Mohon tunggu...
eM eN
eM eN Mohon Tunggu... Dosen - Melati Naturalis

@Ida YHera

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Cappuccino Ngawi

15 Februari 2022   07:47 Diperbarui: 15 Februari 2022   07:58 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai perempuan, sejujurnya aku tak begitu suka kopi. Apalagi kopi hitam yang diagung-agungkan kaum Adam. Saking dipujanya, bahkan tak jarang gegara secangkir kopi menjadi obrolan pedas suami istri karena suami yang lebih suka sajian kopi cangkir warung daripada buatan istrinya. Ha ha ha, kadang lucu karena bagi perempuan, kopi adalah kopi, tidak ada yang spesial. Tidak ada yang menarik dari minuman berwarna hitam itu. Tidak ada yang melenakan lidah dari minuman pahit itu. Tapi begitulah kopi, meski hitam, meski pahit, tetap saja dipuja para lelaki apalagi yang diseduh "GINASTEL" legi, panas, tur kentel yang dalam Bahasa Indonesia manis, panas, dan kental, sudah tiada duanya seolah minuman surga.

Kopi saat ini ibarat teman wajib yang harus dihadirkan dalam berbagai suasana, teman ngobrol saat santai, suguhan di tengah rapat, bahkan sahabat setia saat begadang mengerjakan tugas kantor. Kopi pun tak lagi melulu tersaji dalam hitam pekat, bahkan mulai bermigrasi warna coklat dengan istilah kopi susu atau cappuccino, dan masih banyak lagi. Sederet merk kopi susu instan bisa kita jadikan alternatif pilihan untuk mengecap rasa berbeda dari kopi biasanya. Apapun merknya, apapun variannya, sayangnya di lidahku terasa sama. Tidak ada kenikmatan yang kurasakan benar-benar mutlak merasuk jiwa saat menikmatinya.

Kopi yang disajikan dengan keindahan dan kelembutan ini merupakan perpaduan kopi espresso dan susu yang menghasilkan warna coklat mirip pakaian para biarawan capuchin. Cappuccino adalah kopi yang paling banyak disukai orang karena keindahan dan aromanya yang wangi. Embel-embel gelar minuman kopi dari Italia ini, banyak perusahaan kopi menyajikan berbagai varian rasa cappuccino. Ada yang dipadu dengan krimer, gula jawa, coklat, teh hijau, dan masih banyak varian yang disajikan untuk memanjakan penikmat kopi.

Cara menikmati kopi pun mulai  bergeser, dari yang awalnya ginastel kini dipadupadankan dengan es batu yang disajikan dalam bentuk es kopi susu atau es cappuccino dengan berbagai toping atau hiasan di atasnya. Semakin cantik, semakin memanjakan, dan semakin membuat ketagihan penggemar beratnya.

Sekedar tak ingin dinilai ketinggalan zaman atau kudet alias kurang update, mencoba membiasakan lidah dengan minuman yang satu ini, cappuccino instan. Ada rasa yang terpenuhi pada nikmatnya kopi tapi sekedarnya, seolah hanya untuk memberi kenikmatan sementara. Sekedar penghilang dahaga atau hanya pilihan aneka minuman. Namanya saja instan, tidak menjanjikan kenikmatan hakiki di dalamnya. Tentu saja, urusan kata "nikmat" adalah urusan hati. Jangan berharap pemuja kopi hitam akan menyukai cappuccino atau pecinta cappuccino akan mengamini "candu" dalam kopi hitam.

Makin mencoba, makin mencari, makin kecanduan itulah yang akan terjadi pada penggemar kopi. Cappucino yang tak terejawantahkan dalam bubuk instan membawa pada pengalaman CAPPUCINO NGAWI dengan aroma nangka yang melarutkan imajinasi sampai langit ke tujuh, tidak percaya? Coba saja!

Cappucino Ngawi adalah perpaduan kopi Selondo dengan aroma nangka dan rasa sedikit asam. Bubuk kopi yang diaduk dengan susu kental manis sampai berbuih kemudian diseduh dengan air panas, mengeluarkan aroma khas wangi seperti cappuccino versi Italia. Rasanya yang manis, pahit, dan sedikit asam tiada duanya di belahan bumi manapun. Memang untuk menikmati cappuciono Ngawi ini, akan lebih pas jika disajikan dalam kedaan panas dengan uap air yang mengepul. Diminum sambil memejamkan mata di saat udara dingin atau hujan, serasa minum cappuccino sebenarnya di Italia saat turun salju. Sayangnya, cappuccino yang satu ini, kurang nikmat jika disuguhkan dengan es. Tapi apapun itu, nikmat hukumnya relatif.

Seperti sebuah quotes pada pentigraf BELAJAR DARI SECANGKIR KOPI, "Dari kopi saya mendapat pesan. Dia tidak pernah memilih bibir mana yang boleh menyeruputnya. Dari kopi saya mendapatkan pesan bahwa yang hitam tidak selalu kotor, yang pahit tidak selalu menyedihkan. Dengan varian apapun dia disuguhkan, si kopi tetap punya tempat yang istimewa di hati penikmatnya."

Setiap orang punya hak untuk mengeksploitasi nikmat. Setiap orang punya hak untuk memilih varian kopi yang dia suka. Dan setiap orang punya hak fanatisme pada kopi yang terhidang di indra pengecap masing-masing. Terkadang manusia terlalu meribetkan diri dengan pilihan yang ada, sehingga lupa bahwa kenikmatan itu untuk diciptakan bukan dicari. Jadi apapun kopi yang tersaji, kenikmatan bukan pada kopinya tapi pada hati kita untuk menciptakan nikmat itu.

Ngawi, Februari 2022

eM eN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun