulai pagi mereka sudah mulai kegiatan sampai sore yang dilanjutkan istirahat di asrama (tempat tinggal bagi anak akselerasi) yang kemudian malam dilanjutkan lagi untuk bimbingan belajar. Kegiatan mereka begitu ketat dan padat. Bahkan untuk nongkrong dan sekedar berbincang-bincang santaipun seakan mereka tidak punya waktu yang lama untuk itu semua. Kondisi-kondisi yang dialami oleh siswa akselerasi akan menimbulkan beberapa dampak negatif bagi kehidupan psikososial siswa diantaranya; (1) siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial penting yang tepat untuk usianya, (2) program akselerasi akan mengurangi jumlah dan frekuensi hubungan dengan teman-teman, (3) siswa akan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk mengembangkan keterampilan memimpin, karena ia berada di antara teman-teman yang berusia lebih tua. Secara lebih serius, hal ini dapat mengakibatkan penyesuaian sosial yang buruk saat dewasa (Irza, dalam Gunarsa, 2004 dalam Prehaten, dkk).
Sekolah yang mempunyai program akselerasi biasanya menempatkan anak-anak akselerasi dalam lingkup yang berbeda dari pada kelas reguler. Mereka lebih eksklusif dengan kelas yang ditempatkan lebih dekat dengan ruang guru dan ruang BK. Jumlah anak Akselerasi dalam satu kelas sekitar kurang lebih 20 anak. Maka dari itu tidak heran jika dengan jumlah siswa yang sedikit di kelas dan setiap hari mereka dipertemukan di setiap kegiatan yang hampir terus-menerus membuat kearaban mereka yang semakin erat diantaranya. Namun disayangkan, dengan jumlahnya yang sedikit dan kegiatan yang sangat padat mereka hanya mampu berinteraksi secara bebas dan akrab hanya dengan teman-teman di kelasnya saja.
Mengingat pentingnya perkembangan sosial bagi anak, kegiatan di kelas Akselerasi yang super cepat dan sangat padat ini dapat menyebabkan kesulitan perkembangan sosial bagi beberapa anak Akselerasi, meskipun memang ada sebagian anak yang mampu mengatasi masalah interaksi sosial. Kesulitan dalam keterampilan sosial dianggap wajar apabila masih dalam taraf normal, tetapi apabila kesulitan ini tidak ditangani dengan baik, maka hal ini akan berpengaruh pada tingkat perkembangannya yang selanjutnya dan semakin lama masalah sosialisasi ini akan dapat menimbulkan stres. Dikemukakan juga oleh Suharsono (2002) bahwa anak yang ber-IQ tinggi sementara EQ-nya rendah akan sangat rawan terkena stres dan cepat merasa frustasi, karena ia tidak memiliki pengelola hati ketika menghadapi tekanan (dalam Safullah & Maulana, 2005 dalam Zikrayati, & Putri, D. E).
Penyesuaian sangat dibutuhkan oleh perkembangan sosial anak. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial tempat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Menurut Mu’tadin (2002) aspek-aspek penyesuaian sosial mencakup kemampuan individu menyesuaikan diri lingkungan di masyarakat sekitar tempat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat secara umum. Penyesuaian terjadi karena bertemunya kebutuhan-kebutuhan dan motif-motif yang ada di dalam diri individu dengan tuntutan-tuntutan yang berasal dari lingkungan sosialnya. Kebutuhan-kebutuhan individu, motif, perasaan dan emosi merupakan kekuatan internal. Kebutuhan-kebutuhan ini menurut Daradjat (1985) seringkali menimbulkan pertentangan-pertentangan, karena tidak jarang dorongan kebutuhan tersebut membutuhkan pemuasan pada saat yang bersamaan. Individu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dihadapkan pada hambatan-hambatan yang berasal dari lingkungan, berupa penolakan orang tua, tabu-tabu sosial, peraturan yang keras (menghukum), dan keretakan keluarga. Kondisi-kondisi yang demikian akan membuat individu merasa tertekan, konflik, stres dan frustasi. Selanjutnya individu yang merasa tertekan dan frustasi tersebut akan melakukan tindakan-tindakan seperti permusuhan, agresif, penolakan serta muncul perasaan terisolir (dalam Prehaten, dkk). Perkembangan sosial anak adanya pengaruh dari komunikasi keluarga, sebelum anak memasuki lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, ia harus hidup dalam lingkungan keluarga terlebih dahulu. Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan anak. Komunikasi keluarga yang intens dan efektif akan memiliki dampak situasi hubungan yang sehat antara anggota keluarga, yaitu komunikasi yang penuh kasih sayang, persahabatan, kerjasama, penghargaan, kejujuran, kepercayaan, dan keterbukaan akan membentuk ketentraman keluarga. Ini semua dapat membuat pertumbuhan psikososial berjalan dengan baik dan membuat pengalaman bagi anak dalam proses belajar sosial sehingga anak akan terampil dalam melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungan sosialnya (dalam Prehaten, dkk). Jadi pandai tidaknya hubungan sosial anak salah satunya adalah seberapa besar pengaruh komunikasi di lingkungan keluarganya.
Anak Akselerasi sering dipandang berbeda oleh anak-anak di kelas reguler. Selain karena mereka yang jarang bergaul, mereka juga sering disebut sebagai kesayangan para guru. Seakan perhatian para guru lebih banyak kepada anak akselerasi dari pada anak reguler. Sebenarnya itu hal wajar karena memang anak akselerasi yang selalu dituntut untuk lebih cepat dalam hal apapun membutuhkan bimbingan secara khusus dan lebih dari anak di kelas reguler. Namun sebagian besar anak reguler menganggap itu merupakan diskriminasi antar kelas. Padahal dari segi pengajaran anatara anak Akselerasi dengan reguler sama saja, kurikulum yang diajarkanpun sama, hanya saja cara belajar mereka yang berbeda, anak akselerasi lebih dipercepat dan dipersingkat waktunya dalam belajar. Pandangan-pandangan negatif dari anak-anak kelas reguler kepada anak-anak dari kelas Akselerasi inilah yang membuat hubungan pertemanan mereka cenderung canggung dan kurang akrab. Anak reguler merasa bahwa anak Akselerasi berbeda dengan mereka, mereka terkadang menganggap tidak pantas berteman dengan anak Akselerasi bahkan diantaranya iri terhadap perlakuan dari para guru kepada anak Akselerasi. Ini semua yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka, sehingga menjadikan pertemanan yang kurang baik diantaranya.
Namun tidak semua anak yang berada di kelas Akselerasi merasakan stres, tertekan, dan kurang sosisalisasi. Itu semua kembali kepada diri masing-masing individu. Anak dengan IQ dan EQ yang seimbang akan mengatasi permasalahan tersebut. Maka dari itu perlu bimbingan khusus bagi anak-anak berbakat untuk mampu mengaplikasikan bakatnya dengan baik dan sesuai. Gunarsa (dalam Munandar, 1999 dalam Putri, dkk) mengatakan bahwa terdapat keuntungan dalam pelaksanaan program akselerasi tersebut yaitu mudah dalam mengatur pelaksanannya dan para siswa sendiri merasa ada persaingan dengan teman-teman yang seimbang kemampuannya serta kecepatan dalam menyelesaikan mata pelajaran bisa disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan anak. Namun kerugian yang menyolok ialah terpisahnya dari kelompok anak-anak normal yang sebaya sehingga proses sosialisasi di sekolah menjadi berkurang.
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan
Akselerasi adalah program yang dibentuk bagi anak-anak yang memiliki bakat-bakat tertentu dengan melihat IQ serta bakat-bakat lain yang mendukung IQ supernya. Namun anak Akselerasi sering mengalami kesulitan dalam perkembangan sosialnya. Kegiatan yang mengikat, padat dan dituntut untuk melakukan apapun lebih cepat dari yang lain membuat anak Akselerasi mengalami ketidak seimbangan antara IQ dengan sosialnya. Anak Akselerasi mengalami kesulitan perkembangan sosial sebenarnya selain dari kegiatan yang super padat juga dipengaruhi oleh seberapa besar komunikasi keluarga berjalan dengan baik, komunikasinya dengan lingkungan sekitar, yaitu masyarakat, guru-guru dan teman-teman di sekolahnya. Maka dari itu perlu perhatian dan bimbingan khusus bagi anak Akselerasi yang mengalami kesulitan dalam perkembangan sosialisasinya agar para anak akselerasi lebih mampu mengatasi masalah sosialnya dan mampu mengaktualisasikan dirinya di lingkungan luar.
Saran
Bagi Anak Akselerasi
- Anak yang mengikuti program Akselerasi diberi bimbingan khusus tentang perkembangan sosial emosi,
- Anak akselerasi diharapkan mampu lebih mau berinteraksi dengan semua orang, baik orang tua, guru maupun teman-temannya,
- Anak akselerasi diharapkan lebih percaya diri untuk mampu mangaktualisasikan dirinya di lingkungan masyarakat.
Bagi Keluarga
- Membuat quality time antara orangtua dengan anak,
- Membuat komunikasi antara keduanya menjadi semakin intens,
- Membebaskan anak untuk berpendapat, mendengarkan anak dalam segala hal,
- Membuat kondisi lingkungan anak untuk belajar bersosialisasi dengan baik dengan cara sering mengajak anak untuk terus berinteraksi dengan lingkungan luar, lingkungan masyarakat sekitar, mengajak anak untuk dapat berperan di masyarakat.
Bagi Sekolah
- Mengadakan praktek lapangan bagi anak Akselerasi untuk terjun langsung ke masyarakat,
- Membuat program yang dapat menyambung hubungan sosial antara orangtua, guru dengan anak Akselerasi,
- Membuat penyuluhan bagi guru maupun orangtua tentang pentingnya memahami perkembangan anak terkhusus anak yang mengikuti program Akselerasi.
Bagi pemerintah
- Perlunya perhatian pemerintah terhadap program Akselerasi yang diperketat,
- Diharapkan pemerintah terus memantau proses pengajaran di dalam program Akselerasi dengan memperhatikan perkembangan anak.
Bagi teman-teman di kelas reguler dan masyarakat
Merubah mindset dari para masyarakat, maupun teman sekolah yang berada di kelas reguler, bahwa anak Akselerasi tidaklah berbeda, mereka sama dengan anak-anak yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Prehaten, dkk. Perbedaan Penyesuaian Sosial Siswa Akselerasi Ditinjau dari Intensitas Komunikasi Keluarga (Studi Pada Kelas X Program Akselerasi SMA Negeri 3 Surakarta). Surakarta: Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Putri, D. S. A. R., dkk. (2005). Perbedaan Sosialisasi Antara Siswa Kelas Akselerasi dan Kelas Reguler dalam Lingkungan Pergaulan di Sekolah. Humanitas: Indonesian Psychological Journal, 2, 1, 29-37.
Zikrayati., & Putri, D. E. Hubungan Antara Keterampilan Sosial dan Stres pada Anak Berbakat. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H