Mohon tunggu...
Ida Muidah
Ida Muidah Mohon Tunggu... Pengacara - Program Pascasarjana Ilmu Hukum

Penelitian-penelitian hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dengan Pelaku Penyandang Disabilitas Perspektif Teori Keadilan John Rawls

23 Januari 2025   05:03 Diperbarui: 23 Januari 2025   05:03 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

John Rawls atau John Bordley Rawls, seorang filsuf moral dan politik liberal kelahiran 21 Februari 1921, dari Amerika. Beliau merupakah salah satu filsuf politik yang paling berpengaruh di abad ke-20. John Rawls dengan buku pertamanya yang berjudul “A theory of justice” berfokus pada persoalan keadilan distributif dan usaha untuk dapat mendamaikan permasalahan antara nilai-nilai kebebasan dan kesetaraan. Dalam bukunya tersebut, John Rawls menunjukkan bahwa gagasan tentang kebebasan dan kesetaraan dapat dipadukan dalam konsep yang disebut dengan “Justice as Fairness”, konsep ini memberikan rekomendasi kebebasan dasar yang setara, kesempatan yang sama, dan memberikan fasilitas manfaat yang besar bagi masyarakat paling tidak beruntung dalam hal apapun dimana terjadinya ketidaksetaraan.

Teori keadilan John Rawls adalah sebuah karya yang bertujuan untuk menjawab teori keadilan berlandaskan etika utilitarianisme dengan memberikan lternatif prinsip-prinsip keadilan yang berdasarkan pada teori kontrak sosial. Menurut John Rawls, keadilan ialah suatu kebajikan utama dari hadirnya institusi atau lembaga sosial. Akan tetapi, menurut beliau, hal kebaikan bagi seluruh masyarakat tidak bisa mengesampingkan atau mengganggu rasa keadilan dari setiap orang yang memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat lemah.

John Rawls membagi prinsip keadilan menjadi 2 bagian, yaitu:

  • Prinsip kebebasan yang sama, artinya bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama terhadap kebebasan-kebebasan dasar yang sistemnya setara dengan kebebasan untuk semua (liberty for all). Prinsip ini menegaskan bahwa setiap orang atau individu yang berasal dari status sosial atau ekonomi seperti apapun, tetap mempunyai kebebsan dasar yang harus dijunjung tinggi dan dilindungi bagi seluruh masyarakat.
  • Prinsip perbedaan tentang sosial ekonomi yaitu prinsip tentang ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang dibuat untuk memberikan keuntungan terbesar bagi pihak yang tidak beruntung. Sedangkan prinsip ini, memperbolehkan adanya kesenjangan dalam alokasi sumber daya dan peluang, jika kesenjangan tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang besar untuk masyarakat paling tidak beruntung. Dengan kata lain, terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial dianggap boleh jika bertujuan untuk memberikan kebaikan atau kebermanfaatan yang nyata bagi kelompok terpinggir.

Berlandaskan kedua prinsip tersebut, John Rawls memberikan rumusan keadilan dalam konsep umum yaitu nilai-nilai sosial diterapkan dengan sama kesuali jika diterapkan tidak sama tersebut membawa keuntungan atau kebermanfaat bagi semua orang. Artinya bahwa setiap orang harus mengambil manfaat dari ketidaksetaraan sosial apapun.

Dengan konsep keadilan John Rawls seperti kebebasan yang sama dan perlindungan bagi kelompok tidak beruntung snagat relevan dengan berbagai permasalahan kehidupan. Salah satu isu yang membutuhkan pendekatan keadilan menurut john Rawls adalah tindak pidana kekerasan seksual. Tindak pidana kekerasan seksual tidak hanya melanggar kebebasan individu, akan tetapi juga memberikan ketidaksetaraan, terutama jika korban berasal dari kelompok rentan.

Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukuman pidana. Pelaku tindak pidana dapat disebut dengan subjek tindak pidana. Terdapat istilah dalam KUHP yang dikenal dengan “Strafbaar feit”, sedangkan dalam kepustakaan disebut dengan istilah delik. Pembuat peraturan perundang-undangan menggunakan istilah peristiwa pidana, perbuatan pidana dan tindak pidana.[6] Kekerasan seksual adalah peristiwa terjadinya pendekatan seksual yang tidak diinginkan oleh seseorang terhadap oranglain. Pendekatan seksual ini terjadi dalam berbagai bentuk baik fisik maupun verbal.[7]Menurut Pasal 1 angka 1 UU TPKS, tindak pidana kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana. sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan seksual lainnya sebagaimana yang diatur dalam undang-undang sepanjang ditentukan dalam undang-undang ini.

Sehingga dapat diartikan, tindak pidana kekerasan seksual adalah tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan dengan melakukan perbuatan yang tidak diinginkan dalam bentuk fisik maupun verbal, perbuatan atau tindakan yang memenuhi unsur tindak pidana menurut undang-undang. Sanksi pidana terhadap tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia yaitu berupa sanksi pidana penjara dan/atau penjara.

Tindak pidana kekerasan seksual adalah tindak pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang berdampak luas terhadap korban dan pelaku. HAM sendiri dapat diartikan sebagai sekumpulan hak yang telah melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib untuk dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap individu demi kehormatan serta perlindungan harkat dan masrtabat manusia.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memberikan perhatian besar terhadap perlindungan korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 25. Undang-undang ini juga menekankan prinsip keadilan dan nondiskriminasi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Ayat 1. Selain itu, Pendekatan berbasis keadilan restoratif juga disebutkan sebagai salah satu cara dalam penyelesaian kasus kekerasan seksual yang tercantum dalam Pasal 6 Ayat 3, yang dimungkinkan dapat memberikan rehabilitatif terhadap pelaku.

Tapi bagaimana jika tindak pidana kekerasan seksual dilakukan oleh penyandang disabilitas, persoalan menjadi lebih kompleks karena harus mempertimbangkan keterbatasan fisik, mental, atau intelektual pelaku. Hukum sering kali berhadapan dengan dilema antara penegakan keadilan atau hak-hak penyandang disabilitas.

Sedangkan, secara eksplisit Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang memberikan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 9. Pasal-pasal terebut menegaskan bahwa penyandang disabilitas berhak mendapatkan keadilan tanpa diskriminasi, termasuk dalam proses hukum. Selain itu, Pasal 12 dan Pasal 13 menekankan pentingnya rehabilitas bagi penyandang disabilitas yang terlibat dalam sistem hukum, baik sebagai krman maupun pelaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun