Mohon tunggu...
Ida RS Napitu
Ida RS Napitu Mohon Tunggu... Guru - Educator

LIFELONG Learner

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Karakter Manusia sebagai Pilihan Hidup

7 Desember 2020   14:23 Diperbarui: 21 Desember 2020   14:35 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandangan Pendidikan yang diinspirasi oleh Filsuf John Locke

Pembentukan karakter penting dilakukan sejak dini. Dalam institusi pendidikan, karakter penting untuk dimiliki setiap siswa karena karakter merupakan semacam fondasi yang harus kuat ketika membangun kemampuan-kemampuan ataupun pemahaman siswa lainnya. Disini, saya terinspirasi oleh pandangan filsuf John Locke terhadap pendidikan.

John Locke merupakan seorang pakar kesehatan yang menurutnya anak sejak dini perlu diperhatikan gizi dan asupan makanan yang dikonsumsinya[i]. Di dalam bukunya, Locke banyak memaparkan tentang kesehatan anak bergantung pada gaya hidup dan pola makan yang baik dan harus dimulai sejak dini. Bukan hanya tentang makanan dan minuman, Locke pun menyoroti bahwa istirahat yang cukup pun sangat penting untuk seorang anak.

 Orang tua memiliki andil yang sangat besar dalam pembentukan karakter anak karena mereka harus merawat anak-anak sebagai makhluk yang menalar. Locke percaya bahwa pemikiran manusia pada awalnya semua kosong seperti kertas putih.

Menurut Locke, anak-anak suka diperlakukan sebagai makhluk yang rasional dan ide-ide yang terbentuk pada anak dibangun dari pengalaman atau inderanya. Sebagai manusia kita perlu mengamati semua aspek seperti bau, warna, bentuk, ukuran, dll dan kita dapat berpikir lebih tinggi untuk membuat ide yang kompleks. (Hardiman, Pemikiran Modern, 76).

Pikiran menggabungkan dua atau lebih ide sederhana menjadi satu ide kompleks. Ini juga dapat menggabungkan data sensasi dan refleksi untuk membentuk ide-ide baru yang kompleks. Misalnya, ide keindahan, rasa syukur, seorang pria, tentara, alam semesta dll. Pikiran menggabungkan ide-ide sederhana tentang putih, manis dan keras/kasar untuk membentuk ide kompleks dari sebongkah gula.

 Manusia adalah makhluk yang menalar dan seorang manusia memiliki kekuatan/naluri tidak hanya atas tindakan mereka, tetapi juga atas pilihan dan niat mereka. Seorang manusia mampu menyangkal keinginannya sendiri dan murni mengikuti apa yang diarahkan akal sebagai yang terbaik, meskipun pada akhirnya kedagingannya sering condong ke arah lain. Lalu kemudian diperlukan adanya hikmat yang membuat seseorang untuk memutuskan dan memilih pilihan hidup diri sendiri.

 Begitu rapuhnya batas antara manusia dan binatang yang ketika batas itu tidak diamankan dengan perhatian cermat pada pendidikan karakter, maka rapuhlah kemampuan dan semua konsep yang telah dibangun pada manusia tersebut. Dari sini, kita dapat melihat pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk karakter seorang anak yang baik.

 Gairah dan keinginan adalah cela yang harus dikendalikan, tetapi keinginan memiliki kekuatan yang dapat diubah menjadi kebaikan dalam memotivasi kita untuk bertindak. Hasrat dan gairah adalah yang menggerakkan kita untuk bertindak. Kita tidak boleh menjadi "budak dari keinginan kita", kita harus mengontrolnya menjadi agen yang memotivasi untuk mencapai tujuan kita.

Merdeka dari perbudakan manusia merupakan suatu ide penting yang dapat dipegang oleh seorang manusia. Dengan begitu, manusia tidak lagi merasa terkekang namun dapat dengan cukup leluasa menyampaikan pemikiran dan isi hatinya. Memiliki kemampuan berpikir kritis serta memiliki sikap "gentleman" merupakan suatu highlight didalam pendidikan karakter.

 

 Penghargaan dan aib adalah insentif yang paling kuat untuk pikiran, bukan penghargaan seperti permen dan hukuman. Ketika seseorang mampu mengontrol tindakan perilakunya untuk suatu perbuatan baik, mereka akan mendapatkan penghargaan. Begitu keinginan untuk dihargai dan menghindari aib ditanamkan, mereka akan sangat termotivasi dan akan "selalu condong ke kanan".

Koreksi perilaku tidak dicapai dengan imbalan dan hukuman. Sebagai contoh, misalnya saja kita sebagai orangtua lebih memilih bersikap dingin atau diam ketika seorang anak melakukan kesalahan. Maka, ketika sudah terbiasa dengan begitu anak cenderung peka terhadap sekitarnya.

Kemudian, menanamkan pendidikan karakter yang tepat sasaran adalah dengan memberikan banyak contoh-contoh pengalaman hidup. Dengan memberi tahu bahwa menyapa orang terlebih dahulu menunjukkan ramah kita terhadap sesama merupakan hal yang simpel namun banyak sekali orang yang kurang peduli akan ini di zaman sekarang.

Contoh lain seperti bagaimana menghargai makanan yang setiap hari disiapkan untuk kita dengan cara bersyukur pun merupakan hal simpel namun banyak manusia melewatkan kesempatan menunjukkan rasa syukur tersebut.

 Atasan saya membagikan suatu perenungan yang membuat saya terkagum dan melihat bahwa karakter dapat ditanamkan pada seorang manusia. Suatu siang, beliau melihat hidangan makan siang yang disiapkan untuknya. Sebelum beliau menikmati hidangan tersebut, beliau berpikir bahwa sebelum makanan tersebut sampai di hadapannya, banyak sekali hal yang terjadi seperti petani yang menanam padi hingga memanen, petani sayur dan lauk yang harus diperhadapkan pada proses sebelum akhirnya menjual kepada distributor dan sampai kepada koki yang mengolah bahan mentah hingga matang. Perenungan ini membuat saya terkagum karena ternyata Tuhan memberikan hikmat kepada kita untuk menalar dan berpikir sehingga kita bisa memilih karakter seperti apa yang tepat untuk kita kenakan.

Sekali lagi, pendidikan karakter penting untuk diajarkan dan diarahkan kepada peserta didik karena kita sebagai pendidik tidak tahu setelah siswa tidak bersama kita, apakah pendidikan/ilmu yang didapat akan bermanfaat atau malah akan menjadi malapetaka bagi sesamanya. Yang menjadi suatu perhatian kita adalah bukan sekedar bagaimana siswa mengikuti pelajaran kita atau dapatkah mereka meraih skor tertinggi, tentu saja itu hal penting.

Namun, lebih daripada itu, saya sebagai pendidik khawatir jika siswa kurang berempati melihat sesamanya yang kekurangan dalam hal fisik misalnya. Dapatkah siswa saya menghargai orang tersebut dengan minimal membantu ketika ia akan menyeberang jalan? Atau ketika melihat antrean panjang pada kasir swalayan. Dapatkah siswa saya ikut antrean tanpa harus menerobos ke barisan depan?

Pendidikan karakter merupakan suatu modal utama manusia dari sejak dini untuk berkarya. Lalu kemudian, saya menganggap bahwa karakter seseorang adalah pilihan yang dia hidupi sepanjang hidupnya sehingga menjadi suatu identitas. Jadi, kita sebagai pendidik, guru maupun orangtua atau bahkan pihak sekolah penting untuk membuat rangkaian atau desain pembelajaran tentang karakter.

Menanamkan nilai-nilai kebajikan dan memberi ruang kepada siswa untuk berkreasi dalam berpikir juga membantu mereka mengeksplorasi anugerah penalaran yang Tuhan berikan. Masukan yang didapat dari role-model atau pendidik dalam hidup anaklah yang menjadi pilihan yang terlihat dan kemudian dia menggunakan naluri dan hikmat sehingga dapat memilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun