Tulisan ini sekedar curhat; Begitu buka draft ternyata saya menyimpan sebuah tulisan 6 tahun yang lalu yang belum tuntas. Berarti 2016. Semoga ada hikmah yang bisa diambil.
"Mas...ah moso seh..hi..hi..hi..." suara agak nyaring terdengar dari kamar belakang. Jeda 1 meter dari kamar anakku. Masih terdiam di atas kasur si bungsu yang tadi minta dikeloni.Â
Sambil mengumpulkan kesadaran karena tertidur entah berapa lama. " malem-malem begini ..ngobrol banter.. si mbak lagi ngigau ta" batinku, tapi segera terbantahkan karena Obrolannya ko ga berhenti, diselingi cekikikan, menambah rasa penasaranku.
 Saya bergerak perlahan menuju kipas angin yang menimbulkan suara berdengung lembut yang membuat suara obrolan di kamar belakang ga begitu jelas. Sambil melihat jam dinding ruang tengah. hampir jam 12  malam, masyaAllah.Â
Saya terduduk di pinggir kasur, mendengar obrolannya yang semakin seru kayanya, suaranya lebih jelas. "hi..hi..hi...ojo ngono sampean mas.. mimpeni aku po'o.." idih ko tambah genit batinku.Â
Aku berbaring kembali di samping si kecil, sambil menunggu berakhirnya obrolan di kamar belakang yang menjemukan. Karena lelah dan kantuk saya pun tertidur tanpa bisa tau ending ceritanya, dan baru tersadar lagi setelah pintu garasi terdengar berderit, tanda suami baru pulang.Â
Sambil sempoyongan karena kantuk, membukakan pintu untuk suami, dan memicingkan mata demi melihat jam di dinding ruang tengah, ah jam 1.15 menit, dan masyaAllah...... Rabbi.. obrolan di kamar belakang ternyata belum  rampung juga.
 Mbak ayu (bukan nama sebenarnya) penghuni kamar belakang itu asisten  rumah tangga kami yang baru, yang pada saat saya mendengar kejadian malam itu baru 3 hari kerja di rumah. Ibu 3 anak yang baru pulang dari malaysia, dan baru ditinggal suami meninggal.
Badannya yang jangkung besar, cukup manis, dan 2 tahun lebih muda dari adik bungsuku yang usianya sekarang menginjak 29 thn.Â
Mendengar kisahnya di Malaysia yang pilu karena kelakuan majikannya yang katanya kasar sehingga baru 3 bulan kerja dia memutuskan kabur dari sana dan keinginannya untuk memperbaiki ibadah solatnya yang sempat ditinggalkannya sewaktu di Malaysia karena majikannya melarang sholat  kecuali malam hari, membuatku terenyuh, dan berharap semoga Mbak Ayu bisa kami percaya untuk membantu pekerjaan di rumah dan menemani anak-anak menunggu ibunya pulang kerja. Saya meyakinkannya tentang perannya di rumah kami yang kami anggap keluarga sendiri, begitu kami memperlakukan semua ART yang pernah bersama kami.Â
Tapi memang setiap orang membawa caranya masing-masing, Selama 8 tahun ini, sudah 8 orang yang ikut membantu di rumah tangga kami, dengan bermacam-macam kasus dan gaya yang terkadang menguras banyak perasaan.Â
Dan memasuki episode PRT yang ke -8 ini kami pun ternyata masih diuji .. (he..he..) Baru saja kayanya saya merasa bahagia dengan celotehnya mbak Ayu yang katanya kerasan dan seneng bisa kerja di rumah saya, karena pekerjaannya yang santai dan seperti di rumah sendiri.
Tapi sekarang menjelang 2 minggu dia kerja di rumah, saya sudah mulai bisa membaca sikapnya, yang ‘kebablasan’ mulai dari keluar kamar mandi dengan kembenan handuk saja, kerja menunggu disuruh, termasuk caranya berhannphone ria di tengah malam sehingga sering bangun siiang.
Kesibukannya melayani telp sohibnya yng hamper setiap jam menelpon (..ini dia akibat Talk Mania..) terkadang dia harus off dulu cuci piring, setrika dsb sampai 15-20 menit untuk terima tlp.Â
(dalam hati saya bertanya-tanya..ko ada aja topik yang mereka omongkan..sehingga betah berlama-lama telponan spt itu ya..) Masya Allah, saya ngelus dada. Dan sampai sekarang masih nyari cara yang tepat untuk meluruskannya.Rabbi..mudahkan urusan hamba….
Rupanya ujung ceritanya harus begini. Diperjelas dengan suatu hari, kami mendengar dia telp tergopoh-gopoh kataya harus pulang karena anak semata wayangnya di kampung(yg juga tidak jauh dr kampung halaman suami) sakit dan masuk rumah sakit.Â
Tentu saja saya kaget dan bingung karena dia telp di jam kantor. Kemudian tergesa saya telpon suami. Kami sepakat telp dulu ibunya mbak ayu (alhamdulillah waktu ke rumahnya kami sempat minta no hp nya).Â
"Assalamu'alaikum mbah, pripun kabarnya" sapa saya begegas begitu telp terangkat.
"Alhamdulillah baik" jawab mbah di ujung telpon.
" Pripun kabarnya tole(anak laki-jawa)"Â
"Mmmmm...Alhamdulillah sae" jawab mbahnya kemudian
"Sakit apa mbah" tanyaku kemudian
"Mboten nopo-nope ee...sehat, ini anaknya lagi maen di luar", seru mbahnya tegas.
Makjleb saya mendengar penjelasannya ibunya Mbak Ayu. Â MasyaAllah teganya orang itu berbohong. Mungkin tidak terpikir kalau saya menghubungi ibunya di kampung. Lah rasa deg2an saya mendengar kabar tersebut. Mengingat akting yang sempurna mbak Ayu ketika saya dan suami tanya. Persis ibu yang kebingungan kala anaknya sakit.Â
Sebelumnya saya dan suami memang pernah di lapori Mbah penghuni rumah depan termasuk bang ipul tukang becak di gang kami cerita tentang orang laki masuk rumah ketika saya dan suami tidak di rumah. Ketika saya konfirmasi mbak ayu, jawabnya itu pamannya.Â
Meski dari mimiknya aga grogi menjawabnya. APakah dia berbohong juga saat itu? jadi tanda tanya besar di hati. Saya pun merenung, dari beberapa kasus yang terlewati sepertinya memang harus diakhiri kongsi saya dengan Mbak Ayu karena sikapnya yang cenderung kebablasan dan suka berbohong.Â
 Akhirnya kami tabayun dengan memanggilnya . Sore itu mbak ayu bergegas sudah rapi dan berkemas(yang katanya mau ke rumah sakit jenguk anaknya)
"Mbak anaknya sakit apa" selidik saya (jujur agak gemes juga)
Bla--bla..bla..penjelasannya sangat lengkap. Saya dan suami manggut-manggut sambil sesekali saling melihat. Mendengar dengan hikmat cerita karangannya yang sempurna. Dalam hati saya bertanya ''...apa orang ini ga takut cerita anaknya sakit jadi beneran ya?". Antara gemes dan kasihan! Berbohong itu memayahkan kawan!
Setelah selesai ceritanya, sesuai kesepatan. Suamilah yang akan mengunggkapkan hasil perbincangan kami  di telepon dengan ibunya. Bolehlah  di bilang ini kartu Truf! Spertinya kami harus menyerah dengan kasus kali ini. Terlalu beresiko!
Dengan perlahan suami menyampaikan. Dan saya mengamati reaksinya, dengan mimik kaget, malu, dan tidak nyangka, Mbak Ayu diam seribu bahasa. Begitu telak kebohongannya di mata kami. Dia pun tak mampu membantahnya.Â
AKhir cerita, kami pun menyampaikan keputusan kami untuk mengakhiri kesepakatan kerja, dan mempersilahkannya untuk sekalian membawa semua perlengkapan dan kami tawarkan untuk dianter ke rumahnya. Syukurlah dia pun minta maaf kepada kami. Dan semoga nasehat kami yang baik-baik bisa dia dengar.Â
Begitulah satu penggal episode  hidup kami di 2016. Tahun yang sama bagi episode kopi sianida, Bom Sarinah, Pokemen Go, dan peristiwa terkenal lainnya. Debu diantara gunungan pasir cerita kehidupan.Â
Dan di tahun ini 2022. Kisah berganti. Jawaban panjang kami atas doa dipertemukan dengan orang yang sholihah, yang jadi bagian keluarga bukan ART.Alhamdulillah kami bertemu dengan seorang Mak yang sholihah, MAk Maryam (nama sebenarnya :) usianya 50-an, jadi ART kami hampir 5 tahun lamanya.Â
Sayang sama anak-anak, rajin ibadah, kurang mendengar, namun sangat jujur. Inilah yang mahal bagi kami. Tentu kekurangannya ada sebagaimana kami memiliki kekurangan. Semoga mak sehat-sehat bisa menemani kami terus. Emak Maryam, You'are the best!Â
2022ku..
episode baru sembuh pandemi
 Agustus yang sembilu
episode tembak menembak polisi yang masih misteri
dari mbak ayu dan miliaran cerita anak negri
nestapa datang padamu yang selalu membohongi diri
Apalagi membohongi negeri sendiri!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H