Mohon tunggu...
Ida AyuPutu
Ida AyuPutu Mohon Tunggu... Guru - belajar dan belajar

nikmati kehidupan dengan selalu bersyukur pada Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

15 Oktober 2023   14:14 Diperbarui: 15 Oktober 2023   14:25 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, dalam implementasinya, IA dimulai dengan menggali hal-hal positif, keberhasilan yang telah dicapai dan kekuatan yang dimiliki organisasi, sebelum organisasi menapak pada tahap selanjutnya dalam melakukan perencanaan perubahan. 

Menurut Cooperrider & Whitney (2005), Inkuiri Apresiatif adalah suatu filosofi, suatu landasan berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi dan dunia di sekitarnya baik di masa lalu, masa kini maupun masa depan. Ia berpendapat juga bahwa saat ini kita hidup pada zaman yang membutuhkan mata yang dapat melihat dan mengungkap hal yang benar dan baik. 

Psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan beberapa miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.

  • Ilusi guru mengontrol murid.  
    Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau  murid tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya  guru sedang mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid  sedang mengizinkan dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru  menjadi kebutuhan dasar yang dipilih murid tersebut. Teori Kontrol  menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan, bahkan terhadap  perilaku yang tidak disukai.
  • Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.  
    Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha  untuk mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah  suatu usaha untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu,  kemungkinan murid tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk  menolak bujukan kita atau bisa jadi murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
  • Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat  menguatkan karakter.
    Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada  identitas gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka.  Mereka mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru  untuk mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan  negatif.
  • Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
    Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab  untuk membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang  dilakukan dapat diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah  pengukuran kinerja. Pada saat itu pula, orang dewasa akan menyadari  bahwa perilaku memaksa tidak akan efektif untuk jangka waktu panjang,  dan sebuah hubungan permusuhan akan terbentuk.

Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali adalah penerapan disiplin di sekolah 

Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. 

Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,  Cetakan Kelima, 2013, Halaman 470). Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, 2001. 

Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut, seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. 

Maka, dalam rangka pembentukan disiplin tersebut teori motivasi dan 5 posisi posisi Kotrol juga perlu dipelajari untuk dapat memahami perbedaan Hukuman,Kosekuensi dan Restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). 

Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). 

Betapa pentingnya untuk memahami posisi kontrol untuk dapat membentuk pembiasaan siswa, melibatkan siswa dalam memilih kegiatan, aturan dan tindakan, akan membuat anak lebih terbangun kedisiplinannya karena berasal dari dala diri tanpa paksaan dan iming-iming. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun