"Cerita dari Silampari"
______
Langit sangat cerah hari ini. Â Mentari masih nampak segar memancarkan sinarnya meski hari sudah mulai petang. Dari bandara Soetta Jakarta aku terbang menggunakan salah satu maskapai pesawat yang sudah sering digunakan menuju Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan. Banyak yang bilang kalau mau ke pulau Sumatera mampirlah ke Lubuklinggau.Â
Kota ini salah satu kota adipura yang akan menghadirkan pemandangan alam yang luar biasa. Suatu keberuntungan bagiku mendapatkan hadiah tiket pesawat dari ayah yang membolehkan ku untuk pergi berlibur. Itu semua karena usaha keras selama satu semester ini memperoleh hasil yang terbaik.
"Halo Mel, kamu dimana? Iya aku dekat pintu keluar nih"
"Nita" dari jauh ku lihat Amel melambaikan tangannya. Diatas rambutnya terbentang bando pita berwarna merah. Amel sebagai orang Sumatera asli memiliki kulit kuning langsat yang semakin menampakan kecantikannya.
"Aku kangen banget sama kamu" ku peluk erat tubuh Amel yang langsing. Dia tidak bergeming. Terlihat jelas rona wajahnya yang menampakan keharuan dalam pertemuan ini. Satu tahun lamanya kami tidak bertemu. Sejak wisuda tahun lalu di kota istimewa itu.
"Udah gak usah jadi melo gitu dong, aku kan paling ga bisa lihat loe nangis. Mau tetap disini apa balik kerumah nih?" aku menggoda Amel yang masih berkaca-kaca.
Amel tersenyum. "dirumah elo sekarang ada siapa aja mel? Pokoknya gue disini cuma punya waktu dua hari dan elo mesti ngajak gue keliling kota Silampari ini. Oke?" "oke, apa sih yang enggak buat tamu terhormat gue ini" gelak tawa mewarnai perjalanan kami menuju rumah Amel.
Motor matic melaju kencang. Melewati keramaian pusat kota ini membuat ku melupakan sejenak riuhnya ibukota. Plat kendaraan bertuliskan "BG" melaju kencang. Langit mendung sepertinya hujan akan turun.Â
Orang-orang berseliweran cepat ingin menghindar dari kehujanan. Ditengah perjalanan Amel menghentikan laju motor dan berhenti didepan sebuah gerobak yang bertuliskan pempek panggang. "mang beli tigo ribu, jadikan duo bungkus yo." Dengan gesit lelaki yang dipanggil mamang oleh Amel membuatkan pesanan. Aku hanya memperhatikan caranya membuat pempek tersebut.
"Ini buatmu, ini buatku. Selamat mencoba" Amel tersenyum melihatku masih tampak terkesima. "Mel, pempek itu ternyata gak cuma digoreng ya? Ada yang dibakar juga?" "dipanggang lebih tepatnya mbakyu" "iya iya dipanggang. Enak juga ternyata. Lebih enak ini menurutku" Amel tertawa mendengar celotehanku.
Salah satu makanan khas kota ini sudah habis dilahap. Nikmat sekali. Mentari kembali bersinar. Awan mendung telah beranjak pergi. Syukurlah hujan tak jadi turun artinya petualangan menjelajahi kota ini tetap bisa dimulai hari ini.
Sepanjang jalan banyak warung-warung yang menjual pempek, model ikan, rujak mie dan tekwan. Semua makanan itu dibuat dari bahan tepung yang diolah. Sungguh menggugah selera. Perutku semakin keroncongan melihat tulisan yang menjajakan makanan yang dari namanya sangat unik. Motor terus melaju. Keramaian jalan Yos Sudarso sudah jauh tertinggal dibelakang kami. Melewati rumah-rumah penduduk yang sudah modern.
Taman cantik yang menghiasai pekarangan rumah ini pasti buah tangannya Amel, indah dan menyejukkan mata. "kita makan dulu ya, pasti kamu udah keroncongan" "haha...iya, apa lagi aku lihat sepanjang jalan tadi banyak jajanan gitu."
"haha, dasar ratu kuliner" Â
"Apa ini Mel?" belum terjawab penasaranku atas makanan sepanjang jalan tadi aku sudah disuguhi oleh makanan unik lainnya "ini namanya tempoyak. Jadi karena Lubuklinggau ini buah duriannya melimpah dibikinin tempoyak yaitu daging duren yang di fermentasi. Selain itu dibuat dodol yang dikenal dengan nama lempuk. Kadang dibikin kopi dan bubur duren untuk sarapan keluarga" "wah asyik tuh" rasanya cukup aneh tapi tetap bisa kunikmati. Nasi dipiring sudah habis. Petualangan pun dimulai.
Kali ini tujuan kami adalah Watervang yaitu bendungan buatan penjajahan zaman Jepang. Jarak tempuh sekitar 20 menit dari pusat kota. Untuk menyeberangi bendungan ini kita dapat melewati jembatan gantung yang ada. Pepohonan rindang tumbuh dipinggir-pinggir sungai tersebut dapat dipakai oleh pengunjung untuk menikmati alam disekitarnya.Â
Selain itu banyak pula yang mandi dialiran sungainya yang dangkal dan berbatu. Puas foto-foto dan bermain air disini kami melanjutkan ke tempat kedua yaitu Air Terjun Temam.Â
Tempat ini sudah ada sejak lama namun baru beberapa bulan belakangan ini direnovasi oleh pemerintah daerah setempat agar semakin diminati pengunjung. Untuk mencapai air terjun ini kita mesti menuruni anak tangga yang cukup panjang.Â
Air terjun ini bila diterpa oleh sinar matahari maka akan terlihat segaris cahaya yang berwarna-warni seperti pelangi.Â
Konon menurut kepercayaan masyarakat sekitar air terjun ini adalah tempat pemandian para bidadari. Lucu juga mitosnya. tempat terakhir adalah bukit sulap. Jangan terkecoh dengan namanya. Bukit ini banyak ditumbuhi oleh pepohonan liar yang tumbuh lebat disekitarnya.Â
Tempat ini sengaja di setting sebagai tempat bersantai yang asri. Angin sepoi memanjakan tubuhku yang lelah seharian berkelana. Dua piring rujak mie menambah nikmat suasana dengan racikan bumbunya yang khas yaitu mie kuning, bihun, irisan mentimun, tahu goreng dan kerupuk merah lalu disiram dengan kuah pedas yang bisa dipakai untuk pempek.Â
Sungguh nikmat dengan ditemani minuman es kelapa muda. Indonesia memang jagonya kuliner. Inilah akhir dari petualangan kami berdua hari ini. esok akan kami jelajahi lagi kota yang berslogan Sebiduk Semare ini.Â
Tak lupa juga aku membeli oleh-oleh khas Kota Lubuklinggau seperti kerupuk, kemplang dan lempuk agar esok tidak tergopoh-gopoh mencari buah tangan jika sudah diselesaikan hari ini.
(Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H